Istri yang terabaikan Bab 224

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


Anak Asuh


Binar tersenyum, melihat Isyana terbengong setelah dia cium.


Walau Binar bilang, dia senang melihat hal yang indah- indah, tapi itu memang untuk memanasi Isyana agar merasa dirinya harus mengakui kalau suaminya berharga fan harus dia beri perhatian lebih.


Hanya Binar yang tahu, kalau adik kecilnya tetap berlindung tenang dan meringkuk di dalam sarangnya. Sebab, Tiara saat muda jauh lebih sempurna dari Amanda, Binar juga sudah hatam tentang rupa wanita, Binar kan pria dewasa yang pandai memilah.


Entah kenapa setelah dulu pernah memeliki yang tinggi dan berbody, sekarang lebih tertantang pada yang lebih mini sedang seperti Isyana. Walau tidak tinggi, bak model, tapi Isyana yang muda terlihat lebih segar dan ranum.


“Bener ya Mas,” ucap Isyana lirih. 


“Ya bener!” jawab Binar. 


“Makasih ya!” 


“Hmmm...,” jawab Binar kembali memeluk Isyana dan menyandarkan tubuhnya ke Isyana. 


Binar selalu pulang malam dan kurang tidur, mobil dan perjalanan adalah kesempatan dan peluang emas dia melelapkan tubuhnya. Itulah mengapa, perusahaan Binar dan Binar juga selalu memproduksi mobil yang senyaman mungkin untuk dikendarai. 


Karena macet, perjalanan mereka lebih lama, 1,5 jam mereka baru sampai ke rumah sakit, tempat anak Isyana dirawat. Mereka berdua pun segera, menuju ke ruang bayi. 


Isyana segera cuci tangan dan memakai baju steril, Isyana masuk menemui bayinya.


Warna kulitnya sudah sedikit berubah, walau beberapa hari, mulai kencang dan geraknya lebih aktif. Meski masih terpasang OGT dan infus, alat oksigenya sudah yang memakai masker hidung, bukan yang dimasukan ke tenggorokan. 


Isyana kembali menitikan air matanya, dia masih belum bisa belajar menyusui dan hanya boleh menyentuh jari jemari mungil lewat kaca inkubator. 


“Mommy datang Sayang. Kamu jagoan yang kuat, cepatlah besar ya, maafkan Mommy. Cepatlah sehat dan kita berkumpul di rumah, kakakmu sudah merindukanmu,” bisik Isyana lembut, mengelus pelan tangan bayinya. 


Walau hanya seperti itu, Isyana sudah sangat senang. Bahkan tak ada bosan Isyana berlama- lama duduk memandangi gerak putranya yang semakin banyak dan kuat. 


Sambil menunggu Isyana menjenguk bayinya, di luar Binar mengurus semua keperluan pembuatan Akta kelahiran anak Isyana.


Walau Binar sudah memilih banyak nama untuk bayi istrinya, dia tidak berkeceil hati saat Isyana memilih sendiri. Toh Binar yang mengusulkan ada nama Hanggara, oleh bapak kandungnya ditolak. 


Dengan mantap Binar menulis di formulir surat keterangan lahir, nama anak Isyana, Rasya Bian Saputra.


Walau seharusnya, bisa meminta anak buah yang mengurus, tapi Binar lebih suka mengurus sendiri surat keterangan lahir anaknya ke pihak rumah sakit sambil menunggu. 


Tiga jam lebih Isyana habiskan waktu untuk duduk dan hanya membacakan doa doa untuk bayinya. Bahkan urusan Binar sudah selesai sampai Binar bingung di luar mau ngapain hanya duduk berdiri dan duduk lagi scroll hape tapi Binar tidak suka melihat media sosial. 


Hingga akhirnya, perawat yang hendak memberikan obat, minum dan tindakan ke bayi Isyana berani meminta Isyana menyukupkan waktu jenguknya.


Isyana pun mengerti, kehadiranya mungkin akan membuat perawat kerjanya tidak nyaman. Isyana pun memberikan Asi hasil perahanya di rumah, juga sempat memerah lagi di ruang laktasi. 


