Istri yang terabaikan Bab 231

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


Tidak Dibalas.


“Terima kasih ya, Nak!” tutur Bu Dini tiba- tiba. 


“Ha..?” 


Isyana yang sedang sibuk membalas pesan suaminya kaget dan terbengong.


Begitu Binar pergi, Bu Dini segera mengajak Isyana berangkat juga ke rumah sakit.


Isyana yang sudah cantik mengenakan gaun berwarna biru muda, parfum yang wangi dan wajah dengan make up tipis, langsung mengangguk iya. 


Isyana masuk ke dalam mobil Bu Dini. Tidak banyak bercakap, karena Isyana langsung disibukan dengan ponselnya. Ya, bayi tua Isyana memenuhi janjinya, bahkan melebihi tuntutan Isyana, memberikan kabar setiap aktivitasnya, bahkan baru beberapa menit mereka berpisah Binar sudah memberondong Isyana dengan banyak aturan dan pertanyaan. 


Tiba- tiba, Bu Dini yang sedari tadi Isyana abaikan, tidak ada angin dan hujan melontarkan ucapan terima kasih, tentu saja Isyana kaget dan bingung.


Bu Dini kembali mengulaskan senyum melihat raut terkejut dari Isyana. 


Sementara Isyana justru seperti mendapat teguran dengan ucapan Bu Dini.


Dia baru sadar, kalau dia terlalu fokus dengan ponsel dan serasa dunia hanya ada dia dan suaminya. Isyana lupa, kalau di sampingnya ada seorang ibu, yang jasanya begitu besar, perlua dia hargai keberadaanya dan perlu diajak bicara. 


"Terima kasih apa Mah?" tanya Isyana.


“Terima kasih, karena kamu sudah mencintai Putraku,” sambung Bu Dini lagi. 


Ternyata sedari tadi Bu Dini memperhatikan Isyana yang senyum- senyum sendiri memegangi ponselnya.


Isyana menelan ludahnya semakin tidak nyaman dan merasa bersalah. Walau sedang mengetik pesan, dia langsung memasukan ponselnya ke tas. 


“Kenapa Mamah terima kasih, ke Isya? Isyana yang harus terima kasih, ke Mamah,” jawab Isyana kini menghargai Bu Dini dan mengabaikan Binar. 


Bu Dini tersenyum lagi. 


"Kamu tahu? Setiap hari, saat itu, Mamah selalu bertanya pada Tuhan, salah apa aku dan ayahnya Binar? Kenapa harus Binar yang menanggungnnya. Mamah merasa, Binar sangat malang. Kenapa harus dia? Masa dimana orang lain menikmati tahun- tahun keemasan menjadi keluarga. Binar harus diuji begitu berat dengan bolak- balik ke rumah sakit?"


"Mamah berfikir, kenapa harus dia yang menanggung dosa dari semua kesalahan kami yang tidak kami tahu. Mamah lihat dia selalu diam dan menundukan kepala dengan raut lelahnya. Dia kurang tidur tegang dan juga terlihat sangat lelah. Beban berat jelas tergambar. Mamah sangat takut, bagaimana Binar bisa kuat menghadapi semua itu, dan bagaimana dia bangkit? Setiaap saat Mamah hanya meminta, Tuhan menguatkan hati Binar,” tutur Bu Dini dengan mata berkaca- kaca. 


“Ehm...,” Isyana yang mendengarnya tertegun menunduk dan mendengarkan dengan hikmad. 


“Tapi lihatlah,” sambung Bu Dini tersenyum. 


“Dia sangat bersemangat saat bersamamu! Benar- benar di luar dugaan Mamah!” sambung Bu Dini menoleh  ke Isyana. 


Hati Isyana mengembang dan pipinya merona merah tersipu.


Tapi Isyana tidak punya keberanian menjawab, takut salah kata dan terlalu ge_er menjawab pernyataan Bu Dini.


Walau sudah menjadi mamahnya, di mata Isyana, Bu Dini tetaplah sosok yang sangat dia kagumi dan dia segani. 


“Terima kasih ya!” tutur Bu Dini terus mengulang dan meraih tangan Isyana. 


