Istri yang terabaikan Bab 246

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang suka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


Tanda tangan


Di kamar Amanda, dua insan yang sama- sama mencapai puncak kenikmatan, saling terkapar dengan nafas yang terengah- engah. Kali ini mereka sama- sama menyadari perbuatanya, tidak menyesal dan sama- sama menikmati. 


“Ehm...,” dehem  Amanda, canggung mau bicara apa. Dia kemudian beringsut memunguti pakaianya. 


“Maafkan aku!” ucap Lana membuka.


“Kita memang sudah suami istri kan sekarang?" jawab Amanda lirih, membenarkan apa yang mereka lakukan.


"Iyah!" jawab Lana.


"Papah semalam mencariku, dia punya persyaratan untuk kamu!” tutur Amanda kemudian. 


“Ya... aku sudah diberitahu! Katanya dia akan memberitahuku siang ini!” jawab Lana. 


“Ya sudah, cepat mandi dan temui mereka!” tutur Amanda. 


Lana pun mengangguk. 


“Kamu dulu yang mandi!” ucap Lana mengalah dan mendahulukan Amanda. 


Lana sadar dia tidak di rumahnya sehingga ada sesuatu yang menekan kesadaranya. Dia tidak bisa memerintah Amanda, seperti dia memerintah Mika dan Isyana.


Bahkan hal kecil seperti mandi yang biasanya Lana berteriak ingin dilayani, disiapkan dan diutamakan kali ini dia mengalah. 


Amanda yang memang si empunya kamar, berlenggang tanpa ragu. Amanda mandi lebih dulu, tanpa peduli Lana. 


“Huuuuft,”


Selepasnya Amanda masuk ke kamar mandi, Lana hanya bisa membuang nafasnya kasar dan menangkup kedua tangan mengusap wajahnya kasar.


Lana terbawa naapsu, tidak tahan dengan kemolekan tubuh Amanda, sekarang dia tidak bisa menghindar lagi. Lana harus menanggung semuanya, menjadi suami Amanda, harus terima semua aturan di rumah itu. 


Selagi menunggu Amanda mandi, Lana merebahkan tubuhnya di kasur Amanda sembari bermain ponsel. 


“Haiiisshhh... kurang ajar!” pekik Lana melotot, aib dirinya ternyata tersebar oleh perekam video amatir.


“Siapa yang berani melakukan ini, mati kamu. Apa Isyana melihatnya? Hooh..., dia pasti semakin membenciku? Isyanaku? Anakku? ” Gumam Lana panik masih kepikiran Isyana. 


Padahal Lana sendiri yang melakukan kesalahan, tapi sekarang setelah sadar, Lana malu mengingatnya.


Lana melihat ke kamar mandi. Amanda belum keluar, Lan pun hanya bisa memukul- mukul kepalanya melampiaskan kesalnya. Ingin memperbaiki keadaan, tapi semua sudh terjadi. 


Tidak berselang lama Amanda keluar mengenakan bathrubenya. Amanda memicingkan matanya menatap heran ke Lana yang tampak murung dan memukul- mukul sendiri kepalanya. Padahal muka Lana masih lebam.


“Ada apa?” tanya Amanda.


Lana tidak menjawab dan menyodorkan ponselnya. 


“Lihatlah!” ucap Lana. 


Amanda meraihnya, duduk sebentar di ujung kasur dan memperhatikan semuanya. 


“Oh Shyyyiitt!” geram Amanda kesal. 


“Hhh...,” Lana hanya mengulum lidahnya. 


“Aku harus penjarakan dan beri hukuman orang yang berani mencemarkanku!” gumam Amanda. 


“Ya...! Kita harus urus secepatnya” jawab Lana bangun dan cepat- cepat mandi.


Sekarang semua orang dulu menghujat Isyana semakin membuka mata. Lana dan Bu Mutia yang mengatai Binar dan Isyana cepat move on. Bahkan menuduh ada hubungan gelap, malah Lana yang terbukti berbuat asusila.


Lana juga sudah menikah dua kali padahal perceraian mereka belum genap satu tahun.


Amanda hanya bisa mengepalkan tangan. Lalu menghubungi orangnya untuk takedown berita dan mencari si pengunggah video.


Setelahnya Amanda berdandan sembari menunggu Lana. Mereka harus segera menemui ayahnya.


