Istri yang terabaikan Bab 226

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


Ke Luar Negeri


“Oh.h..,” Binar me_lenguh, dalam pelepasanya dan mengejang sesaat. Dia cukup merasa mendapatkan apa yang dia ingin walau tak sempurna.


Isyana menelan ludahnya dan mengatur nafasnya yang terengah- engah. Dia masih tidak menyangka bisa ikut larut dalam setiap perintah Binar. Ternyata kehidupan bersuami istri untuk bisa saling menyenangkan banyak seni dan caranya. Pantas saja dia dan Lana tak pernah akur, dia tak kenal hal semacam itu.


Tidak peduli Binar yang tampak melemas masih berbaring di bathub, Isyana segera bangun dari menuju shower untuk membersihkan dirinya dan badanya. 


Selepas Isyana pergi, Binar kemudian membuka kunci pembuang air di bathubnya, membuang semua air dan menggantinya dengan air yang bersih lagi.


Dia masih ingin berendam di air hangat agar tubuhnya bugar kembali. Sementara Isyana merasa sudah sangat risih. Ingin segera bersih dan keluar kamar mandi.


Binar senyum- senyum sendiri melihat bayangan tubuh Isyana di balik kaca trasnparan di depanya itu. Selalu terlihat indah dan menggoda. Dia tidak menyangka menikahi janda rasa ingusan. Isyana begitu lugu dan lucu.


“Udah maghrib Mas, nggak usah senyum- senyum! Kesambet lho!” ucap Isyana sekarang galak karena tahu Binar terus menatapnya.


Isyana segera mengenakan bathrobe dan keluar kamar mandi. 


“Ya...,” jawab Binar singkat dia dtinggal sendirian.


Binar pun segera membersihkan tubuhnya dan melilitkan handuk di pinggangnya. Lalu menyusul Isyana keluar. 


Isyana sedang tampak kebingungan di ruang ganti. Itu kan kamar asing untuk Isyana. Walau itu kamar suaminya, Isyana tidak lancang dan tidak berani asal buka kunci sebelum Binar datang.


Isyana juga tidak bawa pakaian ganti. Tapi kalau pakai pakaian yang sebelumnya masa istri seorang Binar tak ganti pakaian. Jadi Isyana hanya duduk mematung.


Begitu Binar datang Isyana langsung bangun mendekat.


“Ma.as?” panggil Isyana pelan. 


“Hemmm... apa? Mau lagi?" jawab Binar berdehem dan menoleh. 


“Ihh apaan sih! Isya nggak bawa baju ganti!” jawab Isyana cemberut.


Binar diam, dia lama tidak tinggal di rumah orang tuanya apalagi memeriksa lemarinya. Dia lupa dimana letak menata pakaian untuk istrinya, apa pakaian Tiara masih ada atau tidak, tapi pasti kebesaran kalau dipakai Isyana tingginya jauh berbeda. Kenapa mereka tidak kepikiran beli saat di perjalanan tadi.


“Maaf, Sayang! Mas lupa. Mas telponin Mamah dulu ya!” jawab Binar. 


“Nggak usah, kalau gitu aku pakaian ini lagi aja!” jawab Isya sangat menerima dan mengalah tidak banyak protes.


“Ssh... enak aja. Jangan! Bau. Kamu harus ingat. Kamu itu istriku. Tubuhmu, milikku. Harus kamu jaga! Buang baju itu!” jawab Binar enteng. 


Isyana hanya mendesis. Enak aja asal buang baju. 


Tanpa banyak berkata, Binar memeriksa semua lemari yang ada di ruang gantinya. Ternyata semuanya hanya pakaian Binar dan benar pakaian Tiara sudah diangkut ke kota B semua. 


walk in closet di rumah Binar.


“Udah gitu aja dulu, nggak usah pakai baju! Seksi kok! Maas suka!” jawab Binar malah meledek Isyana


“Issshh,” desis Isyana kesal.


Untung handuk yang tersedia berbentuk baju Isyana tidak kedinginan. 


“Isyana mau pulangg Mas, risih juga masa nggak pakai dalaman. Cuma pakai ini? Ini udah mulai kenceng dan penuh lagi lho, gara- gara mas!” jawab Isyana protes dan risih, membusungkan dadanya memberitahu dia butuh penyangga. 


Sungguh, sebenarnya Isyana yang masih masa pemulihan merasa lelah sangat, malas dan juga tidak nyaman. Tapi Binar terus mengejarnya, dan tidak berhenti berupaya membuat Isyana masuk dalam perangkapnya. 


“Ya... nanti beli!” jawab Binar enteng.


“Siapa yang beli?” 


“Nanti nyuruh orang, sementara pakai ini dulu.” 


“Nantinya kapan? Terus Isyana nemuin mamah gimana? Makan malam pakai ini?” tanya Isyana lagi kesal ke Binar. 