Isyana menelan ludahnya, otaknya bekerja, menyusun kata, dan merangkainya. Dia harus menanggapi ungkapan hati mertuanya. Dia pun, dengan segenap hati yang penuh haru dan syukur mulai menuturkan hasil rangkaian kata di otaknya.


“Itu karena memang Mas Binar kuat, Mah. Dan semua itu karena doa tulus dan cinta dari Mamah Alloh kan Maha mendengar. Bukankah langit dan semesta selalu mengabulkan tengadahan dan air mata doa seorang ibu, Mah?"


"Itu berkat Mamah yang sayang dan terus mendoakan Mas Binar, bukan karena Isyana. Isyana hanya orang yang beruntung, yang Tuhan pilih untuk ikut mendapatkan berkah atas kebaikan Mamah, Isyana beruntung kenal dan bertemu Mamah.bIsyana yang harus berterima kasih ke Mamah!” jawab Isyana merendah dan tidak mau berbesar hati jika di hadapan Bu Dini. 


Ya, walau di hadapan Binar dia diratukan dan bebas meminta apa saja. Isyana tidak berkutik jika bersama Bu Dini.


Dibandingkan dari segi apapun, Isyana menyadari, tahta tertinggi, perempuan yang paling berhak dimuliakan Binar, perempuan yang paling berjasa untuk Binar, Bu Dini. Bukan dia. 


Bu Dini tidak menjawab dan hanya tersenyum. 


“Apa yang kalian lakukan di ruang bawah?” tanya Bu Dini lagi. 


“Gleg!” Isyana terdiam dan menelan ludahnya. 


Isyana gelagapan, bagaimana menjawabnya. Kekhawatiran Binar benar, papah mamahnya pasti tanya, untung Isyana tidak jadi meminjam alat perusahaan. Datang ke ruang bawah tanah saja ditanya.


Isyana tidak menjawab karena tidak mungkin kan bercerita kalau dia termakan curiga dan cemburu buta ingin menguntit Binar bekerja. 


“Emm...kami... kami!” jawab Isyana bingung. 


Bu Dini pun tanggap, laangsung menepuk lutut Isyaa tidak menuntut jawaban. 


“Jadi istri Binar harus banyak sabar yah!” lanjut Bu Dini lagi. 


Isyana tidak jadi menjawab dan mengangguk. 


“Mamah tahu, pasti kamu kaget dengan kehidupan barumu. Banyak yang harus kamu mengerti dan korbankan. Kamu masih muda seharusnya bekerja meraih cita- citamu, tapi kamu harus menjadi ibu dari dua anak, sudah sebesar Putri lagi,"


"Kamu juga dituntut jadi istri mandiri, Binar sering sibuk. Padahal kamu sendiri harus bekerja keras menyelesaikan kuliahmu.” 


“Menjadi istri Binar juga harus siap menerima hujatan dan fitnahan. Butuh hati yang kuat dan kepercayaan yang banyak untuk kamu lalui semua ini! Kamu punya itu semua kan?” sambung Bu Dini lagi. 


Isyana mengangguk menerima semua penuturan dan pertanyaan Bu Dini. 


“Insya Alloh Mah! Isyana percaya Mas Binar!” jawab Isyana lembut. 


Bu Dini mengangguk dan menghela nafasnya lega. 


“Terima kasih karena sudah percaya putraku. Mamah pun percaya dan yakin, Binar adalah orang yang bertanggung jawab atas ucapanya!” tutur Bu Dini lagi. 


“Iya Mah!” 


“Jadilah istri yang amanah, pernah dengar kan? Kata orang di balik pria yang sukses ada yang wanita yang hebat. Jadilah wanita hebat itu yang terus percaya suaminya, mendorongnya dan terus mendoakan suaminya agar selalu dalam jalan yang benar,  bernafas dalam pelukan dan cinta kasih Tuhan Allah SWT, bantu dan ddmpingi Binar ya!” pinta Bu Dini lagi. 


Isyana mengangguk dan memberikan senyum. Perkataan Bu Dini, seperti amanah besar dari seorang ibu.


“Insya Alloh Mah. Semoga Isyana bisa!” jawab Isyana.


