Istri yang terabaikan Bab 222

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


222 Pemecatan.


Sekitar 3 jam, walau berkomunikasi satu via ponsel satu via ucapan, Bu Mutia dan Amanda banyak bercakap. Bu Mutia mencecar banyak hal tentang jatidiri Amanda, sampai kue coklat lumernya.


“Jadi kamu mencintai Binar dan ingin mencelakai Isyana?” tanya Bu Wira lagi. 


“Iya.. Tante... tapi... tapi, Binar berkali- kali menolakku!” jawab Amanda malah curhat ke Bu Mutia. 


Apa yang dilontarkan Binar ke Amanda cukup membuat Amanda malu dan berfikir menarik diri, walau hatinya tetap merasa sakit dan tidak terima. Akal sehat Amanda masih lebih waras ketimbang Lana. 


Anak panah yang salah melesat, membuat rencana Amanda gagal dan tidak terkabul.


Dan itu cukup menampar Amanda, melihat Bu Wira muntah darah, membuat Amanda cukup terguncang.


Nyatanya Amanda tak sekuat dan tak sekejam itu, hatinya masih punya kesedihan dan kasih sayang. Amanda langsung gemetaran dan merasa bersalah. Bahkan Amanda tak bisa berfikir lain dan justru terkunci patuh oleh rasa bersalahnya sampai rela jadi baby sisternya Lana dan Bu Mutia. 


Amanda mendapatkan racun itu setelah curhat ke teman clubbingnya.  Sebelumnya tak ada terbersit Amanda senekad itu. 


“Tante kagum dengan keberanianmu, Nak!” jawab Bu Wira malah berfikir Amanda keren setelah mendengar penuturan Manda. 


Amanda pun melotot kaget, bukanya Bu Wira memarahinya, Bu Wira justru melontarkan kata yang mematahkan rasa bersalah Amanda. 


“Maksud Tante?” tanya Amanda. 


Bu Wira pun dengan cepat mengetik lagi. 


“Siapa yang membawamu ke kamar ini?” tanya Bu Wira lagi. 


“Perawat rumah sakit tempat Istri Binar dan anaknya dirawat. Mereka bilang anak dan istri Binar dirawat di sini Tante. Jadi saya kesini, petugas pendaftaran memberi Amanda nomor kamar ini!” jawab Amanda jujur. 


Bu Wira kemudian tersenyum sinis.


“Benarkah Isyana ada di rumah sakit ini?” tanya Bu Wira dengan ponselnya lagi. 


“Saya juga tidak tahu, Tante. Tapi sepertinya ini semua rencana Binar, sepertinya dia sengaja, mungkin dia tahu niat buruk saya!” jawab Amanda. 


Bu Wira tersenyum lagi. Lalu jarinya kembali menyusun kata lagi. 


“Itu beratti Binar memang ingin mencelakaiku? Dia bahkan sudah menghancurkan suamiku. Kau sekarang tahu laki- laki macam apa yang kamu cintai. Bahkan dia menikahi janda temanya sendiri saat kematian istrinya belum genap 1 bulan. Apa perasaanmu padanya masih sama?” tanya Bu Wira panjang.


Bencana dan sakit yang mendera Bu Wira tidak cukup merubah pola pikir dan kebencian Bu Wira terhadap Binar. Bahkan Bu Wira ingin menghasut Amanda setelah tahu Amanda ternyata orang kaya dan cantik.


Kali ini, hati Amanda cukup tersentak, ingatan Amanda kembali pada semua perkataan Binar yang menyayat hatinya. Membuatnya merasa rendah dan malu karena mengiba cinta dan kata Binar bodoh. 


“Tidak!” jawab Amanda cepat dan meletakan ponsel pada Bu Mutia. 


“Apa yang kamu rasakan sekarang?” tanya Bu Wira. 


Amanda diam sejenak, menerawang jauh, kesakitanya merasa ditolak, dibohongi dan dikerjai, lalu dihina masih terasa. 