Ya Binar memamg senang Isyana pakai bathrobe, belahan dadanya tampak menyembul indah dan juga pahanya terekspos.


Tapi kan Isyana risih dingin, tak ada penyangganya. Apalagi di bawah ada Arya dan Dion, mau ditaruh dimana muka Isyana. Isyana kan juga masih menjunjung tinggi nilai kesopanan.


“Oh ya yah? Yaudah pakai punya Mas dulu!” jawab Binar kemudian. 


“Wuah? Pakai punya Mas?” 


“Nggak apa- apa!” jawab Binar terkekeh, kemudian melempar kaos lebar ke Isyana dan juga pakaian dalam bawahnya ke Isyana. 


Sebenarnya Isyana sedikit giguk pakai pakaian dalam laki- laki, tapi karena itu suaminya, mau tidak mau daripada barang berharganya berkuman dan bau karena yang sebelumnya sudah lembab dan kotor dia pakai juga. Mereka pun join pakaian.


“Kurasa pan_tatmu masih membesar, muat kan?” tanya Binar menatap kedua telapak tanganya yang tadi sudah puas memastikan sambil terkekeh. 


Isyana kesal sekali, dia seperti terus terintimidasi dan diperlakukan seenaknya, tapi tak ada pilihan lain, tumpuan hidupnya sekarang adalah Binar. Isyana mencebik, tidak memperdulikan suaminya yang sukanya mementingkan kesenanganya sendiri. 


Isyana pun terpaksa memakai pakaian Binar walau penyangga pabrik makanan bayinya belum ada. Isyana memakai kaos besar Binar yang setelah dipakai ternyata panjangnya sampai ke lutut dan hampir menyerupai dress ala korea. 


“Nah gitu kan seksi!” goda Binar lagi. 


Tapi Isyaba masih polosan yaa. nggak banyak asesoris dan dadanya besar. Haha


“Risih ini Mas... ah Isyana malu mau turun!” jawab Isyana merajuk melihat cermin lalu memilih naik ke atas kasur besar Binar dan menarik selimut menutupi tubuhnya.


“Yaya... katakan berapa ukuranmu! Cepat!” ucap Binar lagi.


Isyana pun memberitahu.


"Oke. Mas turun. Kamu tunggu ya!"


Binar kemudian meninggalkan Isyana di kamar senidirian. Isyana memilih menonton televisi. 


Acara di televisi semua stasiun ternyata sedang membahas masalah penangkapan mantan mertuanya. Satu hal yang membuat Isyana terbelalak. Benar dugaan Binar, gudang teh milik Tuan Wira tempat keluarga Isyana bekerja. 

“Ibu... Mayang?” gumam Isyana mengigit ibu jarinya. 


“Jangan- jangan ibu tahu semua itu?” gumam Isyana berfikir. 


Dada Isyana mendadak bergemuruh merasa sangat tidak nyaman. Iya dia ingat betul bagaimana adik tiri Isyana suka gonta ganti tas juga sering pergi bersama laki- laki bertato. 


Isyana pun hanya terus menggigit ibu jarinya. 


“Bapak udah meninggal, aku tidak seharusnya memperdulikan mereka kan?” gumam Isyana 


“Tapi dia keluargaku?” batin Isyana lagi seperti ada yang berbisik menuntutnya untuk memastikan bagaimana kabar adik tiri dan ibu tirinya. 


Isyana menoleh ke benda pipih dan mahal yang Binar belikan. Dengan pikiran gamang, dia ambil benda itu ingin mencari kontak ibu tirinya. Akan tetapi belum dia sentuh tombol panggilan, pintu terbuka. 


“Makan malam datang, Sayang!” ucap Binar membawa baki berisi makanan selayaknya room service di hotel. 


“Isyana hanya mendesis!” 


Binar meletakan makanannya di meja sofa kamar, Isyana tampak tak berselera dan gelisah. Binar pun melirik ke televisi, lalu berdecak dan mendekat ikut duduk di kasur. 


“Matikan!” perintah Binar  cepat. 


“Kenapa sih? Bukankah itu hasil kerja keras kita sampai menumbalkan Bian? Apa salahnya aku lihat!” jawab Isyana protes. 


“Nggak mutu lihat begituan!” jawan Binar. 


“Aku ingin memastikan Mas, apa ibuku juga masuk daftar karyawan Wira yang menjadi kurir dan pengepak barang itu!” jawab Isyana kemudian. 


Binar diam, menatap Isyana. Benar, keluarga Isyana berhubungan dengan mereka.


“Tulis saja namanya. Lagian kalau mereka ada di dalam daftar itu, kamu mau apa?” tanya Binar lagi.


Sekarang gantian Isyana yang terdiam. Pertanyaan Binar cukup menohok. Ditangkap atau tidak, ada hubungan atau tidak apa masalah Isyana.