Bu Dini tersenyum tapi tak berkata lagi, Bu Dini hanya tampak menghela nafasnya. Lalu menerawang jauh ke depan. 


Isyana menyelipkan rambutnya sembari menunduk, berfikir dan mencerna maksud Bu Dini,


“Apa Bu Dini tahu kalau aku sedang dihantui cemburu dan perasaan curiga?”


Isyana semakin tersentak, malu sekali kalau Bu Dini tahu perasaan Isyana.


Walau tidak secara lugas, dan hanya tersirat, nasihat Bu Dini sungguh menampar dan menyadarkan Isyana.


Ya seharusnya Isyana lebih banyak percaya pada suaminya dan berbaik sangka, tapi rasa sakit dan trauma Isyana seperti memburu dan terus menghantuinya. Bagaimana Isyana bisa menguraikan semua rasa dan kegelisahan itu. 


Tapi bukankah, tanda tanya yang memenuhi hati harus Isyana uraikan agar tidak menjadi beban yang menyesakkan. Bukankah bertanya pada orang yang berpengalaman dan berilmu lebih tepat dari pada berprasangka dan mengikuti bisikan setan? Bu Dini kan banyak pengalaman, sebelum menikah dengan Binar, Bu Dini kan juga ibu asuhnya.


Isyana memilih cerita.


 “Mah!” panggil Isyana kemudian. 


"Ya, Nak?” 


“Apa Isyana boleh tanya?” tanya Isyana pelan. 

“Ya... silahkan! Tanya apa?” 


“Apa Mamah pernah cemburu?” tanya Isyana ragu- ragu. 


Bu Dini tertawa kecil, lalu menatap Isyana. 


“Tentu saja, Nak! Mamah juga cemburu karena Binar lebih banyak tertawa denganmu dari pada dengan Mamah,” jawab Bu Dini di luar dugaan Isyana. 


Isyana yang mau curhat malah jadi melempem. 


Bu Dini pun segera menangkap raut malu Isyana. 


“Tapi, kan Mamah cinta Binar, walau anak mamah banyak. Binar satu- satunya yang lahir dari rahim Mamah. Cinta mamah menghapus cemburu Mamah. Asal Binar bahagia, Mamah bahagia,” jawab Bu Dini. 


“Bukan cemburu yang seperti itu, maksud Isya Mah!” jawab Isyana lirih, jawaban Bu Dini tak memuaskan Isyana apalagi meredam kegelisshanya.


Bu Dini semakin terkekeh, Bu Dini tahu maksud Isyana. 


“Ya mamah tahu, tentu saja, pernah? Apa kamu sedang cemburu?” tanya Bu Dini. 


Dengan mengumpulkan keberanian dan membuang malu. Isyana mengangguk. 


"Sama siapa?" tanya Bu Dini.


Isyana tidak menjawab. Tapi Dini paham.


“Cemburu itu, bagus Nak. Tapi harus pada tempatnya dan harus hati- hati. Cemburu bisa menjadi petaka jika kita tidak bisa mengolahnya,”  jawab Bu Dini. 


“Maaf, Mah. Kalau boleh Isyana cerita. Isyaa belum lama kenal Mas Binar. Isyana takut...Isyana,...,” tutur Isyana tersendat, Isyana ragu mau cerita atau tidak.


“Kamu takut, Binar selingkuh maksudnya?” tanya Bu Dini mempertegas.


Isyana mengangguk malu. 


“Kenapa?” 


“Karena Mas Binar tampan, mapan dan punya segalanya, Isyana tidak punya apa- apa? Di luar kan banyak yang lebih dari Isyana,” jawab Isyana dengan jujur. 


Bu Dini kemudian tertawa. 


“Kita punya agama kan?” tanya Bu Dini lagi. 


Isyana mengangguk. 


“Pernah dengar? Allah itu sesuai dengan prasangka hambaNya?” 


Isyana mengangangguk lagi.


“Kalau resep mamah awet sama Papah. Pertama Komitmen, komunikasi, percaya dan berbaik sangka. Mau mamah jelasin?"


"Iya Mah!" jawab Isyana cepat.


Bu Dini mengangguk dengan bola matanya terbang ke masalalu.


