Istri yang terabaikan Bab 220

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


220 Harus bahagia


Sesuai mau Isyana, kamar Tiara tetap digunakan sebagai kamar utama dan kamar keluarga selama anak- anak masih butuh pendampingan orang tua, tapi untuk hal dewasa dan privasi mereka harus punya kamar sendiri tanpa ada bayang- bayang dari Tiara. 


Sampai Isyana yakin Putri sudah mendapatkan kasih sayangnya cukup serta nanti mengerti dan tidak iri lagi jika hatus dibiarkan mandiri, barulah mereka sepenuhnya pindah. Isyana juga menunggu pembangunan lantai tiga jadi.


Sesampainya di bekas kamar Putri yang letaknya hanya berdampingan dengan kamar Binar. Begitu pintu tertutup, Binar yang sudah lowbat dan butuh dicharge langsung memeluk Isyana dari belakang tanpa ijin. 


“Ma.as,” pekik Isyana kaget. 


Bahkan Binar langsung mengangkat Isyana dan menggendongnya.


Isyana kan tingginya tidak lebih dari 155 cm dan beratnya kembali turun sekitar 50kg. Bagi Binar yang biasa mengurus Tiara yang tingginya 160an lebih tentu Isyana jauh lebih kecil dan ringan. 


“He..he.. i love you!” sambil menggendong Binar malah merayu Isyana. 


Lalu Binar dengan segera merebahkan Isyana di tempat tidur. Isyana pun gelagapan. 


“Ehm... mas, Isyana masih nifas, ingat kan?” jawab Isyana khawatir melihat ekpresi Binar yang sudah tampak memanas, seperti mau menerkamnya.


“Iyah, Mas tahu!” jawab Binar santai. 


Binar malah tampak berdiri dan membuka pakaian bawahnya. Isyana semakin menelan ludahnya. Tidak butuh waktu lama, dalam tatapan Isyana tampak menyembul tongkat besar yang berdiri tegak.


“Mas nggak ngantuk?” tanya Isyana mengalihkan pembicaraan dengan menyeringai.


Sayangnya Binar tidak menjawab dan justru naik mendekati Isyana dan mulai mengendus ke leher Isyana. Memang bukan pertama kalinya Isyana mendaptkan perlakuan itu dari Binar. Isyana juga tidak menampik terpancing dan merasakan sensasi rasa yang tak dia dapatkan dari Lana.


Sayangnya hati Isyana terus gelisah dan masih merasa belum nyaman. 


“Cepat pegang!” bisik Binar lagi menuntut menunjukan batangnya ingin dipuaskan.


Sebagai Istri Isyana tidak menolak, Isyana pun berbalik arah ke Binar, melakukan tugasnya. Sayangnya raut muka Isyana begitu terlihat ketakutan dan tidak nyaman.  


“Apa harus seperti kemarin malam Mas? Kemarin kan udah Mas?” tanya Isyana pelan dengan ekspresi tidak nyamanya. 


Binar pun bisa melihat itu. Binar kemudian merasa jengkel dan tidak suka. Kenapa harus ada pertanyaan seperti itu. Mereka kan pengantin baru.


Tangan Binar yang tadinya aktif berusaha membuka kancing piyama Isyana langsung terhenti. Bahkan sesuatu yang dipegang Isyana sedikit mengendur walau masih tegak. 


“Kenapa kamu tanya gitu?” tanya Binar tersinggung.


Isyana langsung terdiam menunduk. Isyana terlihat sangat ketakutan. Dia ingin tetap jadi istri yang patuh, menyenangkan suaminya, tapi juga tidak bisa membohongi hatinya dia tidak suka dan tidak nyaman. Isyana merasa Binar berlebihan.


“Maaf,” bisik Isyana lirih.


Binar semakin tidak suka. Binar langsung bangun dan menyingkirkan tangan Isyana. 


“Kenapa setiap aku ingin mencu.m.bumu kamu selalu tidak suka sih?” tanya Binar benar- benar merasa tersinggung. 


Walau bagaimanapun dalam berumah tangga, apalagi berhubungan suami istri apapun bentuknya, Binar ingin kedua belah pihak saling memberi dan menerima, sama- sama ikhlas dan dengan senang hati. 