Setelah selesai, Binar dan Isyana pun berkonsultasi. 


“Maaf Tuan Nyonya, walau sudah diganti ke tingkat yang lebih rendah alat bantu nafasnya, tapi kita perlu evaluasi satu kali dua puluh empat jam pasca lepas alat yang kemarin, kita juga lakukan evsluasi dengan slat ini, kalau memang saturasi oksigen, serta nafasnya tidak ada masalah, bayi transpotable kita baru berani merujuk atau alih rawat ke luar kota, sebab, sekarang masih rawan di jalan!” tutur perawat pelan. 


Binar mengangguk. 


"Berarti kapan kira- kira bisa kita alih rawat?" tanya Binar.


"Kita lihat perkembangan setiap harinya Tuan. Bisa dua hari atau 3 hari lagi! Tidak bisa dipastikan bisa lebih dari itu! Sebab kalau nafasnya belum stabil sangat resiko di jalan! Adek kan untuk termoregulasinya masih belum sepenuhnya bagus. Di ambulan kan lama- lama resiko," jawab Perawat lagi.


“Oke Sus, Saya mengerti. Ibuku dan aku akan cek tiap hari. Lakukan yang terbaik untuk anak saya!” jawab Binar tegas dan tabah. 


Sementara Isyana malah menunduk menitikan air mata. Isyana sudah sangat tidak sabar, bayinya dirawat di rumah sakit yang dekat rumah. Isyana berharap agar setiap hari sebelum atau sepulang kuliah menjenguknya. Tapi sayangnya mereka masih harus bersabar. 


“Sabar ya Nyonya... merawat bayi BBLSR dan prematur kita memang harus banyak bersabar,” tutur perawat memberikan empatinya pada Isyana. 


“Iyah, makasih Sus!” jawab Isyana mengangkat wajahnya dan menyeka air matanya. 


“Kami turut prihatin, atas apa yang menimpa Tuan Wira Hanggara, kami bersyukur sudah membela Tuan Binar dan Nyonya Isyana, kita tidak salah berpihak pada Anda,” celetuk Perawat lagi. 


Di luar dugaan Binar, bahkan pihak rumah sakit yang sempat berseturu bahkan sampai saat ini masih memendam kesal ke Bu Wira mereka mengikuti berita tentang Tuan Wira. 


“Terima kasih,” jawab Binar singkat berhati- hati menjaga ucapan saat bersama orang asing. 


Isyana pun hanya tersenyum mengangguk. 


Setelah merasa cukup dengan semua penjelasan. Mereka pun pamitan. 


“Mamah whastap, kita mampir yah. Katanya bikin kue kesukaan Putri, bikin makanan buat kamu juga!” tutur Binar. 


“Iya, Mas. Tapi kita pulang kan?” tanya Isyana. 


“Kalau enggak kenapa? Kan di rumah mamah ini?” 


“Kasian Putri Mas, Isyana nggak bisa ninggalin dia! Nggak ada Mamah kan di rumah,” jawab Isyana. 


“Tapi kan ada Nenek dan Dina!” 


“Ck... nggak bagus nitipin anak ke orang lain, masih sore ini kan? Abis maghrib kita pulang!” jawab Isyana lagi. 


“Hmm.. ya!” jawab Binar akhirnya. 


Padahal niat Binar ingin ajak Isyana tidur di kamar Binar kecil. Juga dinner romantis sekaliaan ngedate. Tapi otak Isyana masih belum damai dan dipenuhi semua bayangan akan anaknya, baik anak tiri ataupun anak kandung.


Mereka kemudian ke rumah Bu Dini. 


Setelah menempuh beberapa waktu mereka sampai ke rumah Dini. Rumah yang pernah Isyana datangi saat ikut seleksi penerimaan mahasiswa di kampus Mika dan mengantar Anggrek. 


“Masuk yuk!” ajak Binar mengulurkan tanganya. 


