Istri yang terabaikan Bab 232

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


Bian


“Isya aja yang ikut ambulance, Mah,” tutur Isyana dengan gugup begitu mendengar penjelasan dokter. 


Bu Dini pun tersenyum mengangguk. 


"Kamu yakin baik- baik saja?" tanya Bu Dini. Sebab katanya naik ambulance rasanya pusing.


"Isyana sangat baik Mah!" jawab Isyana semangat tidak peduli apapun.


Berdasar  penjelasan perawat dan dokter, bayi Isyana boleh dan transportable untuk alih rawat ke kota B. Tentunya dalam perjalanan tetap didampingi dokter dan perawat juga alat- alat medis. 


“Oke.. Mamah telpon Saka agar mengurus persiapan di rumah sakit tempat dia dirawat nanti ya!” tutur Bu Dini. 


“Iya, Mah!” jawab Isyana. 


Isyana sangat bahagia sampai tanpa sadar air matanya keluar. Walau masih membutuhkan berbagai alat kesehatan, tapi bayi Isyana sebentar lagi akan dekat dengan tempat tinggal Isyana. Isyana bisa menemui bayinya dan tetap bisa kuliah. 


“Baiklah, tunggu Mamah telpon Saka ya!”  tutur Bu Dini hendak bangun. Tapi kemudian terhenti oleh perawat.


“Maaf Nyonya, boleh saya beritahu?"


"Ya?"


"Untuk rumah sakit rujukan alih rawatnya, kita sudah komunikasi dengan pihak sana, sejak Tuan Binar memberikan pilihan rumah sakitnya. Pihak rumah sakit Pelita juga sudah memberi jawaban dan sudah menyiapkan semua peralatan untuk bayi Rasya Bian, Nyonya!” tutur Perawat memberitahu.


Ternyata oleh campur tangan orang Binar, antar rumah sakit sudah saling berkoordinasi merawat bayi Isyana.


“Oh begitu?” jawab Bu Dini kemudian duduk lagi. 


“Terus apa yang perlu kami siapkan, Sus?” tanya Isyana. 


“Cukup selesaikan administrasi dan dampingi bayi selama proses perjalanan! Kita yang siapkan semuanya dan kita juga akan tetap dampingi!” jawab Perawat. 


“Baiklah, dimana saya bisa selesaikan administrasinya? Habis berapa?” tanya Bu Dini hendak bertanggung jawab. 


Mendengar itu, Isyana langsung menoleh dan menyentuh lutut Bu Dini. “Isyana saja, Mah! Ini tanggung jawab Isyana,” 


“Kenapa memang kalau Mamah yang bereskan? Dia cucu Mamah, kamu tunggu di sini!” jawab Bu Dini. 


Perawat yang melihat menantu dan mertua itu berebut membayar langsung memotong. 


“Maaf, Nyonya, boleh saya menyela lagi?” 


“Ya!” jawab Isyana dan Bu Dini bersamaan menoleh ke perawat. 


“Administrasi yang saya maksud adalah menandatangani beberapa berkas rekam medis. Kalau untuk biaya rumah sakit, semua sudah diselesaikan Tuan Binar di muka. Malah ada simpanan sisa di kami!” jawab perawat lagi.


Kembali lagi sebelum pergi Binar sudah mengurus semuanya dan memudahkan Isyana.


“Oooh begitu?” jawab Isyana dan Bu Dini mengangguk.


Isyana benar- benar merasa sangat bahagia dan tidak menyangka suaminya sejauh itu memikirkannya.  Sepertinya keraguan Isyana memang harus dihempas. Dia harus percaya suaminya sepenuhnya.


Perawat kemudian menyodorkan beberapa halaman yang perlu Isyana tanda tangani.


Sekitar 30 menit menunggu, bayi Isyana dipindahkan ke inkubator transpor. Bu Dini dan Isyana mengikutinya. 


Lalu Bu Dini mengendarai mobil pribadi bersama supir dan ajudan dari suaminya mengawal ambulan.


Sementara Isyana masuk ke mobil ambulan, bersama tim rujukan dan ikut mendampingi Bian kecil. 


Siang itu, mereka pun bertolak ke kota B, walau tanpa Binar dan tanpa sepengetahuan Lana ataupun Bu Mutia. 


**** 


Di Ibukota. 


Lana dan Bu Mutia juga sudah keluar dari rumah sakit. Akan  tetapi Bu Mutia tidak pulang ke rumah dinasnya. Sejak penangkapan suaminya, rumah Dinas dipenuhi karyawan. Sudah pasti juga, jabatan Tuan Wira akan segera disidang dan dicopot. 