“Amanda malu, Amanda sakit dan Amanda merasa kalah, Tante!” jawab Amanda lagi. 


Seketika itu, Bu Mutia tidak memegang ponselnya akan tetapi tanganya terulur menyentuh dan menggenggam tangan Amanda sembari menggelengkan kepalanya. 


“Ii aa, ii aa, uat, ee ka, aya i i e u a!” Bu Wira tampak berusaha sekuat tenaga untuk mengatakan sesuatu. 


Amanda membulatkan pupil matanya penuh berusaha mengikuti gerakan bibir Bu Mutia dan mencari makna setiap kata yang ingin Bu Mutia curahkan.


Walau tak bisa menerjemahkan dengan benar, tapi Amanda menebak, Bu Mutia mendorong Amanda untuk balas dendam. 


Hanya saja Amanda yang saat ini pikiranya justru dipenuhi berbagai pertanyaan bagaimana cara selamat dari jerat ancaman penjara dan jadi budak bayi tua dan perempuan gagu ini, dia tidak punya ide bagaimana cara balas dendam ke Binar. 


“Amanda, tidak tahu apa maksud Tante!” jawab Amanda. 


Bu Wira meraih ponselnya lagi, hendaak mengajak Amanda melakukan sesuatu. Sayangnya belum terjeda jari Bu Mutia bergerak menyusun kata, pintu kamar Lana diketuk, dan dibuka. 


Mereka kemudian menengok ke pintu dan menunggu dengan mata terjaga. Mereka kemudian menegang. 


"Binar!" guman Amanda. Mereka sedang membicarakan Binar dan umur panjang mereka langsung datang.


Ya, Sepasang pengantin baru tampak datang membawa sekeranjang buah yang sudah dirangkai dengan indah. Wajah mereka tampak segar berseri. Bahkan Binar menggenggam tangan Isyana walau satu tanganya memegang buah.


“Selamat Siang, Tante... Amanda,” sapa Binar tenang diikuti Isyana membungkukan badan tanda hormat.


Bu Wira langsung memalingkan pandanganya dan mengulaskan senyum masam.


Sementara Amanda langsung memperhatikan Isyana dari ujung kaki sampai ujung kepala. Hal itu membuat Isyana merasa keki dan tanpa sengaja Isyana juga menatap Amanda sehingga mereka saling tatap. 


Isyana cukup tertegun melihat kecantikan Amanda. Dia teringat hasutan Lana saat itu, kalau Binar dikejar dan dikelilingi wanita cantik. Sekarang ada di depanya, Amanda memang cantik, seksi, bahkan pakaianya baginya sangat menawan, dadanya yang tegak menantang, paha ramping dan mulusnya juga iya.


“Boleh saya Masuk Tante?” tanya Binar memecahkan kecanggungan, tanpa malu dan takut, tidak peduli kedatanganya ditolak dan mengundang benci.


Binar tahu, Bu Mutia saat ini sedang di titik terendah. Suaminya ditangkap polisi, anaknya sakit dan dirinya keracunan. Binar tulus ingin beritikad baik dan bersikap sopan.


Sayangnya, Bu Mutia yang memang gagu dan susah bicara diam saja. Bahkan tak seincipun dia menggerakan wajahnya menoleh ke Binar. Sepertinya melihat wajah Binar seperti melihat hantu yang sangat mengerikan.


Amanda yang melihat Isyana di luar dugaanya juga ikut tediam membisu. Rasanya sangat sakit melihat Binar menggandeng tangan Isyana. 


Isyana terlihat jauh lebih muda atau baginya ingusan dan tidak pantas mendampingi Binar yang matang dan mapan.


Tidak dipungkiri, memang Isyana jauh lebih manis dan imut, tapi Isyana terlihat begitu biasa, tak berkelas dan polos. Tak ada perhiasan mahal di telinga dan lehernya satu hiasan yang terselip hanya di jarinya cincin kawin dan tidak mencolok atau terlihat.


