Istri yang terabaikan Bab 218

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


218 Siapkan Nama


“Siapa kalian?” tanya Tuan Wira dan Tuan James kaget. 


Seperti di serang badai topan panas, di ruang privat lantai dua sebuah resort di pinggir pantai itu, para elit politik dan pria berkantong tebal itu terbelalak kaget dan bangun dari kursi empuknya. 


Emosi marah khawatir bercampur menjadi satu.


“Angkat tangan! Kalian sudah kami kepung!” ucap satu pria berjaket hitam mengarahkan lubang pistolnya ke arah Tuan James. 


Tangan Tuan James tampak turun menyusuri sakunya, hendak merogoh senjata apinya juga. Maka itu pria berjaket hitam langsung mengarahkan pistol ke Tuan James. 


“Kurang ajar kalian. Siapa kalian? Berani- beraninya mengganggu makan malam kami!” bentak Pak Sandi. 


Pak Sandi juga dengan cepat mengeluarkan senjatanya.


“Turunkan pistol kalian. Kalian tidak tahu siapa aku?” imbuh Tuan Wira. 


Tuan Wira yang tanpa senjata tapi punya kekuasaan langsung berlindung ke temanya.


Mereka masih belum tahu musuh mereka yang mana, berani- beraninya menyusup ke markas mereka dan tahu jam operasi mereka. Padahal Tuan Wira selalu menyusun rencana secara diam- diam, tengah malam di tempat tersembunyi dan hanya dihadiri pemain inti. 


Mereka masih belum mau menyerah dan justru saling todong pistol.


“Prok .... prok... prok...,” dari arah tangga terdengar seseorang berjalan ambil bertepuk tangan. 


Pak Sandi dan Tuan Wira langsung melotot.


Tidak lama keluar pria berseragam berjalan santai mengulaskan senyum.


Teman sesama aparat keamanan dan penegak keadilan yang pangkatnya sama dengan Tuan Sandi datang dengan wajah penuh kemenangan diikuti beberapa ajudanya yang membawa  kamera dan juga senjata. Juga beberapa menyeret antek Tuan James yang dibekukan. Dia adalah Tuan Satya. 


Tuan Sandi pun tak berkkutik, syok dan kaget. Dia hanya bisa mengepalkan tanganya. Dia melirik ke sekeliling, ternyata ajudan mereka yang berjaga benar- benar sudah dilumpuhkan entah kapan mereka tidak ada yang dengar.


“Tuan Wira Hanggara yang terhormat, dan Bro Sandi... barang kalian sudah aman ada padaku. Tidak ada pilihan lagi untuk kalian. Menyerahlah! Tidak usah buang tenaga ini sudah malam!” tutur Tuan Satya santai.


“Kurang ajar! Apa- apaan ini?” pekik Tuan Wira. "Kamu mengganggu makan malam kami!"


"Tuan Wira yang terhormat. semua data anda sudah kami pegang. Ayolah. Jangan merepotkan kami!" jawab Tuan Satya lagi.


"Ss hiii t!" pekin Tuan James.


“Jedorrrr...,” terdengar bunyi tembakan.


“Jedoor....,” terdengar sahutan pula. 


Semua pun menoleh dan semua anggota Tuan Satya siaga semua. Rupanya Tuan James menyerang akan tetapi dengan cepat pasukan Tuan Satya langsung siaga mengepung, bahkan tidak segan menembak tangan Tuan James sehingga pistolnya terjatuh. 


Suasana menegang dan terjadi baku tembak.


"Jedooorr...!" Tuan Sandi juga ikut menyerang.


"Jedor!" bahkan Tuan James yang tanganya terkena tidak menyerah dan hendak menyerang lagi.


“Lari...,” Tuan Wira danTuan Sandi hendak melarikan diri. 


“Jedoor—jedoor....,” anak buah Tuan Satya tidak tinggal diam. Mereka pun dengan segera melepaskan peluru melumpuhkan Tuan Wira dan yang lain. 


Karena jumlah anak buah Tuan Satya banyak mereka pun berhasil.


