Istri yang terabaikan Bab 250

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang suka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


Adil


Siapapun orangnya, akan kaget saat matanya terpejam, kalah diserang rasa kantuk yang hebat, masih dengan posisi duduk memeluk lutut, tiba- tiba tubuhnya diangkat.


Isyana memekik, setengah teriak, berusaha memegang kedua tangan yang menangkup tubuhnya agar dia tidak jatuh. Jantung Isyana seperti mau loncat. 


"Ssstt," orang itu malah mendesis lembut ke telinga Isyana. Isyana hafal suara dan bau nafasnya.


Reflek Isyana menoleh.


"Nggak usah teriak- teriak, nanti Bian dan Putri bangun.." bisik Binar.


"Mas Binar?" pekik Isyana jadi geram ke suaminya. Bisa- bisanya masuk tanpa ketuk pintu.


Binar tidak menjawab malah terkekeh dan mempercepat gerakan kakinya sampai ke kasur. 


"Cup cup!"


Sembari menurunkan Isyana di atas kasur, bukannya menyapa, Binar malah menghujani kepala Isyana dengan kecupan basahnya.


Isyana pun meng geli at, kegelian. "Mmpt"


Binar sangat bahagia masuk ke kamarnya, melihat Isyana sedang beribadah. Itu artinya Isyana sudah terbebas dari segala hadas yang membatasi Binar menjaamah semua bagian tubuh istrinya itu.


"Aku nggak ngimpi kan Mas?" tanya Isyana kemudian masih syok melihat Binar ada di depanya.


Binar ikut naik ke kasur, lalu mengungkung Isyana yang masih mengenakan mukena dan menggelengkan kepala. Tatapanya begitu kuat dan penuh semangat ingin cepat melahap Isyana.


"Nggak. Ini aku, suami tampanmu!" jawab Binar mengangkat alisnya.


Tanpa menjeda Binar mendaratkan bibirnya mengen_dus ke Isyana.


"Ma.as?" Isyana yang kegelian berusaha menghindar.


Isyana sebenarnya sangat senang, tapi detak jantungnya masih benar- benar tidak normal. Rasanya masih seperti mimpi, Binar tiba tiba ada di hadapnya. Giliran Isyana masih berusaha menormalkan degub jantungnya, Binar terus menyerbunya.


Isyana pun menepis wajah Binar, ingin sedikit menjeda dan bertutur sapa.


"Kamu nggak kangen sama Mas? Ko ngehindar?" tanya Binar jadi jengkel karena saat Binar hendak menciumnya lagi, dengan telapak tanganya, Isyana menangkup wajah Binar, mendorong Binar menjauh, juga bangun dari rebahanya.


"Bukan nggak kangen Mas. Ntar dulu! Isya lepas mukena dulu!" jawab Isyana keningnya mengkerut menahan geram ke suaminya.


Binar tidak sabaran dan tersinggungan.


"Hmmm…," jawab Binar berdehem mencebik.


Binar kemudian menghempaskan tubuhnya ke kasur di samping Putri.


Binar memilih menunggu Isyana berbenah, sembari tidur menyangga kepala dengan satu tanganya, memandangi Isyana.


Isyana duduk tegap, segera melepas mukenanya, melipatnya dengan rapi. Ditatapnya lekat- lekat laki- laki yang sedang memperhatikanya itu.


"Mas suka banget sih bikin kaget orang?" tutur Isyana protes. 


Binar tidak menjawab, malah nyengir, dan memindahkan kepalanya ke paha Isyana meminta bermanja. Masih di atas kasur yang sama, di samping Putri yang terlelap, Binar tidak mau kalah saing dengan anaknya. 


"Ish… ," Isyana hanya mendesis, kemudian membelai rambut bayi besarnya itu, membiarkan Binar bermanja di pangkuanya.


Rasanya sangat melegakan, di dalam satu ruangan besar itu, mereka berempat berkumpul. Walau Bian terpisah di kotakan kecil.


"Seneng nggak Mas pulang?" tanya Binar.


"Em_emm," Isyana mengangguk, "Seneng banget!" jawab Isyana. "Tapi kenapa nggak bilang Mas? Selalu deh. Sukanya datang tiba- tiba, pesanku nggak dibalas. Hoby banget sih bikin orang kesel?"


"Hehe...," Binar kembali terkekeh. "Tapi suka kan?"


"Nggak! Bete!"


"Masa?" gurau Binar iseng.