Alis mata dan kelopak matanya juga tampak polos asli tanpa warna, hanya seulas lipstik tipis yang mewarnai bibirnya. Isyana juga tidak mempunyai body yang aduhai sepertinya. Isyana terlihat pendek, bahkan tingginya hanya sedada Binar.


Bagian paling menonjol dari Isyana hanya bagian dadanya itu karena dia habis melahirkan, dress yang Isyana kenakan juga tertutup sampai bawah lutut. Tidak sepertinya yang memakai hot pen dan paha mulusnya jelas terpampang. Amanda merasa dirinya jauh lebih pantas mendampingi Binar.


“Ayo, Sayang! Kita sapa mantan mertua dan ayah bayimu!” bisik Binar ke Isyana tetap nekad mendekat ke Bu Mutia dan Amanda. 


Isyana yang merasa canggung mengangguk dan ikut Binar. 


“Syukurlah, Tante sudah sehat!” sapa Binar lagi tetap bandel sok kenal padahal yang diajak bicara sedang menahan benci dan dongkol padanya. “Ayo Sayang, sapa Tante Mutia!” imbuh Binar dengan peraya diri semakin memanasi Amanda dan Bu Mutia 


Isyana mengikuti Binar, sedikit menoleh ke Lana yang masih berbaring lalu duduk di sofa tanpa di persilahkan. 

“Isyana ikut sedih dengar, Bu Mutia sakit. Tapi Isyana senang, sekarang Bu Mutia sekarang sudah tampak sehat!” tutur Isyana berusaha mengajak obrol Bu Mutia yang duduk di kursi roda. 


Isyana menyodorkan buahnya. 


“Maaf Isyana hanya bawa ini, semoga Bu Mutia suka!” lanjut Isyana ikut- ikutan suaminya tanpa malu bicara sendiri walau yang diajak bicara rahangnya tampak menegang dan tak sudi menatapnya. 


“Buahnya nggak ada racunya kok, Tante!” sambung Binar lagi masih berdiri.


Binar laki- laki jadi mengalah tetap berdiri. Rupanya ucapan Binar cukup menyindir Amanda, membuatnya mendelik.


Dan Bu Mutia, mendengar ucapan Binar, walau di telapan tangan kiri masih terpasang infus, rupanya tak mengurangi emosi dan kekuatanya. Tangan Bu Mutia yang kanan langsung bergerak kuat mebuuang parcel Isyana. 


Isyana dan Binar langsung menelan ludahnya tersentak. Akan tetapi hal itu tidak menggoyahkan mereka. Binar tetap tenang di posisinya. 


“A i an, aee iii! Ua aa, aa iaa ii! E ii!”


Walau bersusah payah, sampai otot lehernya mau keluar, Bu Wira masih sempat menunjukan amarah dan kebencianya sambil tanganya menunjuk muka Binar dengan tatapan penuh kebencian.


Sayangnya, gertakan dan protesan Bu Mutia bukan menggetarkan Binar akan tetapi mengusik Lana yang tertidur.


“Mamah!” pekik Binar kaget Mamahnya bicaranya gagu dan mendengar parcel buah jatuh.


Lalu Lana menoleh ke Binar dan Isyana. 


“Kaliaan!” pekik Lana. 


“Hai... Mas! Syukurlah kamu sudah sadar dan bangun?” jawab Binar  malah menyambut Lana dengan ceria. 


Lana yang memendam benci sampai ke ubun- ubun ke Binar, mendapatkan ulasan senyum ramah Binar pun merasa terhina. 


“Mau apa kalian ke sini!” bentak Lana walau sakit masih tetap kuat membentak. 


“Sabar, Mas. Mas Lana masih sakit, jangan bentak- bentak. Kami ke sini berniat baik, untuk jenguk Mas Lana dan Tante Mutia!” jawab Binar santai. 


“Hah!” Lana tersenyum sinis. “Kalian ke sini untuk menghinaku? Pergi kalian dari sini!” usir Lana semakin emosi. 