"Dari awal Mamah Papah buat kesepakatan, kita buat perjanjian kalau sampai di antara kita kelak ada yang ketahuan selingkuh, mamah komit berpisah dan mamah nggak akan bisa tolelir. Papah bersedia dengan kesepakaatan itu. Kamu juga perlu komunikasi dengan baik dari hati ke hati dengan Binar. Tidak harus sama dengan Mamah Papah bikin kesepakatan sendiri, yang keduanya bersedia menanggung konsekuensinya!” 


“Selanjutnya percaya! Kalau kita nggak punya kepercayaan, selamanya kamu akan tersiksa dengan rasa curiga. Hidupmu nggak akan tentram. Yang ada sakit. Mamah percaya Papah akan selalu pegang janjinya dan berfikir apa konsekuensi yang dia tanggung jika melakukan kesalahan itu,” 


“Ketiga berbaik sangka. Berbaik sangka terhadap takdir kita dan pasangan kita. Dicurigai berlebihan laki- laki tidak nyaman. . Mamah selalu memegang rumus. Kejahatan tidak akan abadi dan pasti akan hancur.


Msmah yakin, tanpa mamah susah payah, pasti Alloh tolong kita dan tunjukan siapa yang jahat ke kita.,"


"Mamah nggak pernah cari tahu tentang papah. Mamah nggak mau nyakitin hati Mamah karena tergerus curiga. Mamah Cuma selalu berdoa kalau Papah salah mohon tunnjukan jalan yang benar!” tutur Bu Dini panjang. 


Isyana terus mendengarkan, walau sebagian ada penerimaan juga masih ada yang mengganjal. 


“Berarti kalau kita waspada dan curiga salah ya Mah?” tanya Isyana kemudian. 


“Bukan salah. Waspada harus, kan balik lagi komunikasi. Mamah cuma nggak mau membebani hidup mamah, terforsir oleh pikiran buruk sendiri, merajalela berkembang sendiri sehingga membuat kita jauh dari kebaikan."


"Kalau bohong?"


"Mamah selalu letakan urusan itu pada Allah. Kalau bohong tunjukan kebohonganya! Dan sebagai perempuan kita juga harus kuat dan terbiasa mandiri! Tegas dalam ambil keputusan agar pasangan juga berfikir dua kali bertindak, mengerti?" 


“Iya Mah. Makasih, Mah!” 


"Masih takut Binar selingkuh?" tanya Bu Dini


Isyana tersipu.


“Kalau Binar mau selingkuh, dia tidak nikahin kamu, Nak. Kalau dia selingkuh dari dulu!"


"Maaf kalau mamah nyinggung kamu. Buat apa Binar memilih kamu yang hamil dan habis melahirkan sementara banyak perempuan yang masih single dan cantik. Iya Kan? Percaya Binar memilihmu dia sudah berfikir tentang tanggung jawab pilihanya!” 


“Iya Mah!” 


“Percaya dong!” 


“Iya Mah!” 


"Doakan dia terus. Jadilah istri seperti yang mamah bilang tadi!"


"Iyah!" jawab Isyana.


Isyana yang sekarang mengerti nasehat Bu Dini, dia pun berusaha memaksa dirinya membuang semua insecurenya. Dia juga tidak lagi ngotot membuka ponselnya. 


Karena banyak ngobrol, macet tidak mereka rasakan dan ternyata mereka sudah sampai rumah sakit. 


Bu Dini dan Isyana pun segera turun. 


**** 


“Ck.... kok nggak dibalas sih? Ini gimana sih? Katanya mau tau semua tentang aku? Malah nggak dibalas?” gumam Binar di pesawat kesal, sudah 5 pesanya tidak dibalas Isyana.  Dia kan mau lepas landas, mau mode pesawat dan menempuh perjalanan panjang. 


“Bang Binar kenapa?” tanya Arya bingung melihat Binar gelisah dan bicara sendiri. 


“Nggak pa- pa!” jawab Binar singkat.


Lalu menutup kupingnya dengan penutup kuping yang di sediakan di pesawat. Binar sangat kesal. Katanya Isyana tidak mau ditinggal dan sampai ingin pegang alat penghubung. Tapi sekarang cuekin Binar.


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 231"