"Ish...," Isyana hanya bisa mendesis tersipu dan keki setiap diisengi Binar.


"Yang...,"


"Hmmmm.. apa?"


"Udah sih stop, jangan ditambahin lagi!" celetuk Binar tiba- tiba.


"Stop apa?" tanya Isyana mengernyit, Binar aneh tiba- tiba bilang stop.


Isyana pun mengangkat tanganya tidak menyentuh kepala Binar lagi. Bola matanya berputar. Isyana jadi tersinggung dan berfikir buruk, Isyana kan hanya membelai kepala suaminya, pelit amat Binar suruh stop.  "Nggak boleh ya pegang kepala Mas? Mas nggak suka?" tanya Isyana. 


Binar menggeleng, menarik tangan Isyana menempelkan ke kepalanya lagi.


"Bukan, terus aja begini!" ucap Binar.


"Terus apa yang stop?"


"Udah stop jangan ditambahin lagi cantiknya, nanti Mas nggak ngenalin kamu lagi? Kenapa tiap liat kamu, kamu tambah cantik terus sih?" tutur Binar ternyata merayu Isyana


"Ih… nyebelin deh!" jawab Isyana langsung tersipu, dadanya semakin mengemgang dan pipinya merah. Isyana pun reflek memencet hidung Binar.


Binar tekekeh dan memiringkan kepalanya mendusel, memeluk perut Isyana.


"Mas kangen banget sama kamu?" bisik Binar.


Isyana membiarkan Binar memeluk perutnya. Isyana hanya terus mengelus kepala bayi besar di pangkuanya itu. 


"Isya juga kangen Mas. Tapi lain kali itu bilang kalau mau pulang. Jadi nggak bikin orang capek hati. Kalau masuk kamar juga salam jadi jantungan nih aku? Untung Putri dan Bisn nggak kaget!"


"Sengaja!" jawab Binar lirih malah, mengencangkan pelukanya.


"Hh..dasar! Tapi emang, udah selesai pekerjaanya?" tanya Isyana lembut. 


"Belum…," jawab Binar lirih.


"Terus?" tanya Isyana memekik lagi. Isyana khawatir Binar pergi lagi. 


"Terus gimana?"


"Katanya belum selesai? Kok pulang?" tanya Isyana berusaha mengurai lilitan tangan Binar di perutnya.


"Mas pengen ketemu kamu!" jawab Binar mendongakan kepala tapi tidak beranjak dari pangkuan Isyana.


"Mas berarti mau pergi lagi?" tanya Isyana mulutnya langsung mencucu. 


"Nggak. Anak- anak udah bisa menghandle. Kamu tenang aja!" jawab Binar


"Oh...," jawab Isyana mengangguk lega.


"Sshh," tiba- tiba Binar menenggelamkan mukanya menghirup pangkal paha Isyana yang baru saja berganti pakaian tidur.


"Mpmpt, Mas," reflek Isyana men_desa_h kegelian dan sedikit mengangkat tubuhnya menghindar. Binar tepat menghadapkan wajahnya di bagian intinya.


Karena Isyana berespon geli, Binar kemudian mendongak. "Udah kontrol kan? Luka jahitnya udah sembuh dan nyatu kan?" tanya Binar lirih.


"Ehm...," dehem Isyana gelagapan, bulu kuduknya mendadak berdiri dan Isyana jadi panas dingin. Sepertinya tidak bisa mengelak dan beralasan lagi, malam ini adalah waktunya. "Hu_um!" Isyana mengangguk.


Binar kemudian bangun, duduk menghadap ke Isyana dan menatap Isyana tajam.


"Nggak usah gugup gitu kenapa sih? Kamu mencintaiku kan?" tanya Binar tahu ekspresi Isyana gelagapan.


"Iya Mas?" jawab Isyana.


Binar kemudian membelai lembut sisi kepala Isyana, menggerakan tanganya menyusuri pinggir pipi Isyana. Isyana pun mulai merasakan aliran listrik yang menjalar dari kepalanya itu.


"Ayo kita kita lalukan itu, kita nikmati, jangan gugup!" bisik Binar meminta.


"Ehm... Isyana nggak gugup kok Mas. Isyana bersedia, tapi!" jawab Isyana pelan.


"Tapi apa lagi? Jangan menolak. Mas nggak bisa nahan lagi? Apa kamu nggak kasian? Mas tersiksa sekian lama?" tutur Binar lagi, sekarang gerakan tanganya sudah sampai di dagu Isyana.