Memang di luar dugaan, hanya terlihat pagar tinggi. Tapi saat masuk dari halaman dan kebunya saja sudah terlihat luas dan asri, dan begitu masuk lagi, setelah bangunan pendopo khusus untuk tamu, di dalam masih ada halaman kolam dan juga rumah besar.


Rumah Tuan Priangga memang unik. Sangat privat, luas seperti komplek. Bahkan di halaman dalam itu, tampak berjejer mobil. 


Saat mereka berjalan masuk, ponsel Binar bunyi. 


“Angkat Mas, barangkali penting!” tutur Isyana lembut meminta.


Binar pun berhenti mengambil ponselnya, ternyata dari kantor. 


“Masuklah dulu, Mamah di rumah kok, biasanya lagi di dapur, kamu pernah kesini kan?” tutur Binar. 


Isyana mengangguk dan Binar menelpon balik kantor. 


Isyana meninggalkan suaminya dan masuk lebih dulu, menyusuri rumah mewah dan megah milik mertuanya menuju ke dapur besar yang sangat bersih dan indah.


Karena Bu Dini suka tanaman, desain dapurnya out door, depan dapur juga ada kolam dan tanamanya. Sangat asri dan elegan.


“Asalamu’alaikum,” sapa Isyana. 


“Waalaikum salam,” jawab seorang pemuda. 


Isyana kaget, di dapur bukan ada Bu Dini melainkan dua pemuda laki- laki yang berusia lebih tua darinya tapi terlihat lebih muda dari suaminya. Juga gadis yang seumuran dengan mereka. 


Kedua laki- laki itu pun memperhatikan Isyana dari ujung kaki sampai ujung kepala. Isyana yang tingginya hanya 154 cm dan perutnya sudah kembali kecil, juga yang usianya masih 22 tahun terlihat seperti gadis. 


Laki – laki itu pun menatap Isyana dengan tatapan berbeda. 


“Cari siapa Dhek? Mangga masuk!” sapa salah satu pria itu. 


“Perkenalkan saya Arya, silahkan masuk!” sambung pria yang satunya meletakan gitar menyambut Isyana.


“Hemm mulai modus, ada yang bening dikit modus!” sahut si gadis cantik yang memakai apron di dekat kompor, “Cari siapa Dhek?” 


Isyana jadi bingung dan canggung, siapa mereka. Bukankah Binar anak tunggal. Isyana bingung hendak jawab apa. Bukan mereka yang harusnya tanya siapa Isyana, tapi Isyana yang harus bertanya siapa mereka. 


“Ehm.. Bu Dininya ada?” tanya Isyana sopan. 


“Oh ada- ada. Sini duduk sini, deket AA Arya biar Dion yang panggilkan Bu Dini!” jawab tengil yang bernama Arya itu, menepuk bangku di sampingnya.


Dapur Bu Dini luas bahkan ada dua pasang tempat duduk. Satu tempat nyantai masih satu ruang meja makan di dekat kompor.


Isyana pun menunduk, canggung dan tersipu, dia kan perempuan bersuami. 


“Puk!” Si cewek pun melempar bawang merah ke kepala si Arya itu. 


“Ati- ati ya Dhek, dia buaya, jangan deket- deket, kalau boleh tahu dengan Dhek siapa ya? Ibu lagi mandi, sini duduk dulu, kue bawang buatan Bintang udah matang nih, cicipin yuK!” ajak si cewek yang ternyata bernama Bintang.


Bintang terlihat ramah dan meminta Isyana menunggu Bu Dini duduk di bangku dapur yang dekat kompor.


Isyana semakin penasaran dan bingung harus bagaimana bersikap, wajah dan postur mereka tak seperti art, tapi mereka tampak leluasa di rumah Bu Dini, bahkan memanggil mertua Isyana dengan panggilan Ibu. Tapi wajahnya sama sekali tidak mirip suaminya.


‘”Iyah..,” jawab Isyana gugup lalu mendekat ke Bintang dan duduk 


“Lo pelit amat sih, Tang. Orang aku mau kenalan ma adik manis ini, kenalan dong!” ucap si Arya masih mau deketin Isyana yang mempunyai bulu mata lentik, alis tebal dan bibir yang manis itu. 


