Istri yang terabaikan Bab 249

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang suka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


Kaget


Detik berlalu, waktu pun terus bejalan maju hingga malam meninggalkan siang. Hidangan demi hidangan disantap dengan nikmat dan syukur.


Waktu sudah menunjukan jam 8 malam. Meski hatinya gelisah karena suaminya tak kunjung membalas pesanya, Isyana berusaha tetap tersenyum menghargai tamunya. 


Karena Binar belum berada di rumah, hari itu sifatnya masih belum acra resmi dan hanya penyambutan kecil dengan doa bersama. Yang datang hanya sahabat terdekat dan kaki tangan yang berhubungan langsung dengan Binar setiap hari.


Suasananya pun mengobrol santai menjenguk Bian. Setelah mereka melihat Bian, satu persatu tamu pamit ke Isyana, terutama Teh Bila yang rumahnya jauh.


Sementara Bian begitu diam dari menangis tidak bisa nganggur, langsung jadi rebutan, tamu yang datang, tamu pergi, berganti Dina, Nenek dan Bu Dini.


Walau Bian bayi kecil, karena terbungkus bedong yang tebal malah jadi terlihat seperti boneka, pas ditangan untuk digendong tidak berat dan tidak banyak gerak. Putri juga tidak mau lepas dan terus menungguinya. Bagi Putri Bian sangat menyenangkan untuk diliat.


Isyana jadi diratukan, tidak sempat memegang anaknya sendiri kecuali saat menyusui. Isyana hanya bertugas fokus beramah tamah dengan kerabat yang datang. 


Setelah tamu lain selsai ngobrol dengan Isyana dan pulang, Tuti pun tampak berdiri mendekat ragu ke Isyana. Sedari datang Tuti menjaga jarak dari Isyana.


“Bu... Isya... terima kasih ya, masih mau kenal saya dan suatu kehormatan mau undang saya,” bisik Tuti mendekat. 


“Tut?” pekik Iyana tidak suka dengan gaya bicara Tuti sekarang. 


“He...,” Tuti yang merasa minder karena dirinya hanya office girl nyengir. 


“Apaan sih kamu Tut?” tutur Isyana mengerutkan keningnya. “Jangan gitu! Ba bu ba bu” cibir Isyana kesal dipanggil Bu.


“Hehe,...ya Isya Putri. Kamu cantik banget sekarang. Kamu beneran seperti seorang Nyonya. Aku dan kamu kaya langit dan bumi. Aku jadi minder nih,” bisik Tuti akhirnya.


“Isshhh biasa aja lah, kamu kok gitu sih, lebay deh? Manggil Bu segala, apa aku terlihat sangat tua? Sama aja. Aku tetap pemilik Isya flora yang dulu. Aku juga kangen nyangkul lagi tauk!” tutur Isyana malah tersinggung dipanggil Bu dikira terlihat tua.


“He.. ya jangan. Kamu nanti kukumu rusak. Udah tuh urus anakmu. Oh ya aku bingung, takut salah manggil kamu, Nyonya Isyana? Isya atau siapa? Takut nggak sopan?” 


“Plak!” Isyana langsung mencubit Tuti lagi. “Panggil Isya aja, udah nggak ada yang berubah!” jawab Isyana lagi. 


“Hehehe! Ya nggak gitu, kamu sekarang jadi Nyonya Aksa, aku harus hormati suamimu juga kan?” jawab Tuti. 


“Tapi kalau kamu jadi berubah gini, kamu nyakitin aku, udah biasa aja! Kamu sahabat aku, kamu teman aku. Nggak ada Bu.. bu... segala!” jawab Isyana tetap tidak mau ada yang berubah di antara mereka. 


“Hehe yaya. Ya udah. Aku pamit yah! Sehat- sehat untuk Bian dan kamu!” 


“Kok buru- buru sih? Tidur sini aja biar rame!” jawab Isyana lagi. 


“Maaf, nggak bisa, makasih banget tawaranya!” 


“Hmm... kok gitu sih?”  


“Oh ya... Adnan udah nikah? Kamu udah tahu kan?” 


“Udah....,” jawab Isyana mengangguk. 


“Minggu depan, insya Alloh aku juga!" tutur Tuti malu.


“Oh iya?” pekik Isyana girang dan kaget. 


"Mohon doanya ya, ini undanganya. Maaf undang di acara begini. Kalau ada waktu, berkenan menyempatkan, dateng ya! Aku akan bahagia benget kalau kamu bisa dateng!” bisik Tuti tersenyum tersipu. 


"Insya Alloh. Pasti kusempetin. Duuh calon penganten senengnya?"


