Istri yang terabaikan Bab 219

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


219 Hoam...


“Hoaam...,” Binar menguap sambil mengendarai mobilnya. 


Meski menahan kantuk yang teramat sangat, rupanya Binar tetap memilih memaksa dirinya memacu mesin mobil membelah malam menuju ke kota B.


Candu Isyana mengalahkan semua lelahnya. Walau belum menuntaskan hajat si jagoan kecilnya, setidaknya Isyana berhasil mengobati dahaga Binar yang selama  ini menanggung kekeringan di diri Tiara. 


Seperti malam sebelumnya, rumah Binar sudah sepi. Hanya security yang berjaga yang masih terjaga. Begitu melihat kilauan lampu mobil Binar mereka langsung sigap membuka pagar.


“Selamat malam Tuan?” sapa penjaga rumah Binar ke Binar begitu mobil Binar berhenti.


“Malam,” jawab Binar dingin. “Minta tolong parkirkan ya!” ucap Binar memberikan kunci mobil  harga milyaran itu. 


“Ya Tuan!” 


Binar pun menyeret kaki beratnya langsung menuju kamar Putri. 


“Gelap amat?” gumam Binar kesal.


Kamar Putri lampunya dipadamkan semua, termasuk lampu tidur. “Ck!” decak Binar lalu tanganya meraih saklar dan menyalakan lampunya. 


Seketika itu mata Binar yang tadinya tinggal 3 watt langsung melotot, dirinya yang tadinya ngantuk langsung on, berubah panik.


Kasur Putri tampak rapi tak ada pemandangan menenangkan yang dia lihat kemarin, seorang putri yang berlindung nyaman dalam pelukan ibu tirinya. 


“Isyana... Putri... dimana kalian?” batin Binar panik dan langsung kelimpungan. 


Binar langsung merogoh ponselnya. Isyana tidak mengabari apapun. Dia juga menelpon tapi tak diangkat.


Binar langsung keluar, bukanya mengecek kamar utamanya, dia malah turun panik dan mengetok kamar Dina dan Nenek.


Bahkan Binar mengetok pintunya dengan kencang walau waktu menunjukan pukul 3 malam. 


“Neeek..., nenek!” panggil Binar panik. 


“Neek, punten, Nek!” panggil Binar lagi. 


Sayangya meski sudah diketuk keras pintu tak kunjung dibuka dan tak ada sahutan. Binar pun meraih gagang pintu dan ternyata tidak kunci. 


Binar tambah panik, sama seperti di kamar Putri, kamar gelap. Dan setelah Binar nyalakan tidak ada nenek dan Dina. 


“Haissshhh apa- apaan ini?” gumam Binar kesal dan kalut. Dia mengira nenek dan Isyana tidak ada di rumah.


“Isyana tuh gimana sih? Dia sadar nggak sih, dia sekarang istriku. Kenapa pergi nggak pamit!” gerutu Binar emosi. 


Binar mengira Isyana pulang ke rumah Nenek mengajak Putri. Binar sangat kecewa dan tersinggung jika istri dan anaknya melawan atau tidak menghargainya. Padahal Binar menahan kantuk dan lelah ingin segera memeluk Isyana. 


“Apa dia tidak tahu kewajiban dan hak istri. Gimana sih dia?” gerutu Binar lagi. “Harus diajarin dia. Nggak tahu aku bela- belain pulang buat dia?” 


Binar kelluar kamar nenek dan langsung berjalan keluar berniat menyusul ke rumah Nenek. 


Penjaga yang beru saja mengunci pintu garasi jadi heran, baru masuk tiba- tiba keluar lagi.


“Tuan mau ngopi?” tanya penjaga malah mengira Binar mau ngajakin ngopi, sebab dini hari keluar kan laki- laki biasanya mau ngopi. 


Binar langsung melotot marah. Dia kan sedang panik. 


“Keluarkan mobilnya lagi!” bentak Binar. 


Penjaga rumah Binar langsung terdiam, tersentak, tambah bingung, baru pulang mau pergi lagi. Tapi apa daya pegawai rendahan takut bertanya.


“Ya.. Tuan” jawab Penjaga masuk ke garasi lagi. 


Binar masih ingin ngomel- ngomel terus dan menggerutu. “Bisa- bisanya sih, suami nggak di rumah malah pergi. Kuhancurkan sekalian rumah Nenek biar mereka tinggal di sini?” gumam Binar lagi masih kesal mengira Isyana tidur dan pulang ke rumah nenek.


Tidak lama mobil Binar kembali keluar garasi. 


“Ini kuncinya, Tuan. Mau diantar Pak Maman atau tidak Tuan?” tanya pegawai Binar hati- hati. 