“Iya Bintang sirik Ah!” jawab Dion ikut merapat. 


“Hhhh... dasar kalian!” jawab Bintang mencebik dan melanjutkan masaknya. 

Isyana semakin canggung. Secara umur Isyana memang masih lebih muda. Isyana hanya tersenyum sambil menelan ludahnya. 


“Namanya siapa Dhek? Mahasiswinya Ibu dari fakultas apa? Kok baru lihat kita?” tanya Arya lagi. 


“Kita nggak jahat kok, santai aja, namaku Dion!” sambung Dion mengulurkan tanganya.


Isyana pun tersenyum. 


“Saya Isyana, saya...,” jawab Isyana ragu memangkupkan tangan menolak salaman. Dia juga ingin memperkenalkan diri kalau dia menantu Bu Dini. 


“Hai...,” belum Isyana melanjutkan bicaranya, Binar masuk dan menyapa. 


“Abaaang!” pekik Bintang wajahnya berbinar melihat Binar.


Bahkan Bintang segeraa meletakan alat gorengnya dan mematikan kompor langsung berlari memeluk Binar. 


Mata Isyana melotot. Walau Bintang tak secantik Amanda juga Tiara, tapi dada Isyana bergemuruh suaminya dipeluk perempuan yang tidak dia kenal.


Apalagi Bintang tampak lebih muda dari Amanda, walau berwajah biasa saja, tapi Bintang terllihat bersih, dan menarik. 


Wajah dan mata Isyana semakin memerah dan menahan sesak. Bintang tampak sangat erat memeluk Binar dari depan. Pikiran Isyana langsung tertuju, pada tongkat Binar. Apakah dia bangun, benarkah hanya bangun saat bersamanya? Ah Isyana tidak rela Binar dipeluk- peluk perempuan lain.  


“Ehm...,” dehem Isyana keras sudah sangat sesak. 


Binar pun menguraikan pelukan Bintang.


“Mamah mana? Kalian udah lama di sini? Kok nggak kasih tahu?” sapa Binar kemudian.


Akan tetapi Bintang, terus memegang tangan Binar menggelayut manja. Binar tampak risih dan berjalan maju, lalu menatap Isyana yang menunduk menahan tangis dan marah. 


“Bang Binar yang nggak kabar- kabar. Kita udah lama, Bintang bikin kueh lho Bang!” jawab Bintang masih manja. 


“Oh ya?” 


Bintang mengangguk. 


“Iya, apa kabar Bang? Maaf baru ketemu, kita ikut berbela sungkawa atas kepergian Kak Ara ya Bang!” sahut Arya. 


“Makasih, ya!” jawab Binar tenang. 


Kemudian menatap Isyana lagi, 


“Udah ketemu mamah belum Yang?” tanya Binar ke Isyana. 


Bintang langsung melepaskan tangan Binar, dan menatap Isyana. Begitu juga Arya dan Dion. 


“Bang Binar kenal sama Mbak ini?” tanya Bintang sekarang menghargai Isyana dengan menyebut Mbak.


“Lhoh kalian belum kenalan? Dia istriku!” Ucap Binar memperkenalkan Isyana.


Isyana pun menunduk tersipu.


“Uhuk... uhuuk...!” Dion pun langsung terbatuk kaget. 


“Istri?” pekik Bintang lirih. 


“Sayang udah kenalan kan? Mereka anak- anak asuh Mamah, baru pulang dari LA, ini Bintang, ini Dion ini Arya!” sambung Binar mendekat ke Isyana menunjuk anak- anak Bu Dini.


Arya dan Dion pun memaksakan tersenyum dengan wajah malunya, sementara Bintang langsung terdiam cemberut. 


“Iya Mas, tadi udah kenalan kok!” jawab Isyana. 


“Baguslah, kalian harus manggil Isyana, Kak! Jangan macam- macam!” sambung Binar tahu dan hafal sifat Arya.