“Ma- maaf, Mas!” jawab Isyana terbata dan benar- benar terlihat ketakutan. 


Binar menghela nafasnya, menahan kecewa.


"Apa mas salah meminta istri Mas. Daripada ke orang lain?" jawab Binar emosi.


Isyana langsung mengangkat wajahanya menggeleng


"Bukan!" jawab Isyana cepat.


Binar pun menahan emosinya dan mencoba memahami istsrinya. Dia pun menarik selimut menutupi tubuhnya. Lalu menatap Isyana berniat bicara dari hati ke hati. 


“Apa kamu masih mau bilang kepikiran Tiara? Apa kamu masih meragukan perasaanku?” tanya Binar lagi. 


Isyana tahu suaminya tersinggung. Isyana pun menggelengkan kepalanya takut. 


"Tidak Mas. Bukan begitu!" jawab Isyana lagi.


"Sudah berapa kali aku bilang. Aku mencintaimu. Tiara sudah tenang di sana. Dia bahkan pernah membayar perempuan datang ke kantor untuk memuas kanku saking dia merasa dirinya tak berdaya dan ingin aku bahagia. Aku menolaknya karena aku masih punya agama. Dan sekarang kamu istiku. dia pasti bahagia. Please sampai kapan kamu terbebani dengan masalaluku? Kita tatap hidup kita ke depan. Isyana!" tutur Binar mencoba memahami Isyana dan meluruskanya


"Bukan itu Mas!" jawab Isyana lagi.


“Lalu apa? Aku suamimu, aku halal untukmu dan begitu juga sebaliknya, berapa kali sih aku harus kasih tahu kamu? Atau jangan- jangan bukan Tiara masalahnya, kamu masih ingat Lana dan tidak cinta sama aku?” tanya Binar lagi akhirnya tersinggung. 


“Kok malah bahas Mas Lana sih Mas? Bukan itu!” jawab Isyana ikut merasa sakit hati. 


“Ya terus apa masalahnya? Kenapa kamu melayani ku seperti selalu terpaksa dan ketakutan? Kamu cinta kan sama aku?” 


“Cinta Mas. Tapi, tapi aku takut ini salah dan aku tidak pernah melakukanya sebelumnya! hal- hal seperti ini?” jawab Isyana jujur. 


Binar kemudian membelalakan matanya. Masa Isyana tidak tahu perkara seperti itu.


“Kamu nikah dengan Lana selama dua tahun kan?” tanya Binar lagi. 


Sambil menunduk Isyana mengangguk. 


“Tatap mata Mas!” ucap Binar lagi sambil meraih dagu istrinya. 


Isyana pun mengikuti, menatap suaminya. 


“Apa selama dua tahun kamu bersamanya saat kamu haid? Lana tidak pernah menuntut haknya?” tanya Binar merasa Isyana sedikit aneh. 


Isyana kemudian menggelengkan kepalanya. 


Binar semakin heran, perempuan macam apa yang dia nikahi, Isyana sudah melahirkan tapi saat dia dekati melebihi Tiara saat awal menikah. Bahkan saat Isyana diajak melakukan hal yang seharusnya wajar dilakukan orang menikah Isyana tampak kaku.  


“Apa kamu tidak pernah melihat video orang dewasa?” tanya Binar lagi. 


Isyana menggeleng. 


“Hhhh....,” Binar menghela nafasnya. 


“Usiamu 22 tahun kan? Maaf, bukan maksud Mas mengungkit Mas Lana, tapi memangnya pernikahan seperti apa yang kamu jalani?” tanya Binar kemudian. 


Dengan suara pelan, dan ragu Isyana kemudian menceritakan rumah tangganya bersama Lana.


Selama dua tahun menikah, mereka melakukan hubungan suami istri hanya di dua minggu terakhir, bahkan malam di rumah orang tua Isyana, dia di per kosa, karena Lana melakukanya akibat obat bahkan menyebut nama Mika. 


Boro- boro Isyana kenal dengan oraal s...s, atau pe manasan. Isyana menghabiskan masa sekolahnya fokus sekolah dan membantu nenek di ladang. Bersama Lana, juga sama sekali tanpa kelembutan dan kompromi melakukanya. Isyana hanya sebatas melakukan kewajibanya berharap Lana mencintainya seperti desakan Bu Wira. Lana juga selalu bermain cepat dan langsung pada intinya.