Isyana diam menatap suaminya.


Binar pun maju hendak mendaratkan Bibirnya, sayangnya Isyana memalingkan menghindat.


"Haissh.. apalagi sih?" gerutu Binar dongkol.


"Jangan di sini!" bisik Isyana melirik ke Putri.


Binar ikut melirik ke Putri. Putri tampang sedikit melompong saking lelapnya. Isyana sedari tadi sedang berfikir dan menimbang, Isyana harus adik ke anak dan suaminya.


"Dia tidur kok?" ucap Binar merayu nggak akan tahu.


"Nggak! Jangan di sini. Dia bisa keganggu dan bangun. Bahaya!" bisik Isyana tegas.


Isyana ingat celetukan dan nasehat Bu Dini kala itu. Pendidikan reproduksi untuk anak balita ada masanya. Bahaya kalau Putri terbangun dan melihat hal yang tak semestinya.


"Oke. Ya udah ayuk ke kamar samping!" ajak Binar kemudian, tidak sabar.


Isyana mengangguk, mereka berdua kemudian buru- buru turun.


Binar yang tidak sabar menunggu Isyana jalan kembali ambil langkah semaunya. Dia langsung merangkul Isyana dan menekuk kakinya hendak menggendong.


"Mas!" Isyana yang kaget jadi terpekik. "Turun ih!"


"Lama!" jawab Binar.


Baru mau melangkah, karena mereka berisik Bian tampak bergerak.


"Oeek...," Binar pun menangis seperti tahu ibunya mau dibawa keluar.


Isyana langsung menoleh dan menepuk Binar menurunkanya.


"Haissshh...," desis Binar kesal lalu menurunkan Isyana lagi.


"He...bentar yah?" ucap Isyana nyengir segera mendekati bayi kecilnya.

Binar hanya menghela nafasnya pasrah. Isyana kemudian memeriksa, apa Bian bab bak atau haus. Ternyata Bian ketiganya, kepalanya celingukan mencari ****** ibunya, pampersnya juga kembali basah.


Isyana pun segera mengambil alat cebok, membersihkanya sendiri dengan cekatan dan kemudian mengAsihi Bian.


Binar yang sudah lama mengulur sabar hanya bisa diam. Entah sudah bertambah berapa meter usus Binar.


Binar hanya terus memperhatikan gerakan, saat Bian tampak menghisap kuat satu benda yang juga disukai Binar, Binar menelan ludahnya seperti iri. Lalu Binar ikut mendekat dan memberanikan diri mengelus kepala Bian.


"Jangan diambil semua, bagi denganku!" bisik Binar membercandai Isyana.


"Ish.. apa sih Mas?" jawab Isyana geli mendengar ungkapan Binar yang kekanakan.


"Dia sangat lahap? Seperti khawatir diminta aku?" jawab Binar lagi.


Isyana terkekeh.


"Ya... Daddy, kan aku anak pintar dan mau tumbuh besar, jadi lahap minumnya!" jawab Isyana menirukan suara bayi.


"Lama nggak dia nyusunya? Jangan lama- lama," tanya Binar lagi cemberut.


Isyana pun hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bisa- bisanya Binar cemburu ke Bian. Isyana pun menatap Binar ingin mengejek, tapi Binar menampakan wajah lesu dan membuat Isyana iba serta kasian.


"Nggak Mas. Sabar dong! Dia kan masih kecil, lambungnya belum menampung banyak. 5 menitan juga udah. Tapi nanti dia cepat lapar lagi dan aku harus sering bangun!" tutur Isyana memberitahu.


"Hhh...," Binar hanya menghela nafas lagi, mendengarnya membuat Binar jadi berfikir.


"Apa tidak bisa dipumping aja? Biar baby sister atau nenek yang berikan?" bisik Binar memberi saran.


"No!" tolak Isyana tegas.


"Selagi Isya kuliah atau pergi emang begitu, tapi selama ada Isya. Biar Isya aja Mas. Ini semua juga Isya belajar tiap hari lho?" jawab Isyana memberitahu.


Bian bisa menyusu ibunya juga keberhasilan setelah berlatih. Sebagai perempuan juga sebuah prestasi bisa mengAsihi putranya. Isyana tidak mau melewatkan itu.