Binar tidak menjawab, dia sebenarnya sudah sangat ngantuk. 


“Mang Pak Maman dimana?” tanya Binar. 


“Ada, saya panggilkan!” 


“Cepat!” jawab Binar. 


Penjaga Binar lari ke rumah tempat para pegawai laki- laki tidur. Binar langsung memijat keningnya masuk ke mobil. 


“Ada apa ya? Kok nenek sama Isyana pulang?” gumam Binar tidak berhenti berfikir. 


Tidak lama sang supir dengan muka bantalnya mendekat.


“Malam Tuan,” sapa Pak Maman. 


“Hm...,” jawab Binar berdehem. 


“Kita mau kemana Tuan? Ini masih jam 3 bukanya Tuan baru pulang?” tanya supir. 


“Jemput istriku!” jawab Binar dingin.


“Jemput Ibu Isyana?” tanya supir kaget. 


“Hmmmm,” jawab Binar kesal. 


“Lhoh, emang ibu kemana, Tuan?” tanya Maman lagi. 


“Seharusnya aku yang tanya. Apa kerjamu? Kemana istriku pergi?” tanya Binar marah. 


“Lhoh, Nyonya tidak kemana- mana Tuan!” jawab Pak Maman. 


Binar langsung terdiam. 


“Kamar mereka kosong. Kamar Nenek juga! Mereka nggak ada!" jawab Binar wajah kesalnya. 


“Tapi, Nyonya dan Nona Putri tidak kemana- mana, Tuan,” tutur Pak Maman lagi. 


Binar jadi malu sudah emosi. “Benarkah? Lalu dimana mereka?” 


“Coba Tanya Mbak Nik!” jawab Pak Maman. 


Binar tidak menjawab, tanganya tergerak membuka pintu mobil dan langsung keluar menuju ke kamar ART. 


Karena emosi, Binar menggedor pintu kamar Mbak Nik secara brutal. Tentu saja para ART langsung terbangun kaget dan panik. Bahkan mereka rambutnya masih acak- acakan belum diikat. 


“Tu- tuan?” sapa Mbak Nik diikuti ART lain menunduk takut membuka pintu kamar sambil merapihkan rambutnya.  "Ada apa Tuan?"


"Dimana istriku dan anakku?” tanya Binar langsung. 


Mbak Nik kemudian menoleh ke teman- temanya. 


“Nyonya Isyana?” tanya Mbak Nik lagi. 


“Ya, siapa lagi memangnya!” 


“Nyonya, tidur di kamar, Tuan!” jawab Mbak Nik tenang. 


“Tidak ada kok!” jawab Binar mengelak, membela diri. “Nenek juga tidak ada!” 


“Ada kok Tuan. Ada! Mereka di kamar utama, di kamar Nyonya Tiara, tadi juga saya ikut bantu, Nyonya beres- beres!” jawab Mbak Nik tenang memberitahu.


“Ehm...,” dehem Binar tercekat. Wajah Binar mendadak pias malu. Iya ya, kenapa Binar langsung panik tanpa cek ke kamarnya. Binar kita Isyana alergi kamar besar itu.


“Beneran Tuan. Tadi kita beresin kamar itu. Boleh saya antar ke sana?” tanya Mbak Nik jadi penasaran orang Mbak Nik juga ikut berkumpul masa tiba- tiba hilang.


“Tidak usah!” jawab Binar dingin cepat kepalang malu. 


Mbak Nik pun mengangguk dan membiarkan Binar langsung balik kanan.


Para art dan penjaga langsung saling pandang dengan tepuk jidat melihat Binar dini hari bikin ribut. Aneh sekali. Mungkin Binar terlalu lelah dan setengah sadar pikir mereka..Mereka pun kembali tidur.


****


Binar langsung masuk ke kamarnya. 


“Hhhhh...” Binar pun menghela nafasnya lega. 


Di kamar besarnya, tampak Isyana memeluk Putri. Dan pemandangan yang tak biasa, Nenek dan Dina ikut di sana.


Di atas meja sofa tampak masih berantakan beberapa barang Putri dan di dekat tembok terdapat hiasan yang tak biasa. Rupanya Isyana dan Dina nyicil memindahkan barang- barang Putri.


Binar pun menggaruk kepalanya terduduk di sofa kamar besar itu. 


“Bagaimana caranya aku marah kalau begini?” gumam Binar menatap barang- barang Putri yang tergeletak di lantai. 


Kalau tidak ada nenek dan Dina sudah pasti Binar langsung gabung dan memeluk Isyana.


Sayangnya ran jang besarnya sudah terisi 4 orang. Binar hatus mengalah. Meski kesal, tapi tidak bisa marah. Binar harus tidur di sofa. 