Sepanjang hari, di semua stasiun televisi dan juga media sosial, tayangan Tuan Wira beserta temanya, berseragam dengan label tahanan berseliweran. Bahkan menjadi topik utama. 


Mereka juga tidak berani pulang ke rumah Lana. Karena pasti akan terganggu privasinya.


Mereka pulang ke Vila punya Amanda. Kesalahan Amanda menjadi bumerangnya, terjebak, menjadi terikat dengan Lana dan Bu Mutia. 


Setelah mereka membuat kesepakatan kerjasama juga membahas taktik mengalahkan Binar. Amanda membawa Bu Mutia dan Lana tanpa ada orang yang tahu. Vila Amanda juga tidak berada di kota, melainkan di sebuah pedesaan di luar Ibukota. 


“Sementara kalian bisa tinggal di sini!” ucap Amanda ke Lana dan Bu Mutia. 


“E_i-a a-ih, ak,” tutur Bu Mutia tersenyum dan menggerakkan tanganya tanda terima kasih. 


“Iya, Tante, sampai Tante sehat kembali, dan beritanya meredup. Tinggallah di sini!” tutur Amanda pelan dan lembut ingin menebus kesalahanya ke Bu Mutia.


“Tidak perlu berterima kasih Mah!” sahut Lana ketus ke Bu Wira, lalu menoleh ke Amanda. 


“Kamu nggak usah GR, Nda! Ini tidak akan cukup untuk menggantikan luka ibuku!” celetuk Lana. 


Lana tetap saja tidak punya rasa terima kasih pada Amanda dan tetap menyalahkan Amanda. Lana juga tidak suka saat tahu Amanda ada niat membunuh Isyana. 


“A-na!” Walau dengan suara gagap, Bu Mutia tetap membentak dan menegur Lana. 


Sementara Amanda diam dan mengepalkan tanganya sangat kesal. Perkataan Lana seperti suara kucing bertengkar dan membuat kuping Amanda panas. “Gue tahu gobolog.. lo kira, gue begini karena gue baik? Gue juga ogah sebenarnya, gue terpaksa begini?” batin Amanda mengeratkan rahangnya tapi tetap diam malas bertengkar di hadapan Bu Wira.


Amanda bukan hanya kesal tapi sebenarnya sangat jengah harus berurusan dengan mereka. Tapi Amanda sangat takut dipenjara dia memilih menjadi budaak Lana sementara waktu. 


“Mah, mamah jadi nggak bisa ngomong karena dia. Kita jadi begini.” jawab Lana protes.


“I_ni, a_e_,na, I_nal!” jawab Bu Mutia menyanggah dan menyalahkan Binar. 


Amanda masih tetap diam. Lana kemudian mengepalkan tanganya mendengar nama Binar. Semua kesialan dan kegagalan Lana memang karena Binar, termasuk tidak bisa memiliki Isyana. 


“Hhhh... dimana kamar tidurku?” tanya Lana kemudian. Dia sudah malas berdebat dan ingin segera istirahat.


“Aku antar, Tante dulu! Tunggu!" jawab Amanda ke Lana.


“Ini kamar Tante, sebentar lagi pelayan yang akan temani tante datang!” tutur Amanda lagi sesampainya di kamar Bu Mutia

Bu Mutia mengangguk, lalu Bu Mutia segera masuk dan Amanda pergi. Sekarang giliran mengajak Lana ke lantai atas. 


“Ikut gue!” ajak Amanda. 


Lana hanya menggerakan matanya setuju lalu mengekor Amanda menaiki tangga. Ke vila lantai dua yang menghadap ke pegunungan indah. 


“Ini kamarmu. Kamu boleh tinggal di sini, sampai suasana kondusif!” tutur Amanda. 


“Tidak ada batasan waktu, sampai ibuku sembuh dan kembali normal! kamu berhutang.” jawab Lana tetap tidak terima dan merasa semua kebaikan Manda kurang. 


Amanda semakin tidak tahan, karena dia dan Lana sepadan, Amanda akhirnya berani membantah dan melawan. 


“Kamu bisa kan tidak menyalahkanku? Aku menyesal sudah menyelakai ibumu. Tapi aku tidak sengaja!” ucap Amanda akhir juganya. 


“Tetap saja, nyatanya kamu mencelakai ibuku. Dan kamu harus baya semua!” 


“Ya oke. I know about it!” jawab Amanda berani. “Itu sebabnya aku menolongmu. Kamu pikir untuk apa aku menolongmu. Kamu harusnya bersyukur aku masih membantumu! Apa kamu tidak ingin lihat apa yang sekertarismu lakukan?” tanya Amanda pecah emosinya. 