"Yaya. Ini berkat kerja keras Daddy juga lho Nak. Asimu banyak! Kamu harus terima kasih sama Daddy! Jadi jangan serakah ya!" imbuh Binar lagi seakan mengajak Bian bicara. Binar bicara dengan nada sedikit kesal Bian seperti layaknya rival.


Isyana semakin gemas mendengarnya.


"Ya ampun Mas. Gitu amat sama anak? Gelo. Anak kecil digituin?" jawab Isyana.


Binar hanya berdecak.


Binar kemudian dengan sabar menunggu Bian menyusu sambil mengelus lembut rambut Bian.


Benar kata Isyana, tidak terlalu lama. Bian memejamkan matanya dan hisapanya memelan bahkan mulutnya melongo tanda melepas tempat minumnya.


"Good job. Boy! Tidur yang nyenyak ya!" bisik Binar senang Bian akhirnya berhenti menyuusu dan tidur lagi.


"Hmmm...," Isyana kemudian merapihkan Bian lagi. Juga hendak merapihkan pakaianya, tapi tangan Isyana langsung ditampik Binar.


"Jangan ditutup. Kan Daddynya belum?" gurau Binar lagi.


"Ya elah!"


Isyana hanya berdecak mendengarnya, lalu bangun membawa Bian dan menempatkan lagi di tempat tidurnya.


Binar langsung berdiri mengekor Isyana dengan muka bahagia.


"Ayo!" ucap Binar cepat.


"Kemana?"


"Kesamping. Sekarang giliran aku!" rengek Binar.


"Ya...," jawab Isyana mengangguk.


Kali ini mereka melangkah sangat pelan dan hati- hati. Mematikan lampu kamar terang agar Putri dan Bian tidak bangun.


Binar dan Isyana masuk ke kamar samping.


"Ehm...," dehem Isyana jadi kikuk sesampainya di kamar itu. Dia harus menyiapkan diri sepenuhnya membahagiakan suaminya.


Sementara Binar langsung on. Sudah sekian lama, adik Bian hanya mendapatkan jatah dengan bagian yang tak semestinya. Dia dipaksa sabar dan menerima. Dan sekarang dia harus mendapatkan balasan dari kesabaranya.


Tidak banyak berkata, dengan langkah cepat. Binar ingin menanggalkan pakaianya. Isyana yang paham apa yang menjadi tugasnya, melangkah maju.


"Biar aku saja!" ucap Isyana pelan samb menyentuh dada Binar.


Itu trik yang Isyana pelajari, sambil meraih satu persatu kancing kemeja suaminya, sambil Isyana memberikan sentuhan sentuhan lembut di dada Binar agar membakar semangat Binar.


Mata Binar semakin merah, menatap Isyana di depanya itu. Begitu seluruh pakaianya tertanggal ke lantai, Binar langsung mendaratkan bibirnya melahap bibir Isyana yang segar. Isyana menerimanya dan membalasnya. Bahkan Isyana berjinjit, mengalungkan tanganya ke leher Binar.


Lama mereka bertukar nafas, saling bertukar saliva, menyalakan sumbu di tubuh masing- masih agar mereka sama- sama menyala.


Setelah sepersekian detik, Binar melepaskan pagut-tanya. Tangan Binar lalu bergerak ke bawah, menarik pakaian Isyana dan melepaskanya.


Di dalam keremangan lampu tidur di kamar itu, mereka kini sama- sama polos, bersentuhan tanpa batas.


"Kamu sangat sek_si Sayang?" bisik Binar memandangi tubuh Isyana sejenak, lalu tanganya menjelajah, menyusuri semuanya.


Mengembangnya tubuh Isyana di mata Binar menjadi satu nilai tambah. Binar lama melihat pemandangan Tiara yang kurus kering, jadi senang melihat yang berisi dan segar.


Apalagi satu minggu ini, tiap habis subuh Isyana dipandu Bu Dini untuk olahraga, jadi tubuh Isyana tampak padat dan encang.


Isyana hanya menelan ludahnya, tubuhnya memanas menerima pujian dan sentuhan Binar.


Tidak menunggu lama, Binar mendorong Isyana ke kasur, menempatkanya berbaring menjadi sajian lezatnya.


Dengan gerakan pelan dan lembut, Binar menikmati setiap inci tubuh Isyana, membasahi dengan lidahnya, membuat Isyana melayang dan memberikan timbal balik yang nyata.


Isyana terbakar dalam permainan panas suaminya.