Tapi sebelum terlelap, Binar kemudian berjalan mencari pakaian ganti. Nenek yang sensitif, mendengar langkah Binar menuju ke ruang ganti terbangun.


Nenek tahu diri. Mereka yang di kamar itu ketiduran dan stay berdasar keinginan Putri langsung bangun karena sungkan dan merasa lancang.


“Diiin... bangun!” ucap Nenek menggoyangkan tubuh Dina. 


Sayangnya Dina yang tidak pernah tidur di kasur empuk sangat pulas. Bukan Dina yang bangun tapi Isyana.  


“Diiin...!” cubit nenek keras. 


“Nenek!” pekik Isyana terbangun. 


“Neng...Suamimu, pulang. Nenek turun ke bawah aja ya!” ucap Nenek lirih. 

“Haah? Mas Binar pulang?” tanya Isyana ikut panik.


Sore tadi Isyana kira Binar nginap di rumah mamahnya. Isyana tidak menyiapkan apapun, bahkan sekarang tidur di kamar bekas istrinya bersama nenek dan Dina. Isyana jadi ikut gelagapan.


“Iyah, dia lagi di kamar mandi!” bisik Nenek buru- buru turun. 


“Duh...Nek maafin Isyana, ya Nek!” tutur Isyana merasa bersalah. Tapi Putri semalam yang minta semuanya temani dia. 


“Nenek yang minta maaf, bantu bangun Dina!” tutur Nenek. 


Isyana pun bantu bangunin Dina. 


Di saat yang bersamaan mereka sibuk bangunin Dina, Binar selesai dari kamar mandi dan keluar.  


“Lhoh kok pada bangun?” tanya Binar tak kuasa marah ada nenek. 


Dina yang baru sadar, garuk- garuk kepala. Dia yang terpaksa bangun sekarang sadar kenapa dia dibangunkan. 


“Maaf, Nak Binar. Semalam kita beres- beres sampai malam, jadi ketiduran di sini!” sahut Nenek cepat merasa sungkan.


Isyana yang juga masih merasa belum lama menjadi Nyonya dan takut Binar marah hanya menunduk diam. Dina yang takut dimarahi Binar juga diam. 


Binar sebenarnya kesal, tapi melihat nenek yang sopan tidak berani menampakanya. 


“Nggak apa- apa, Nek. Makasih udah nemenin anak dan istriku!” jawab Binar menutupi kesalnya.


“Ya sudah, kita turun ke bawah ya!” jawab Nenek.


Binar pun hanya mengangguk, mempersilahkan nenek pergi. Dalam hatinya, memang ingin nenek cepat pergi. 


Setelah nenek pergi.


Binar pun kembali ke mode awalnya, ngambek dan kesal. Bukanya mendekat ke Isyana malah duduk di sofa. Isyana pun jadi salah tingkah. 


“Pulang jam berapa? Mas?” tanya Isyana pelan bosa basi.


“Penting yah tanya?” jawab Binar jutek. 


Isyana jadi kaget mendengar jawaban Binar yang ketus. 


“Ehm... maaf!” tutur Isyana langsung sadar diri, dan merasa suaminya agak berbeda.


Binar masih mode diam dan malah merebahkan dirinya ke sofa. Isyana semakin yakin suaminya marah. 


“Maas!” panggil Isyana lagi.


Binar semakin menunjukan marahnya bukanya jawab malah miring membelakangi Isyana . 


“Issh...ck,” desis Isyana. 


“Mas marah ya karena tidur di sini? Isyana minta maaf!” tutur Isyana merayu. 


“Hmmmm...,” jawab Binar hanya berdehem dan berharap Isyana merayu. 


“Ihh kok nggak jawab sih?” tanya Isyana lagi.


Binar masih diam berharap Isyana turun lalu membelainya dan memintanya tidur di kasur. 


“Ih.. Isyana udah minta maaf Mas! Mas marah ya, karena kita tidur di sini? Semalam Putri yang pengen kita tidur di sini! Isyana pengen mulai biasakan Putri tidur di sini. Kamar ini dan semua barang kak Ara kan hak Putri!”  ucap Isyana berusaha menjelaskan. 


Binar yang ingin dimanja dan dirayu tetap diam tidak menanggali penjelsan Isyana.


Sayangnya Isyana yang didiamkan, merasa sudah berusaha menjelaskan, tapi tidak digubris jadi ikutan marah. 


“Mas!” panggil Isyana lagi. "Maafin Isyana ya. Semalam Dina bantuin kita. Terus Putri katanya seneng kalau tidur rame- rame!" ucap Isyana lagi


Binar tetap diam


"Maas!" panggil Isyana lagi.


Binar tetap diam.


“Hhh....,” Isyana pun menghela nafas putus asa kesal didiamkan suaminya.