“He.. iya Bang. Sorry! Arya kira, dia sama kaya kita, abis masih keliatan muda banget!” sambung Arya jentel. 


Binar berekspresi bangga istri keduanya muda. 


“Mamah mana?” tanya Binar cepat.


“Lagi mandi,” 


“Oh.. ya udah, masuk yuk, Yang!” ajak Binar ke Isyana. 


Isyana mengangguk. 


“Nggak cicipin kueh dulu, Bang!” tutur Bintang menawarkan.


“Entar, mandi dulu!” jawab Binar alasan, kemudian menarik tangan Isyana masuk ke kamar merka. 


Seperginya Binar dan Isyana, Arya dan Dion pun saling jambak kepala. 


“Gooblok istri, Bang Binar woy!” ucap Dion


“Beda banget sama Kak Ara?” jawab Arya.


“Kok nikah kita nggak dikasih tahu yah? Kak Ara bukanya nikahnya baru yah?” celetuk Bintang kesal. 


**** 


Isyana menghempaskan Binar saat berjalan di tangga. 


“Seneng yah, yang abis dipeluk- peluk gadis!” sindir Isyana lagi dengan mulut mecucunya. 


“Hoh?” pekik Binar menoleh ke isyana ysng kumat merajuknya.


“Ih...,” Isyana pun ngamuk dan pukul Binar lagi,


Binar semakin bingung. 


“Kamu kenapa sih?” jawab Binar menghindari pukulan Isyana.


“Hiks... hikss...,” akhirnya kekesalan Isyana yang tadi dia pendam pecah juga. Isyana yang memukul Isyana yang nangis. Isyana terisak tidak kuat menahan cemburu. 


Binar garuk- garuk kepala bingung. Menikah dengan perempuan yang 8 tahun lebih muda dan tanpa pacaran tidak bisa ditebak.


Mereka sudah sampai ke kamar Binar dan segera membukanya masuk. 


“Kamu nangis kenapa? Sini duduk!” tanya Binar menarik Isyana agar duduk di kasur Binar yang lama tak ditempati tapi tampak bersih. 


Isyana tampak segera menyeka air matanya malu, tidak pandai menjaga cemburu dan terlihat bucin. 


“Kamu marah? Karena Bintang peluk Mas? Iyah? Hah?” tanya Binar tertawa geli. 


“Ketawa lagi!” jawab Isyana kesal dan memalingkan mukanya. 


Binar semakin bangga melihat Isyana cemburu.


“Cup... cup...” Binar pun langsng memeluk Isyana. 


“Jangan cemburu lah, dia udah anggap Mas kakaknya!” rayu Binar.


“Tapi siapa mereka?” 


“Mereka anak asuh, Mamah!” 


“Anak asuh kan? Bukan kandung?” tanya Isyana protes.


Binar mengangguk. 


“Berarti sama dong kaya aku. Berarti bukan muhrim kenapa peluk- peluk!” protes Isyana tidak terima dan tambah menangis. 


“Haissh...” desis Binar pusing. 


Isyana jauh berbeda dengan Tiara yang jauh lebih dewasa dan mengerti pergaulan anak jaman sekarang. Isyana yang anak jaman sekarang malah ternyata menganut paham yang masih menjunjung tinggi jarak dan kesopanan jaman dulu.


“Isya aja nggak pernah pegang- pegang orang lain!” lirih Isyana lagi tidak terima. 


“Iya... iya..., ya nanti. Mas bilang. Udah sih nggak usah nangis! Mas punya kamu!” 


“Ayo cepat mandi!” celetuk Isyana kemudian, sambil terisak dan menyeka air matanya.


“Wua?” pekik Binar kaget. 


“Cepat! Sini Isya mandikan. Isya nggak mau ada bekas orang lain di tubuh Mas!” ucap Isyana lagi mengajak Binar mandi bersama.


Tentu saja Binar sangat senang mendengarnya. 


“Okeh, hayuk mandikan Mas yang bersih ya!”


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 224"