Binar yang sangat mendamba respon Isyana membuat Isyana jelas bisa membedakan dan merasa senang. Lana yang dulu tak memberinya kesempatan ikut menikmati.


Binar sangat memanjakan Isyana membiarkan Isyana dipuaskan dengan semua sentuhan tangan dan mulut suami.


"Mas!" pekik Isyana tiba- tiba. Isyanaa tidak tahan saat tangan Binar menggenggam gemas bagian intinya, berusaha mengambilnya tapi tidak bisa, lalu hanya menekanya. Tapi itu sangat berefek dasyat untuk Isyana.


"Sudah siap kan?" tanya Binar dengan suara seraknya sambil satu jarinya bergerak di bawah, masuk, menggelitik dan membuat Isyana geli.


"Ah.., mas," desah Isyana sedikit mengangkat bokoongnya.


Binar menarik jarinya, diperiksanya, sepertinya Isyana sudah siap.


Binar pun menempatkan diri mengambil ancang- acang menembakan pusaknya yang sudah tegak dan mengkilap basah.


Isyana menelan ludahnya bersiap, itu yang mereka tunggu, ini persembahan cinta terbaik yang bisa Isyana berikan untuk membahagiakan Binar saat ini.


"Ayo.. Mas!" lirih Isyana sedikit melebarkan pahanya, sebai tanda menyambut Binar dengan suka cita.


Dengan cepat dan tanpa anggukan, pusaka Binar pun melesat masuk menerobos ke dalam.


"Ahk...," keduanya memekik setengah men_desa_h.


Akhirnya, pusaka Binar benar- benar berhasil masuk, bagi Isyana terasa penuh dan sesak. Tapi kali ini Isyana tidak merasakan rasa terbakar dan perih yang menyiksa. Yang dia rasa, justru rasa menekan yang menghidupkan listrik- listrik di tubuh Isyana. Listrik yang siap membawanya terbang ke surga.


Begitu juga Binar, rasanya sangat lega. Akhirnya adiknya mendapatkan tempat bersarang.


Walau sudah melahirkan, karena sudah dijahit ulang, punya Isyana terasa sangat menjepit, mencengkeram kencang dan membuat Binar berkedut nikmat.


"Mas," lirih Isyana mulai menggerakan pinggulnya.


Isyana yang sudah mengerti peranya mulai belajar menyenangkan suaminya.


"Iyah Sayang. Terus... begitu. Oh!" jawab Binar mulai terbuai.


Mereka kemudian bekerja sama, berinteraksi, seirama, saling memandu dan memberi komando mencapai kenikmatan bersama. Mereka saling memeluk, saling melempar kata cinta. Bahkan merka bertukar posisi mencari cara agar sama- sama dipuaskan.


Hingga keringat keduanya sama- sama mulai keluar, nafas mereka pun saling memburu. Mereka sama- sama mencapai puncaknya. Tanpa mengalahkan salah satu, mereka sepakat melepaskan dan mengakhiri peraduanya.


"Hah....,"


Binar langsung menggulingkan tubuhnya begitu pusakanya mengecil.


Isyana pun berbaring mengatur nafasnya kembali sembari mengelap keringatnya.


"Nggak ada bekas jahitan yang robek kan?" tanya Binar kemudian.


Isyana meraih tisu di nakas dan menggunakan untuk membersihkan bagian intinya.


"Nggak Mas. Bersih!" jawab Isyana memeriksa tisu ini. Hanya ada cairan putih bekas suaminya.


Binar tersenyum lega.


"Thank you!" ucap Binar lirih.


Isyana tersenyum mengangguk. "I love you Mas," bisik Isyana, tanpa ragu, Isyana memeluk dada kekar suaminya dan menyandarkan kepalanya.


"I love you too, Sayang!" jawab Binar kemudian merapatkan tubuh Isyana. Sangat nyaman hangat dan lega. Mereka pun memejamkan mata.


"Anak- anak!" pekik Isyana tiba- tiba mengurai pelukanya.


Binar pun terbangun kaget.


Belum sempat terlelap, Isyana langsung membuka matanya meminta Binar cepat berkemas.


"Hh...," Binar menghela nafasnya baru saja mau masuk ke alam mimpi malah dibangunkan.


"Bian bisa bangun kapan saja. Isyana harus rajin kasih minum. Putri juga akan kecarian kalau aku nggak ada. Ayo balik ke kamar!" ucap Isyana ingat anak- anaknya.

Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 250"