Jika diminta agresif dan melakukan sesuatu yang tak biasa, Isyana memang merasa janggal aneh dan bahkan sedikit jijik dan mengira Binar berlebihan.


“Hhh...,” Binar yang mendengarnya tidak jadi marah dan justri iba. Ternyata Isyana janda yang tak biasa.


Binar kemudian mendekat ke Isyana membelai rambutnya lalu mendekat dan mengecup keningnya. 


“Maafin Mas, aku kira dengan menikahi janda dan sudah melahirkan kamu sudah banyak berpengalaman dalam hal ini. Kalau gitu, kamu harus banyak belajar mulai sekarang! Mas akan ajari kamu nanti!” jawab Binar merasa bersalah. 


“Maafin Isyana... Mas. Isyana tidak tahu hal- hal seperti ini?” jawab Isyana lirih dan malu.


Binar mengangguk. 


“Nih Mas kasih tahu. Dalam agama kita, setelah menikah, apa yang haram akan menjadi halal untuk dilakukan suami Istri. Kecuali dua hal yang dosa dan dilarang. Yaitu satu, meletakan ini pada bagian belakang yang jelas itu pantangan dan dilaknat. Yang kedua meletakan ini di bagian depanmu saat kamu haid dan nifas. Selebihnya sesuatu yang Mas lakukan sendiri dosa tapi saat bersamamu jadi boleh. Kita nggak salah, kita suami istri! Suami boleh bersenang- senang dengan istrinya dalam keadaan kamu haid atau nifas di semua bagian tubuhmu kecuali dia tempat tadi. Jadi kita tidak salah!” tutur Binar mengajari Isyana. 


Isyana mengangguk mengerti.


“Isyana juga masih belum sembuh betul sakit dan pemulihanya Mas, rasanya tidak nyaman, perut Isyana masih suka mules, punya Isyana juga masih sedikit perih,” jawab Isyana jujur mengkomunikasikan keadaanya. 


Luka jahitan Isyana dan proses penyembuhan rahimnya memang belum sempurna sehingga dia masih tidak nyaman. 


Binar pun mengangguk dan tertampar.


Dirinya seharusnya menyadari itu. Seharusnya Binar juga membuktikan kalau dia menikahi Isyana dengan niat yang baik demi anak- anak mereka dan nasib Isyana. Bukan seperti yang dituduhkan orang- orang karena kegaatelan.


Pernikahan tidak harus selalu merujuk pada pemenuhan kebutuhan itu. Walau itu hal yang penting dalam membina hubungan. 


Akan tetapi dari awal dia menikahi Isyana di waktu yang tidak lazim harusnya sadar akan semua konsekuensi itu. Cinta juga harus mempunyai kesabaran dan perjuangan.


“Mas.. yang minta maaf. Harusnya mas lebih sabar dan mengerti kamu. Maafin Mas ya! Ya abis gimana tiap lihat kamu, dia langsung berdiri! Maaf ya?” jawab Binar jujur. 


Isyana mengangguk. “Isyana janji berusaha biar cepet sembuh, Mas! Semoga Isyana cepat bisa penuhi keinginan Mas,” jawab Isyana, Isyana juga sadar dia ingin di pernikahan keduanya menjadi istri seutuhnya.


Binar pun mengangguk. 


“Ya sudah kalau memang kamu nggak nyaman, Mas nggak maksa, dah tidur yuk!” ajak Binar merangkul Isyana mengajaknya tidur.


“Kalau emang mas, Mau. Nggak apa- apa Isya selesaikan!” jawab Isyana kemudian tetap ingin membahagiakan suaminya. 


Binar menggeleng dan tersenyum.


Binar harus dewasa dan membuktikan cintanya, cinta tidak harus selalu berwujud pemenuhan hawa  nap su, akan tetapi sikap saling mengerti dan menghargai. Toh semua itu akan hilang makna jika hanya satu pihak yang menginginkanya.


“Kemarin kan udah. Nggak apa- apa. Nunggu kamu bersih sekalian!” jawab Binar dewasa.


“Beneran? Mas nggak marah?” 