Tuti mengangguk, pipinya merah. “Makanya aku nggak bisa lama- lama, apalagi nginep! Lagi sibuk aku ceritanya?"


“Ya Alloh, iya- iya deh. Aku doain lancar. Aku seneng banget dengernya. Kamu nikah sama siapa? Ko ndadak sih kasih tahunya nyebelin deh! Mau kado apa nih?” jawab Isyana lagi.  


Tuti hanya nyengir. 


“Besok kan tahu sendiri! Yang penting datang dan doa. Udah ya... aku pulang. Daah!” pamit Tuti lagi, 


“Oke deh calon pengantin, makasih ya, udah doain Anakku. Kalau aku undang lagi, datang lagi ya! Sering- sering main kesini!” jawab Isyana. 


Tuti mengangguk. Lalu mereka cipika cipiki.


Isyana pun mengiri kepergian Tuti dengan senyum. 


Tapi begitu Tuti menghilang dari pandangan Isyana, berita  bahagia Tuti semakin membuat hati Isyana seperti ditarik dan diikat sesak.


Di titik ini, Isyana melemah semangatnya. Bukan tidak bahagia atau mengeluh. Tapi sebagai manusia biasa, ada kesal datang ke hati Isyana dengan keadaan yang ada. Kenapa Binar harus pergi selama ini.


Binar pamit pergi sebulan, walau sudah berjalan dua minggu, dan sekarang ada Bian. Isyana rasanya seperti sudah tidak tahan menahan rindu lagi.


Isyana ingin berbagi waktu, berbagi tugas juga berbagi bahagia bareng suaminya karena datang anggota baru di antara mereka.


Walau Bu Dini sangat perhatian, tapi Isyana tidak berani mengeluh pada Bu Dini, menolak atau meminta sesuatu. Tetap ada batas antara mertua dan menantu, berbeda dengan suami yang bebas berekspresi dan bermanja.


Tangan Binar dan tangan tukang pijit juga memberikan sentuhan rasa yang berbeda. Isyana tidak hanya ingin dimassage penghilang pegal, tapi Isyana juga ingin dipeluk di malamnya yang dingin, agar tidurnya nyenyak.


Apalagi ini ada undangan nikahan. Untuk menghadiri undangan nikahan teman. Isyana mengajak dua anaknya tidak mungkin bisa sendiri.


Kalau Isyana pergi sendiri tidak diperbolehkan Binar dengan pengawal dikasih waktu lagi. Isyana mau Binar cepat datang, pulang dan ada di sisinya.


Isyana kan juga ingin berfoto di nikahan Tuti. Isyana ingin Binar ikut menemaninya menghadiri pernikahan Tuti. Tapi sekarang menghubunginya pun tidak. Bahkan Binar belum tahu kalau Bian sudah pulang. 


Dan sekarang Isyana tidak berani mengungkapkan kegundahanya pada siapapun. Dia terus membalut gelisahnya dalam bingkai rekahan bibir dan cekungan lesung pipitnya yang manis. 


Isyana tidak mau dikata istri yang menghalangi suaminya atau istri manja. Isyana harus tetap mandiri dan mengerti suaminya.


Isyana kembali bergabung bersama tamu yang tersisa. Sudah tidak banyak, hanya beberapa, di antaranya ada tunangan Saka, Saka, dan beberapa orang Binar yang Isyana tidak mengenal dekat. Entah kenapa Tuan Priangga kepikiran undang mereka padahal hanya kepulangan seorang bayi.


Terhadap mereka Isyana hanya beramah tamah, dan tidak banyak ngobrol. Meski begitu, karena masih satu ruangan, sedikit- sedikit Isyana mendengar pembahasan mereka. 


“Nggaklah, Wira akan lolos dari hukuman mati. James yang akan kena hukuman mati, tapi dia nggak tahu liat aja nanti!” celetuk dari mereka membicarakan mantan rekan kerjanya. 


“Habis berapa milyar Lana buat bantu bapaknya?” tanya yang lain menggosip. 


“Banyak! Pasti!” 


"Yang penting nggak berurusan sama kita lagi!"


“Tapi hebat ya Lana. Bapaknya mau sidang masih tetap melangsungkan pesta!” 


bla.bla...


Walau Isyana hanya menguping dan tidak diajak berdiskusi, mendengar semua percakapan itu cukup membuat hati Isyana tersentil. Apalagi dari sekian banyak tersangka yang ikut dalam jaringan Tuan Wira dan Ibu tiri Isyana. Semua masih ada hubungan dengan Isyana dan Bian.