Selesai berbenah mereka turun. Di meja makan, Tuan Lukman dan Bu Mutia sudah menunggu.


Lana menatap aneh ke ibunya yang duduk tenang di sisi kanan mertuanya. Bu Mutia pagi ini tampak jauh lebih cantik, entah mengenakan pakaian siapa. Tapi Bu Mutia tampak berhias anggun dengan dress renda berwarna merah hati.


“Mamah,” lirih Lana. Bu Mutia tidak mendengar Lana dan hanya duduk tenang. 


Sementara Tuan Lukman tampak menyambut Amanda dan Lana dengan ramah, sangat berbeda dengan pertama mereka bertemu.


Saat pertama datang, Tuan Lukman menampakan sorot mata yang sangat mengerikan, tatapan matanya liar dan menghajar Lana brutal, untung saja segera dihentikan jika tidak habislah Lana. 


Pagi ini, tatapan Tuan Lukman begitu teduh, hangat dan ramah. 


“Silahkan duduk, Nak!” sapa Tuan Lukman. 


“Ya Om..,” 


“Lhoh kok, Om? Papah!” jawab Tuan Lukman memberikan respon baik ke Lana. Tuan Lukman meminta Lana memanggilnya Papah.


Lana pun mengangguk, “Iya, Pah!” jawab Lana. 


“Pagi, Pah, Tante,” Amanda ikut menyapa. 


“Dia sekarang, mamahmu!” tegur Tuan Lukman. 


Amanda mengangguk. "Iya Pah. Pagi Mah!"


"Agi!" jawab Bu Mutia mengangguk tersenyum.


Mereka kemudian mengangguk.


“Ayo... kita sarapan dulu!” ucap Tuan Lukman mempersilahkan Lana dengan ramah.


Lana dan Bu Mutia pun tersenyum menanggapi. Lana kembali merasa dihargai atas perhatian dan keramahan Tuan Lukman.


Mereka pun mulai menyantap sarapan.


Suasana sarapan hening, hanya suara piring dan sendok yang bertemu. Semua menikmai sarapan dengan hikmat hingga suapan terakhir. Setelah selesai, Tuan Lukman pun kembali memulai pembicaraan. 


“Ehm...” dehem Tuan Lukman. 


“Nak Lana,” 


“Iya Pah!” 


“Ayo kita ke ruang tengah, Papah ingin menyampaiakan sesuatu padamu!” ucap Tuan Lukman. 


Lana menatap ke ibunya, dan Bu Mutia tersenyum memberikan kode. 


“Iya Pah!” jawab Lana. 


“Amanda, boleh ikut, kan Pah?” tanya Amanda.


Tuan Lukman mengangguk. “Boleh! Ses Larasati juga boleh!” tutur Tuan Lukman. 


"Eima asih!" jawab Bu Mutia semakin tersanjung dianggap keberadaanya.


Mereka kemudian mengelap mulut mereka dengan tissu yang sudah disiapkan. Setelah selesai mereka berkumpul di ruang tengah. 


Tuan Lukman ijin ke ruang kerjanya mengambil berkas. 


Bu Mutia yang pikiranya sudah sangat lelah tidak banyak berfikir dan hanya mengharap, temanya yang kaya itu bisa memberikan perlindungan untuk anaknya dan dirinya. Bu Mutia ingin hidupnya tetap terjamin dan berkelas. Tidak peduli walau suaminya sudah hancur, antara hukuman mati atau penjara seumur hidup, Tidak ada yang bisa diharapkan. Bahkan untuk muncul ke publik, Bu Mutia sudah tidak punya nyali menyandang nama Wira Hanggara.


“Maaf, sebelumnya,” ucap Tuan Lukman bosa basi kembali datang.


“Iya Pah!” 


Tuan Lukman pun duduk di sofa tengah meletakan satu map file.

“Maaf Papah haris buat ini! Kalian menikah dadakan. Papah juga belum mengenal betul Nak, Lana. Papah harap kalian bisa mengerti kenapa Papah mengajukan ini"


"Amanda adalah anak perempuanku satu- satunya. Wajarkan jika aku mempunyai syarat untuk calon mempelainya?” tutur Tuan Lukman memulai misinya. 


“Ia!” jawab Bu Mutia mengangguk tersenyum. 


Lana yang wajahnya babak belur hanya mengangguk. 