Mau tidak mau mereka pun menangkap Tuan Wira, Om Sandy, Om Marco dan Tuan James secara paksa. 


**** 


“Sepertinya ada keributan Pah,” ucap Binar mengintai dari warung kecil di seberang warung elit di pinggir pantai itu.


“Papa Percaya sama Satya. Dia calon pemimpin yang bisa diandalkan!” jawab Tuan Priangga santai.


Tuan Priangga malah menyalakan korek dan mengambil sepuntung rokok. 


“Ck!” decak Binar. 


Binar yang tahu kalau Papahnya punya darah tinggi langsung posesif merebut rokoknya. 


"Binar aduin ke Mamah lho Pah!" jawab Binar.


Tuan Priangga langsung menatap putranya penuh permusuhan.


“Tidak usah halangi kesenanganku!” ucap Tuan Priangga dingin.


“Ya sudah, kalau gitu biar Binar keluar dan lihat mereka!” jawab Binar ngeyel pada Papahnya dan sangat ingin ikut ke medan pertempuran.


“Ck!” decak Tuan Priangga. “Kau bodoh sekali, untuk apa ke sana? Kemenangan harus dirayakan! Jangn buang tenaga!” jawab TuaN Priangga. 


Baginya yang tidak penting orang lain mengetahui peranya, yang penting dia berhasil memanen hasilnya. Dan bagi Tuan Priangga yang kalau ketahuan sekertaris dan istrinya merokok dimarahi, bisa bermain kartu bersama anaknya berdua sambil merokok adalah perayaan paling mahal dan hangat. 


“Aih Papah. Binar penasaran Pah. Ayo cepat kita lihat! Sepertinya seru!” jawab Binar gatal ingin melihat apa yang terjadi. 


Berbeda dengan Tuan Priangga yang sudah tua tak banyak ambisi, Binar ingin melihat wajah kekalahan di mata Tuan Wira. Binar ingin memakinya dan mengibarkan bendera kemenangan.


“Kau keras kepala sekali. Di sana banyak pistol, apa kamu lupa kamu baru menikah dan baru saja menjadi seorang ayah? Sudah diam di sini saja!” jawab Tuan Priangga. 


Binar diam, iya, Binar lupa tidak memegang pistol. Luka lebam sehabis di tampar Lana dan Tuan Priangga tempo hari saja masih ada bekasnya sedikit. Situasinya kan memang cukup berbahaya.


Ya, pesan Isyana kan, hati- hati Isyana tdak mau jadi janda lagi. Meski percaya dengan kinerja Tuan Satya dan anak buahnya, menghemat tenaga sepertinya lebih baik. Binar mengalah tidak jadi keluar walau dadanya bergemuruh jiwa laki- lakinya meronta ingin berkelahi.


Suasana sepi.. tidak terdengar tembakan lagi. Tuan Priangga juga tetap asik menghisap rokoknya dan mengeluarkan kepalan asapnya. Sementara Binar terus mengawasi. 

“Sepertinya mereka berhasil dilumpuhkan Pah!” ucap Binar cepat sangat semangat ingin memaki Tuan Wira.


Binar bahkan bangun hendak keluar, tapi kaki Tuan Priangga langsung tergerak menghalangi langkah Binar sampai Binar terjatuh tersungkur ke lantai. 


“Aak,... ish!” desis Binar melirik Papahnya.


Tuan Priangga benar- benar yang tega pada anaknya. Padahal kan anaknya hanya Binar itu saja Bu Dini hamil Binar tunggu lama. Tapi bahkan membuat Binar terjatuh tak membuatnya merasa bersalah.


“Jangan halangi Satya untuk naik jabatan! Diam dan pulanglah!” ucap Tuan Priangga dingin lalu mematikan puntung rokoknya. 


“Haiiisssh..,” desis Binar bangun sambi mengusap lulutya yang lumayan pegal. 


“Kalau Binar tidak boleh melihat dan menyapa mereka. Ngapain Binar di sini Pah? Tahu gini, Binar hanya disuruh menunggu, mending Binar pulang bisa kumpul sama anak istri!” jawab Binar protes. 