“Iyah, nggak. Udah tidur! Tidur!” jawab Binar menarik selimut dan mengajaknya tidur. 


Binar pun memeluk Isyana dengan hangat dan penuh cinta.


Binar benar- benar tidak menyangka, kalau selama dua tahun Isyana menikah tidak diperlakukan sebagai istri. 


"Bersamaku kamu harus bahagia. Sayang?" batin Binar kemudian mengecup puncak kepala Isyana yang ada di pelukanya.


**** 


Selang beberapa puluh menit, Isyana bangun lebih dulu. Isyana sengaja tidak membangunkan Binar dan membiarkannya terlelap. 


Isyana memilih bangun petang, melakukan senam pilates walau hanya beberapa menit. Setelah itu membuat membuat sarapan untuk Putri dan Binar. 


“Biar aku yang masak, Mbak! Aku lagi pengen masak!” ucap Isyana. 


"Beneran?"


"Selagi aankku belum dibawa pulang. Mbak. Nanti kalau anaku udah pulang. Aku nggak sempet masak!" jawab Isyana.


Mbak Nik mengangguk tersenyum.


“Ya baiklah tapi saya bantuin ya!” ucap Mbak Nik. 


"Ya!"


Sambil masak Mbak Nik bercerita kalau semalam Binar marah- marah dan geger mencari Isyana dikira Isyana pergi. 


Isyana yang mendengarnya hanya geleng- geleng kepala. 


“Astagah, ck, Mas Binar!” gumam Isyana. Pantas Binar ngambek dan uring- uringan. 


“Iyah... Tuan nggak pernah lhoh, sepanik itu dulu kalau sama Bu Ara apalagi sampai dini hari marah- marah begitu. Pulang dini hari juga nggak pernah. Kalau emang kemaleman, nginep di rumah Tuan Besar atau di hotel!” tutur Mbak Nik lagi jujur tanpa beban dan tanpa maksud membandingkan.


“Ehm...,” dehem Isyana. 


Meski mendengarnya Isyana jadi tahu malau suaminya memang mencintainya dan Mbak Nik tidak bermaksud membandingkan, tapi Isyana merasa tidak nyaman jika nama orang yang sudah baik dengannya disebut atau dibawa- bawa.


“Maaf Mbak Nik, jangan bahas, Kak Ara ya!” ucap Isyana kemudian. 


Mbak Nik langsung terdiam menelan ludahnya merasa bersalah. 


“Ah iya, Non. Maap!” jawab Mbak Nik cepat. 


Isyana kemudian tersenyum dan menepuk bahu Mbak Nik pelan. 


“Ya sudah, tinggal sajikan ya. Aku bangunkan Putri dan Mas Binar dulu!” ucap Isyana lembut. 


Pagi itu Isyana membuat cah brokoli, salad buah, nasi merah dan jus buah serta steak ayam. 


Setelah matang, Isyana membiarkan art yang melakukan platting dan membersihkan sisanya.


Isyana kemudian ke atas dan mengurus Putri dan membangunkan Binar. Pagi itu Isyana pun menunaikan tugasnya dengan baik, mempersiapkan sekolah Putri dan Binar kerja. 


“Sayang hari ini kamu ijin kuliah ya!” celetuk Binar sambil mengenakan kemejanya.


“Emang nggak ada kuliah Mas!” jawab Isyana sambil menguncir rambut Putri. 


“Oh ya? Baguslah. Siap – siap ya! Mas tunggu!” ucap Binar melihat Isyana masih pakai pakaian tidur dan bau bawang. 


“Siap- siap gimana?” tanya Isyana. 


“Kamu bau bawang dan masih muka bantal begitu. Mandi dandan wangi, ikut Mas. Putri biar dijemput Mbak Nik!"


"Ikut kemana Mas?"


"Jenguk Mas Lana dan jagoan kecil kita. Kemarin katanya dosis alat oksigenya sudah diturunkan, kalau sudah lepas alat yang dimasukan ke saluran yang ditenggorokan itu, kan katanya boleh transfer ke rumah sakit lain!” jawab Binar memberikan berita bagus bayi Isyana. 


Isyana langsung tersenyum sangat senang. Putri yang duduk di depan cermin ibunya juga ikut menoleh. 