“Kudengar, kamu sudah tidak bergabung dengan Suntech kan?” tanya Tuan Lukman lagi. 


Lana mengangguk lagi, “Iya, Pah!” 


“Aku harap perjanjian ini bisa membantumu!” ucap Tuan Lukman. 


“Memang surat perjanjian apa Pah?” tanya Amanda penasaran. 


“Tenang saja, Papah sudah memikirkan yang terbaik untuk kalian berdua, ini bentuk kasih sayang papah ke kamu, Nak. Percaya pada Papah. Aku orang tua. Papa harap, kamu mengerti, Nak Lana. Aku ayah dari seorang perempuan yang sudah kamu ambil mahkotanya!” tutur Tuan Lukman sok bijak, menembakan senjata ampuh ke Lana.


Lana semakin tidak bisa berkutik, dia memang salah sudah menodai Amanda.


“Silahkan baca!” tutur Tuan Lukman memberikan susunan syarat yang semalam dia pikirkan. 


Sementara Amanda sang mempelai, malah tidak tahu menahu dan hanya melirik penasaran.


Dengan sedikit gemetar, Lana mengambil surat itu. Dia pun mulai membacanya perlahan. Mendadak Lana terdiam, wajahnya berubah kaku, jakun Lana juga terlihat naik turun. 


Amanda yang di sampingnya semakin penasaran melihatnya. Tapi Amanda memilih menunggu. 


Isi perjanjian yang Tuan Lukman tulis adalah : 


Pernikahan harus diresmikan dan dipestakan, dengan semua biaya ditanggung pihak laki- laki dan di laksanakan di luar negeri. 


Tuan Lukman meminta sejumlah uang hadiah untuk Tuan Lukman  minimal 1 Trilyun. 


Setelah menikah, Lana wajib memberi nafkah ke Amanda setiap bulan minimal 100 juta rupiah. 


Amanda dan Lana harus tinggal di rumah Amanda. 


Lana bekerja di perusahaan Amanda di bawah kekuasaan Amanda. 


Melakukan pemisahan harta atau perjanjian pra nikah. 


Jika kelak di kemudian hari Lana menyakiti atau terbukti menyakiti Amanda atau mereka bercerai. Tidak ada pembagian harta gono gini. Yang milik Amanda tetap jadi milik Amanda, dan punya Lana menjadi milik Amanda. Lana harus keluar rumah dan keluar perusahaan dengan tangan kosong. 


“Gleg...,” Lana tercekat dan tanganya langsung mengelap keningnya yang mendadak berkeringat. 


Lana menelan ludahnya dan menatap ibunya. 


Amanda juga jadi semakin curiga. 


Tapi Tuan Lukman justru tersenyum santai. Ya, Tuan Lukman yang tahu calon menantunya punya uang ingin dia pergunakan untuk melunasi hutang judinya.


"Semua orang menikah ingin pernikahanya langgeng kan? Aku rasa itu semua kewajaran dan keharusan yang lumrah. Tidak memberatkan kan?” tanya Tuan Lukman lagi menggunakan bahasa yang halus.


“Memang apa isinya Pah?” tanya Amanda tidak tahan ingin tahu. 


“Biar ibu mertuamu baca dulu!” ucap Tuan Lukman melirik ke Bu Mutia. 


Bu Mutia didahulukan, jadi merasa tersanjung dan dihormati. Bu Mutia sangat senang diberi kesempatan ikut membaca.


Bu Mutia yang tau Lana sudah duda dua kali dan sekarang pengangguran pun tidak berfikir macam- macam. Bu Mutia masih berfikir Tuan Lukman kaya. Semua murni karena menyayangi Amanda anaknya dan ingin Amanda tidak cerai. 


Tentang uang nafkah, bagi Bu Mutia tidak masalah karena itu kewajiban. Bu Mutia yakin Lana bekerja di perusahaan Amanda akan sukses. Tentang uang hadiah 1 Trilyun, dia ama sekali tidak berfikir untuk apa uang pesta sebesar itu. 


Bu Mutia langsung mengangguk meminta Lana setuju. 


Tapi Lana yang pikiranya sudah sadar merasa keberatan dengan semua syarat di situ.