Bukanya turun merayu Isyana malah kembali tidur dan menarik selimutnya memeluk Putri lagi. 


Suasana jadi hening. 


Binar yang sandiwara menunggu Isyana merayu jadi keki sendiri, karena sentuhan dan rayuan yang diharapkan tidak kunjung dia dapatkan. 


“Hhhh,” Binar tidak tahan dan jadi kesal sendiri. Dia kemudian berbalik dan melihat istrinya yang malah selimutaan. 


“Ck!” deccak Binar tidak tahun dan bangun. 


Bahkan Binar menyeret selimut Isyana karena kesal. 


“Iiiih,” Isyana yang jengkel karena didiemin jadi menampakan tampang cemberut lalu menarik selimutnya lagi. 


Binar tidak mau kalah, menarik lagi.


Isyana mempertahankan lagi sehingga mereka malah bertengkar tarik- tarikan selimut.


“Maunya apa sih?” tanya Isyana akhirnya bangun lagi dan bersedekap menatap suaminya cemberut. 


“Bisa- bisanya ya. Minta maaf tapi cemberut gitu sama suami?” jawab Binar protes. 


“Laah, terus Isya harus gimana? Isyana minta maaf baik- baik dicuekin? Giliran Isyana diam, mas marah!” jawab Isyana protes.


“Ya masa minta maafnya gitu?” tanya Binar memancing dengan wajah muramnya. 


“Lah terus gimana?” tanya Isyana tidak peka. 


“Ehm... ehm...,” dehem Binar lagi sambil plintat plintut mengusap tengkuknya.  Maunya Binar Isyana turun, memeluknya menyambutnya, membelainya.


“Mas sakit gigi ya?  Radang? Dehem- dehem gitu?” tanya Isyana lagi.


"Ck!" decak Binar geram. Kenapa Isyana tidak peka.


"Tuh kan malah cemberut? Giliran Isyana diam nggak boleh. Mas cemberut gitu?" protes Isyana.


"Hhh...," Binar menghela nafas. Isyana tidak bisa dikode.


“Yakin mau di kamar ini?” tanya Binar pelan akhirnya mendekat pelan dan duduk di dekat Isyana. 


Isyana kemudian memutar bola matanya berfikir. 


“Isyana udah pernah certa ke Mas kan? Kamar ini biar ditempatin Putri. Sampai Putri terbiasa tidur di sini, kita temani dulu! Toh adiknya belum dibawa pulang? Nggak apa- apa kan? Kita di sini dulu temani Putri?” tanya Isyana masih belum tahu yang dimaksud suaminya. 


“Ya nggak apa- apa!” jawab Binar kesal. 


“Terus kok mas marah? Maksudnya mas yakin, yakin apa?” 


“Haiish...,” desis Binar gemas dan mengacak- acak rambutnya sambil menelan ludahnya. 


“Tuh kan marah lagi?” decak Isyana tambah pusing. 


Binar yang sulit menjelaskan lalu mendekat. 


“Kamu udah merah Asinya belum?” bisik Binar. 


“Hooh,” pekik Isyana menyeringai, kok tanya ASI?


“Ehm...,” dehem Binar melirik Putri dan foto pernikahannya dengan Tiara. 


“Ehm... ehm...,” sekarang giliran Isyana yang berdehem setelah paham mau suaminya. 


“Nggak apa- apa di sini?” tanya Binar lagi semakin mendekat.


“Emang mau apa?” tanya Isyana mulai panik dan menyeringai.


“Isshhh,” desis Binar gemas. 


“Mas nggak ngantuk apa? Mas baru pulang kan? Udah tidur aaja yuk!” ajak Isyana mengalihkan pembicaraan. 


Binar tidak sabar dan dengan cepat menarik tangan Isyana dan mengarahkan memegang sesuatu yang ingin dibelai Isyana. 


“Ma.as!” pekik Isyana. “Sabar... Isyana belum suci!” ucap Isyana lirih. 


“Mau di sini? Apa pindah kamar?” tanya Binar tidak peduli. 


“Mau apa emangnya? Udah tidur aja. Yah!” 


“Kaya kemarin!” rayu Binar lagi. 


Isyana menelan ludahnya panik. Isyana pun menoleh ke Putri yang mendengkur halus, lalu menatap foto pernikahan Binar dan Tiara. 


Binar yang tidak mendapatkan jawaban langsung mendekat dan mulai mengendus Isyana. 


“Maas tunggu!"


"Iih apa lagi?"


"Oke.. jangan di sini!” ucap Isyana mengambil keputusan. 


Isyana kemudian merapihkan selimut Putri. Dan mereka ke kamar Putri. 


**** 



Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 219"