“Oke, kami tidak akan lama- lama di sini. Kami hanya ingin memberitahu. Anak Mas Lana kan sebentar lagi harus punya nama. Saya berniat baik, menawarkan Mas Lana sebagai ayahnya, apa ada usul nama untuk anak Mas Lana? Atau  bagaimana? Kalau tidak kami sudah siapkan nama untuknya, ini Mas Lana setuju tidak?,” tutur Binar lagi menyodorkan satu rangkaian nama yang sudah diputuskan di mobil.


“Kurang ajar!” 


Sayangnya bukanya berterima kasih, berfikir bahagia, Lana yang dipenuhi kebencian malah semakin tersinggung.


Lana menangkis tangan Binar yang menyodorkan rangkaian nama pilihan Binar dan Isyana. Lana langsung bangun dari bednya dan tidaak peduli infusnya. Lana menyerang Binar dengan mencekik Binar. 


“Itu anakku... kembalikan dia padaku, kamu harus mati!” teriak Lana bengiis. 


Binar kaget, dan tidak siap diserang, sehingga langsung sesak tercelik. Sementara Amanda, Isyana dan Bu Mutia kaget dan panik. 


“Lana stop!” 


“Mas...jangan!” 


Amanda dan Isyana hanya berteriak. 


Binar pun tanganya berusaha menahan tangan Lana agar dirinya selamat.


Akan tetapi Lana seperti orang kesetanan padahal bekaas infusnya yang dilepas paksa berceceran darah, tapi tetap berusaha sekuat tenaga menceekik Binar.


Binar pun mengeluarkan seluruh tenaganya berusaha melawan.


“Bug...,” 


Akhirnya Binar berhasil menghempas tangan Lana dan membuat Lana terpental jatuh sampai badanya membentur tiang infus dan membuatnya jatuh.


"Lanaa...," pekik Amanda reflek kasian melihat Lana jatuh.


“Uhuuk...uhuuk!” Binar langsung terbatuk dan mengambil nafasnya.


Isyana pun segera bangun mendekat ke Binar dan menepuk dadanya pelan sambil memegang tangan Binar.


“Kita pergi, Mas!” ucap Isyana lirih.


Binar yang masih berusaha bernafas, tatapanya tertuju pada Lana yang berusaha bangun dibantu Amanda. 


Walau sempoyongan membawa emosi yang membuncah, Lana masih berusaha bangun dan ingin menyerang Binar lagi.


“Lana, stop!” pekik Amanda menarik lengan Lana.


Binar mundur menjaga jarak tapi tetap berusaha tenang menatapa Lana.


“Aku kesini datang baik- baik, Mas. Ini terakhir kalinya, saya datang. Saya tidak berniat memusuhimu. Aku juga tidak melarang kamu menemui anakmu. Isyana sah menjadi janda dan aku menikahinya baik- baik. Kita bisa bersama- sama menjadi ayah untuk anakmu, Aku juga ingin memberikan hakmu sebagai ayah biologisnya. Tapi jika kamu begini terhadapku, jangan salahkan aku, kalau aku putuskan sendiri terhadapnya!” ucap Binar kemudian. 


“Uu a u iiii. Ee iii!” sahut Bu Mutia ikut marah bahkan menggebrak meja dan melotot ke Binar.


Isyana terus menggoyangkan tangan Binar mengajaknya pergi. 


"Ayo... kita pergi saja. Percuma kita ke sini!" bisik Isyana tidak nyaman.


"Sebentar!" jawab Binar menyentuh lembut Isyana dan menenangkan


Binar kembali menatap Lana dan Bu Mutia.


“Ok kami pergi. Oh ya, Mas Lana, Tante, pegawai kantor Suntech akan segera datang antar surat pemecatanmu Mas! Mulai hari ini, Mas Lana tidak diperkenankan menginjakan kaki di Suntech lagi!” ucap Binar mantap, lalu mereka pergi. 


"A a. a. k. Bre ng seek kamu!" teriak Lana hendak menyerang Binar lagi tapi sayangnya Lana malah terjatuh dan Binar berjalan keluar sambil menoleh dan tersenyum masam.


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 222"