“Ehm...,” Isyana yang tidak nyaman memilih menjauh dari mereka, dan mendekat ke Bian. 


Seperti paham bahasa hati ibunya, Bian yang sebelumnya berbaring tenang di gendongan nenek, begitu Isyana mendekat bangun dan menangis. 


“Uluh... uluh, tauan ya Mommynya datang,” seru Dina. 


“Adik aku pintar, dia pasti mau minum syusyuu! Pasti,” celetuk Putri menebak dan memberi ruang Isyana. 

“Duuh... duh... anak Mommy. Maunya minum terus ya?” tutur Isyana mendekat dan memeriksa. 


Ternyata selain ingin minum, Bian juga buang air besar. 


“Iiishh jorook adek!” seru Putri melihat kotoran adeknya sambil menutup hidung.


“Adik bayi kan memang gitu, Kak Putri bantuin dhek Bian dong!” celetuk Dina. 


“Nggak mau bauk!” jawab Putri lagi. 


Isyana dan yang lain hanya senyum- senyum.


Baby Sister Bian, yang tahu Isyana butuh bantuan pun mendekat membantu Isyana. 


“Nggak apa- apa Mbak, biar aku aja!” jawab Isyana menolak halus jika semua dikerjakan orang lain.


Selagi Isyana di rumah, Isyana ingin tetap dia yang memegang bayinya.


"Ya...Nyonya!" jawab Baby Sister Bian mundur.


Sekalian mengganti pampers, Isyana juga ingin sekalian mengAsihi Bian.


Isyana kemudian pamit ke Bu Dini dan tamu yang tersisa untuk naik ke atas. Isyana masuk ke kamarnya.


Orang lain pun mengerti, membiarkan Isyana membawa Bian masuk. Mereka yang masih stay memang hanya tinggal menghabiskan waktu mengobrol, hanya tinggal tamu Tuan Priangga dari Suntech. 


Karena persiapan kamar Bian belum selesai, kamar Isyana juga masih on progress, semuanya masih di kamar Tiara.


Sambil menyusui Bian semua percakapan Saka dan temanya yang masuk ke telinga Isyana terngiang. 


“Mas Lana mengadakan pesta? Mereka beneran menikah, hooh? Tidak disangka?” batin Isyana jadi penasaran sebab dia belum dengar. 


Begitu Bian kenyang dan kembali tidur Isyana meletakan Bian ke inkubator pribadi yang Bu Dini belikan. 


Isyana memeriksa ponselnya. 


Benar, foto Lana dan Amanda menyelenggarakan pesta di sebuah gedung yang indah tersebar.


Lana tampak begitu gagah mengenakan stelan jas mahal, begitu juga Amanda didandani bak princess. Bunga- bunga mahal berwarna warni juga tersusun cantik menghiasi pelaminan mereka. Sangat jelas terlihat berkelas.


“Untung aku nggak tertiipu rayuanmu, Mas. Katamu kamu mencintaiku, memusuhi menjelekan Mas Binar bahkan memukulinya, apa ini? Bahkan kamu tidak pernah menanyakan anakmu. Kamu malah membuat pesta. Aku semakin tidak mengerti dengan jalan pikiranmu mas Lana!” gumam Isyana. 


Isyana melirik ke Bian. 


“Jangan tiru ayahmu, ya Nak! Menikahlah dengan satu orang saja yang kamu cinta?” batin Isyana sangat berharap, Bian wajahnya saja yang mirip Lana, lainya jangan. 


Setelah, Isyana terus menscroll ke bawah. Ternyata mereka menyelanggarakan pestanya di negara tempat Binar dan timnya menemui investor serta rekanan kerjasamanya. 


“Ya ampun, setauku biaya hidup di sana sangat mahal. Mas Lana ngundang siapa aja ini adain pesta di sana? Habis berapa milyar? Kata Mas Binar dan orang- orang tadi Mas Lana kan juga uang banyak terforsir untuk Om Wira?” gumam Isyana lagi jadi timbul pikiran macam- macam.


“Ck...ck..., apa dia sedang menunjukan walau Om Wira tertangkap mereka masih berjaya? Kok tidak malu sih? Om Wira juga ketahuan korupsi, masih saja berpesta?” gumam Isyana lagi. 


“Semoga Mas Lana tidak melupakan Bian. Dia masih punya tanggung jawab Bian kan?” 


“Aduh kenapa aku mikirin mereka sih. Apa urusanya denganku? Mungkin keluarga Amanda yang menyelenggarakanya. Stop mengharap dan peduli mereka Isyana. Bian punya aku. Tapi kan Mas Binar bukan anak kandung Mas Binar, apa iya Mas Lana tidak malu kalau tidak peduli Bian? Ah pusing!” batin Isyana mengusir semua pikiran yang datang menyerangnya.