Lana langsung mendelik dan tersentak baru sadar. Orang yang selalu mengikuti perintahnya, Arbi. Kenapa dia tak menampakan batang hidungnya. 


“Apa yang kamu maksud Arbi?” tanya Lana. 


“Ya!” jawab Amanda.


Lana terdiam. 


“Kamu pikir kenapa? Binar dan papahnya bisa sesukses ini mengetahui semua kebusukan ayahmu? Hah?” tanya Amanda. 


Lana masih diam. 


Amanda kemudian mendekat. Lalu menyalakan televisi. Dan menyambungkan ponselnya.


Amanda mempunyai informan juga di Suntech yang mengabarkan kalau Tuan Priangga sedang mengumpulkan para pemegang saham untuk segera mengembalikan saham Tuan Wira dan mempromosikan Arbi. 


“Hhrrgh!” Emosi Lana tersulut. “Arbi...kamu serigala berbulu dombaa!” batin Lana  tanganya mengepal dan wajahnya memerah hendak mengamuk. 


“Ingat ini rumahku dan jangan pecahkan satupun barang - barangku!” tutur Amanda berani menatap Lana tajam. 


Lana semakin tersentak seperti anak balita yang hendak mengamuk dan diberi peringatan gurunya. 


“Kamu harusnya sadar Lana. Percuma di sini kamu teriak dan mengamuk. Tidak ada yang berubah, istrimu, sekertarismu semua menghianatimu dan meninggalkanmu, jadi bersikap baiklah padaku!” tutur Amanda ternyata pintar dan tidak mau terus di bawah kendali Lana. 


Lana masih menahan emosinya dengan nafas yang memburu. 


“Apa kamu punya wine?” tanya Lana seperti cacing kepanasan dan ingin minum alkohol. 


Amanda tersenyum. 


“Kita bisa minum bersama nanti. Tapi tidak di sini!” jawab Amanda. 


“Aku ingin sekarang!” 


“Tidak ada!” jawab Amanda. 


“Dimana aku bisa mendapatkannya?” tanya Lana sangat ingin melampiaskan emosinya dengan anggur padahal dia baru sembuh. 


“Vila ini lama tak dikunjungi, aku tidak menyimpan alkohol. Kita harus pergi ke luar untuk mendapatkanya!” jawab Amanda. 


“Aku ikut denganmu!” jawab Lana. 


“Berjanjilah kau tidak terus menyalahkanku!” tutur Amanda lagi. 


“Oke. Oke aku tidak akan menyalahkanmu! Tapi bukankah kita sepakat untuk menghancurkan Binar? Kamu ingin balaskan sakit hatimu begitu juga aku, kan?” jawab Lana. 


Amanda mengangguk. 


“Bersiaplah!” jawab Amanda meminta Lana untuk bersiap jika ingin pergi denganya. 


Lana mengangguk dan masuk ke kamar mandi. Amanda sendiri pergi ke kamarnya. Hari itu mereka berdua pergi bersama, termasuk sama- sama mencari alkohol di bar langganan Lana. 


****


Di Kota B


“Omaaa...,” pekik Putri senang karena pagi yang antar sekolah Dina dan mbak Nik yang jemput tenyata Oma Dini. 


“Cucu oma...yang cantik.. Oma kangen! Sudah selesai sekolahnya?” tanya Bu Dini berjongkok dan merentangkan tanganya menyambut Putri. 


Putri langsung memeluk Bu Dini. 


“Oma mau nginap di rumahku lagi?” tanya Putri. 


Bu Dini mengangguk. “Ya.. kalau Putri mengijinkan!” jawab Bu Dini mengetes Putri. 


“Tentu saja boleh. Putri sangat senang kalau di rumah ramai, ada Nenek, ada Oma, ada Kak Dina.. oh ya Mommy sama Daddy mana? Mereka pulang bersama Oma kan? Kata Mommy, mereka tidur di rumah Oma?” tanya Putri ceriwis. 


Bu Dini hanya tersenyum tidak menjawab. 


“Oma punya kejutan buat kamu!” 


“Oh ya?” 


“Ikut Oma yuk!” tutur Bu Dini bangun dari jongkoknya dan memberikan tanganya untuk digandeng Putri.  


“Kemana?” tanya Putri. 


“Ayoo!” jawab Bu Dini. 


Bu Dini hendak mengajak Putri ke rumah sakit melihat si kecil Bian.


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 232"