“Maksudnya adik bayi mau dibawa pulang, Dad?” tanya Putri senang.


“Kalau pulang ke rumah belum sayang,” jawab Binar.


“Lhah kok gitu?” 


“Adik bayi masih sangat kecil dan butuh alat kesehatan lain, tapi mau dipindah ke rumah sakit yang lebih dekat!” jawab Isyana menyambung memberitahu. 


“Oh gitu? Kalau lebih dekat, berarti Putri bisa jenguk?” tanya Putri lagi. 


Binar dan Isana mengangguk. 


“Yeaay!” seru Putri girang. "Putri mau lihat adik bayi. Putri berdoa adiku cepat sehat!" seru Putri.


Binar dan Isyana tersenyum. 


“Ya sudah, Putri biar Mas yang bantu kamu mandi!” jawab Binar menawarkan diri mendandani Putri dan membiarkan Isyana mandi. 


“Tapi Daddy harus bener ya... ikat rambut aku!” ucap Putri bersedekap mengancam. 


“Yaaa...,” jawab Binar tersenyum. 


Isyana hanya terkekeh, kita lihat hasilnya nanti, apa Binar bisa ikat rambut Putri dengan baik atau tidak. 


Tapi karena mendengar boleh dan diajak jenguk anaknya, Isyana semangat mandi dan berdandan. Bahkan Isyana mandi lebih cepat dari biasanya. 


Dan setelah keluar, rupanya Binar berhasil mengikat rambut Putri. 


“Tanya Mommy sana, udah bener belum?” ucap Binar berubah jadi ayah yang sweet dan multitalenta. 


“Mommy udah bener belum Daddy ikatnya?” tanya Putri mendekat dan menunjukan hasil ikatan Binar. 


Isyana memeriksa. 


“Not Bad!” jawab Isyana gengsi memuji Binar


“Maksudnya?” tanya Putri panik takut jelek dan diketawain sebab sebelumnya ikatan Binar meleot dan membuat Putri malu. 


Isyana kemudian tersenyum. 


“Bagus Sayang! Daddy mu keren!” jawab Isyana berbisik agar Binar tidak ge er, dia memberikan dua jempol dan melirik ke Binar. 


Tapi Binar yang merasa berhasil tetap percaya diri dan tahu Isyana mengakui kemampuanya.


“Iyah, Daddy berusaha keras. Sebentar lagi kan mau ada adik kecil. Jadi Daddy harus bantu Mommy juga!” jawab Binar. 


Mendengar penuturan Binar Isyana jadi terharu. Apalagi ingat cerita Mbak Nik. Mereka kemudian segera bersiap.


Setelah siap mereka pun mengajak Putri keluar dan turun. Mereka membiarkan Putri keluar lebih dulu.


Sebelum keluar Isyana pun menarik tangan Binar.


“Makasih ya Mas!” ucap Isyana memegang tangan Binar dan membuat Binar berhenti melangkah.


“Makasih untuk apa?” jawab Binar heran. 


Bukanya menjawab, Isyana berjinjit dan berinisiatif mengecup bibir Binar duluan. 


“Woooh,” pekik Binar melongo Isyana akhirnya bisa agresif. 


Isyana kemudian tersenyum. 


“I love you. And thank you Mas udah cinta sama aku!” ucap Isyana malu- malu. 


Binar tidak menjawab, akan tetapi maju, meraih pinggang Isyana mendekat kemudian mendaratkan bibirnya dan membalas kecupan Isyana lebih lama.


Sebelum sarapan mereka sarapan daging mentah lebih dulu. Sampai tanpa mereka sadar dari bawah, Putri berteriak. 


“Daaaddy Mooommmy kok lama?” teriak Putri protes.


Putri kan tahu mereka sudah siap turun, tapi Daddy dan Mommy nya tak kunjung tiba. 


“Ehm...,” Isyana dan Binar kemudian saling melepaskan pagu tanya dan saling mengelap bibir mereka yang basah dan tersenyum. 


“Bersamaku kamu harus belajar banyak membahagikan aku!” bisik Binar ke telinga Isyana. 


“Ya...” jawab Isyana tersipu.


Lalu mereka segera turun bersama.



Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 220"