Bayangan masalalunya datang, dimana dia dijemput paksa saat kuliah. Saat kata menikah terlontar dan dia harus keluar dari masa indahnya menempuh pendidikan dengan teman seusianya.


Belum lagi saat dia harus selalu ikut memanen di ladang, sementara saudaranya bebas bermain dan berkencan. 


Perih dan sesak saat Isyana ingat.


Apalagi jika ingat cengkeraman tangan ibunya yang menyeret Isyana dalam keramaian tetangganya yang sedang mengirim doa untuk ayahnya, membawa Isyana masuk ke kamar kecil, dan menyodorkan ballpoint serta sertifikat tanah.


Belum juga saat Isyana meminta perlindungan dari tindak kdrt Lana dan ibunya justru menambahnya dengan tamparan. Semua masih jelas tercetak kepedihan itu, ceruk luka yang dalam susah untuk ditutup. 


Tanpa ditemani uraian kata, air mata Isyana menetes menjawab semua tanya Binar. 


“Kok malah nangis sih? Ck!” gumam Binar berdecak. Dia sangat tidak suka wajah Isyana yang sedih dan murung.


“Ehm..., Isyana hanya ingin tahu kabarnya Mas!” jawab Isyana. 


“Okeh, kalau itu mau kamu, berarti malam ini kamu tidur di sini, ya. Kita cek besok!” jawab Binar. 


“Mang ceknya dimana? Kalau tidur di sini? Putri gimana?” tanya Isyana. 


“Udah makan dulu. Kita bahas nanti!” jawab Binar meminta istrinya makan. 


Isyana menyeka air matanya, kemudian mengikuti Binar, makan dulu. Setelah makan, Binar menelpon ART nya mengemasi bekas makan mereka. 


Di sofa kamar itu, mereka berdua kemudian bersantai. Berbaring setengah duduk bersandar pada sofa besar berdua. Mereka satu sama lain saling bersandar meleburkan semua gelisah menjadi tenang. Isyana terlihat begitu nyaman berlindung manja dalam pelukan Binar. 


“Kamu menangis kenapa? Aku dengar mereka jahat ke kamu! Udah nggak usah peduliin mereka!” tutur Binar sambbil membelai lembut kepala Isyana seperti mengurai semua beban di kepala Isyana dan pergi. 


“Nggak usah bahas ya Mas. Pokoknya Isyana cuma pengen pastiin. Oh ya, Isyana kangen Putri! Kita pulang yuk. Mana bajuku?” tanya Isyana malas membahas masalalu menyedihkanya dan menanyakan pakaianya.


“Hmm... nanti mamah ke sini!” jawab Binar. 


“Aku jadi nggak enak sama Mamah, masa udah sampai sini aku nggak nemuin Mamah, malah repotin Mamah!” jawab Isyana.


“Hehe tadi Mamah ternyata udah nyamperin kita ke sini tau!” jawab Binar terkekeh lapor.


“Woah!?” pekik Isyana langsung mendongak, Isyana ingat betul saat tadi masuk ke kamar mandi, dia meminta suaminya menutup pintunya, tapi kata Binar tidak penting. 


“Kenapa kaget begitu?” 


“Jangan- jangan mamah periksa ke kamar mandi Mas? Terus liat kita?” tanya Isyana malu dan panik.


“Mamah itu bijak dan sangat sopan, dia panggil kita tidak menyahut terus pergi!” jawab Binar menutupi. 


Padahal saat Binar di bawah tadi, Bu Dini langsung mencecar dan marahi Binar untuk tahan diri. Ingat, pamali mendekati istrinya yang belum pulih total.  Binar hanya menjawab iya, Binar tahu batasan dan masih ngerti aturan. 


“Syukurlah!” jawab Isyana lega. 


“Kita telpon, Putri, malam ini tidur sini ya!” ucap Binar lagi meraih ponselnya.


“Kok gitu? Isya janji kita pulang lho, Mas. Nggak baik suka ingkarin janji sama anak kecil,” jawab Isyana tidak ingin menginap.


“Kan Putri sendiri yang bilang, dia akan baik- baik aja sama Nenek dan Dina, sok telpon!” jawab Binar lagi.


“Ya tapi kenapa harus gitu? Dia anak kita bukan anak Nenek dan Dina!” jawab Isyana lagi. 


Binar kemudian melonggarkan pelukaanya dan menegakan badanya masih di sofa. 


“Mas, minta maaf!” ucap Binar pelan. 


“Kok minta maaf?” 


“Kamu besok pulang sama Mamah, semoga Bian  bisa alih rawat besok. Mas harus keluar negeri! Mungkin butuh waktu sedikit lama!” ucap Binar lagi dengan suara pelan.


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 226"