“Hhhh...,” Isyana menghela nafasnya dan meletakan ponselnya tidak mau pusing memikirkan Lana.


“Tunggu, apa jangan- jangan Mas Binar kondangan?” gumam Isyana lagi. 


Di saat yang bersamaan, Putri diantar Dina, ikut naik dan menyusul Isyana hendak tidur. 


“Thok... thook... Teh!” sapa Dina mengetuk pintu. 


“Ya Din, masuk aja!” jawab Isyana. 


Dina pun membuka pintu dengan satu tangan dan satu tangan menggendong Putri yang bersandar dengan mata sayu. 


“Kok minta gendong Kak Dina, Nak? Kasian Kak Dina lho! Turun sini?” tegur Isyana ke Putri.


“Mommy aku ngantuk!” ucap Putri lirih. 


“Sini... sini... sikat gigi dulu!” ucap Isyana menyambut Dina beralih menggendong Putri. 


Walau Putri matanya sudah redup Isyana tegas harus sikat gigi dan cuci- cuci dulu sebelum tidur. Setelah Putri berada dalam gendongan Isyana, Isyana membawanya masuk ke kamar mandi. Dina pun pamit keluar. 


“Tamunya udah pada pulang?” tanya Isyana. 


“Tinggal tamunya Tuan Besar, Teh. Yang ibu- ibu udah pulang!” 


“Oh ya udah, nenek udah makan kan?” 


“Udah...!” 


“Ya udah makasih, ya. Tidur! Besok sekolah kan?” 


“Ya Teh!” jawab Dina lalu pergi. 


Karena Tuan Priangga datang, Bu Dini tidak tidur bersama Putri, tapi menemani suaminya, bahkan sudah pamit besok ikut ke Ibukota.


Dina sendiri tidak berani tidur di kamar Isyana lagi, takut kejadian malam- malam ternyata Binar pulang. 


Malam ini, untuk pertama kalinya Isyana menjadi ibu dari dua anaknya dan tidur di ruang yang sama. Besok dan seterusnya akan begitu karena Bu Dini akan kembali temani suaminya.


Bian karena masih butuh suhu hangat masih belum di atas kasur tapi di inkubator dengan suhu ruangan tertentu. Nanti setelah beratnya lebih dari 2,5 kilo baru Isyana berani meletakanya di kasur yang sama dengan dirinya. 


Setelah Putri sikat gigi, Isyana masih tetap memberikan jatah kasih sayang Putri, membimbing Putri berdoa sebelum tidur, memeluk dan mengelus rambutnya agar terlelap.


Setelah Putri terlelap, barulah Isyana membersihkan dirinya sendiri, memakai krim malam perawatan tubuhnya. 


Selesai bersih- bersih Isyana masih ingat tugas kuliah. Isyana pun mengurungkan tidurnya, dia kemudian membuka laptopnya dan mengerjakan tugas kuliah. Jika dikerjakan, tugas memang tidak lama hanya satu jam, tapi cukup membuat pening. 


Selesai mengerjakan tugas, Isyana ingat sedari pulang dari rumah sakit sibuk menjamu dan bercengkerama dengan tamu. Isyana belum sholat.


Isyana kembali ke kamar mandi mengambil wudzu. Masih di dalam kamar Tiara bertiga dengan anaknya, Isyana menggelar sajadahnya, menunaikan kewajibannya, bersua pada Sang Pencipta karena Isyana sudah benar- benar bersih. Luka jahitanya juga sudah kering. 


Hanya saja, saat kemarin berkonsultasi ke dokter mengenai KB, Isyana belum jadi berKb. Dokter baru menjelaskan macam- macam kb yang tidak menganggu ASI. Isyana masih bingung dan menunggu diskusi dengan Binar hendak memakai metode apa. Selain itu, Binar kan katanya masih sampai satu bulan perginya. 


Setelah selesai salam, Isyana tidak langsung membuka mukenahnya. Isyana duduk bersimpuh, berdzikir dan berdoa. Karena lelah dan ngantuk, Isyana terlelap masih dalam keadaan duduk memeluk kedua lututnya.


“Eits...,” tiba- tiba Isyana oleh terbangun kaget. 


Dari belakang, tanpa permisi, seperti ada yang memeluk Isyana menangkup lutut Isyana juga. Bahkan langsung mengangkat Isyana yang masih memakai mukenah.


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 249"