Bagi Lana, dia seperti dipenjara. Tinggal di rumah Manda, bekerja di perusahaan Manda. Nafkah bulanan yang besar padahal tidak tahu berapa gaji yang dia terima memimpin perusahaan Amanda.


Walau masih punya harta, Lana juga memperhitungkan. Dia masih punya hutang, juga memikirkan ayahnya. 


“Pah, boleh Lana minta waktu, untuk diskusi dengan Mamah saya!” ucap Lana meminta waktu berfikir. 


"Silahkan!"


Bu Mutia menampakan wajah sedikit cemberut tapi tetap mengikuti Lana. 


Mereka kemudian ke luar ruang tengah. Sementara Bu Mutia dan Lana keluar Amanda membaca semua perjanjian. 


**** 


“Mah... mamah apa- apaan sih? Itu perjanjian konyol. Lana menikah kan? Bukan jadi budaknya! Dia memeras kita!" omel Lana tidak suka jika harus bekerja di bawah kekuasan perempuan apalagi statusnya istri. Juga memberikan uang sebanyak itu.


Apalagi point terakhir, jika Lana terbukti menghianati atau menyakiti Amanda Lana harus keluar rumah dengan tangan kosong. 


Bu Mutia langsung menampakan muka tidak suka, lalu mengetik jawaban untuk Lana. 


“Mamah setuju. Mamah sudah pusing mengurus pernikahan dan perceraianmu. Ingat kamu sudah duda dua kali. Mamah berharap ini pernikahan terakhirmu. Menurut Mamah tidak ada yang salah. Kamu punya tempat tinggal, dan pekerjaan. Kamu tinggal adi suami yang baik untuk Amanda. Sudah! Obati sakitmu!” omel Bu Mutia sudah sangat mentok sampai tidak berfikir panjang.


“Tapi ini merugikan Lana, Mah. Uang kita untuk denda ke pemerintah dan urus papah juga banyak tersita, ini apalagi? Habis nanti uang kita?" 


“Justru itu. Tanpa menikah dengan Amanda. Uang kita juga akan habis. Tapi jika kamu menikah, setidaknya kamu punya keluarga. Punya mertua yang berpengaruh. Kamu harus punya pegangan dan tempat tinggal!” ucap Bu Mutia mantap.


“Dengan sisa uang yang ada, memang kamu yakin bisa dengan cepat bangkit jadi direktur? Pikirkan, ini kesempatanmu. Kamu ini langsung instan dan dapat istri cantik. Sudah cepat tanda tangani!” titah Bu Mutia. 


Lana terdiam memikirkan omongan ibunya, sementara Bu Mutia segera kembali. 


Amanda yang membaca surat perjanjian menguntungkan dirinya tentu saja setuju. 


“Bagaimana Larasati? Kamu setuju? Aku harap kamu mempunyai pemikiran yang sama denganku. Kamu ingin pernikahan anak kita langgeng kan?” tanya Tuan Lukman dengan tatapan penuh arti. 


Bu Mutia yang tidak tahu keuangan Lukman sedang terjerat hutang langsung mengangguk. 


Lana yang frustasi pun tidak punya pilihan. Dia pun menyusul ibunya dan mengatakan bersedia. Lana segera menandatangani semua perjanjian di hadapan Tuan Lukman, Amanda dan Ibunya.


“Bagus... dua minggu ini, kita siapkan semua pernikahanya. Cukup kan?” tanya Tuan Lukman. 


Lana melirik Amanda.


“Cukup Pah... tapi Amanda dan Lana masih harus membereskan satu masalah!” tutur Amanda. 


"Masalah apa?" tanya Tuan Lukman.


Lalu Amanda pun menceritakan masalahnya. 


“Itu masalah gampang, suruh pihak media, takedown. Kita umumkan rencana pernikahan kalian!” ucap Tuan Lukman enteng. 


Lana dan Amanda pun mengangguk patuh. 


“Ya sudah, Papah masih ada urusan. Persiapkan pernikahan kalian dengan baik ya!” ucap Tuan Lukman. 


“Ya Pah!” jawab Amanda dan Lana.


Tuan Lukman membawa surat perjanjian bermaterai itu berlenggang pergi. Sesampainya di ruang kerjanya.


Tuan Lukman langsung tersenyum, menelpon temanya. Kalau dia akan segera melunasi hutang akibat kalah judinya dengan temanya menggunakan uang Lana.


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 246"