Rasanya kesal.sekali hanya ngumpet di warung kecil. Binar kan juga ingin keren.


Tuan Priangg tidak menjawab dan memilih meneguk kopi hitamnya. 


“Apa aku tidak lebih berharga dari anak dan istrimu?” tanya Tuan Priangga santai dan dingin. 


Binar langsung terskak dengan pernyataan Ayahnya. Ya sebagai anak dan ayah yang sama- sama sibuk, mereka sudah lama tidak ngobrol santai berdua dan minum kopi bersama.


Mereka sibuk dengan target dan pekerjaan sendiri- sendiri. Bahkan saat di kantor, atau sebuah rapat, Tuan Priangga dan Binar seringnya profesional dan saling diam seperti bukan ayah dan anak. 


“Maaf Pah!” jawab Binar akhirnya duduk lagi. 


“Hmm... nyalakan koreknya!” ucap Tuan Priangga mengambil satu puntung rokok lagi. 


Binar tersenyum, kali ini dia tidak memarahi atau menegur, tapi justru mengambil korek dan menyalakanya, lalu Binar ikut mengambil satu puntung rokoknya. 


Mereka berdua kemudian merokok bersama, menghisap dalam dua gulungan tembakau yang kalau Bu Dini dan Isyana tahu pasti dimarahi. Mereka tidak bicara hanya bersantai melihat ke langit lepas yang bertabur bintang. 


Bagi Tuan Priangga itu momen langka dan berharga.


Beberapa saat kemudian suara mobil polisi terdengar beriringan, seperti alunan nada perang, yang cukup membuat merinding orang yang mendengarnya, begitu ramai dan bersahut- sahutan melewati warung tempat mereka menunggu.


Para nelayan yang tidak mengerti ikut antusias dan saling bertanya tanpa ada yang menjawabnya. Mereka hanya bingung kenapa tiba- tiba banyak mobil.  


Tuan Priangga dan Binar memilih menikmati rokok di tempatnya. Keduanya pun menoleh. Itu artinya anak buah Jendral Satya berasil membawa Tuan Wira Tuan James lengkap dengan para ajudan dan anak buahnya yang sudah lebih dulu dibekukan anak Buah Tuan Satya. 


“Kita temui besok di sel saja,” tutur Tuan Priangga.


Tuan Priangga memang ingin tak ada yang tahu, kalau Satya dan anak buahnya berhasil meringkus Tuan Wira dan lain berdasar informasi dari Binar. Itu akan membahayakan keluarga Binar. Sebab Tuan James bukan orangg sembarangan. Meski nanti dia dijatuhi hukuman mati, anak buahnya banyak. 


Tuan Priangga menunggu di situ hanya ingin memastikan pekerjaan rekanya beres.


Tuan Priangga juga ingin agar karir Satya oleh Presiden langsung diangkat dan dianggap dia yang berhasil. Bagi Tuan Priangga yang seorang pengusaha dan tidak mengejar jabatan, ketenangan hidup lebih dari segalanya. Yang penting kerajaan bisnisnya tetap jalan dan berjaya. 


“Ya... Pah!” jawab Binar mencoba memahami ayahnya.


“Sekalian urus masalah saham dan perusahaan!” jawab Tuan Priangga lagi dia tidak ingin berurusan dengan Tuan Wira dalam hal bisnis.


“Siap Pah!” 


“Apa kau sudah siapkan nama untuk bayi Isyana?” tanya Tuan Priangga ternyata walau bukan cucu kandungnya masih peduli. 


“Masih belum Binar pikirkan. Binar rasa, Lana masih mempunyai hak untuk tentukan namnya Pah. Walau bagaimanapun dia ayahnya!” jawab Binar tenang. 


Binar tidak serakah atau jahat, Binar tetap ingin memberikan hak Lana. 


Tuan Priangga pun mengangguk. 


“Ya walau bagaimanapun dia tetap penerus keluarga Hanggara!” jawab Tuan Priangga lagi. 


“Binar malah ingin kalau bisa saham Om Wira buat cucunya saja, Pah!” jawab Binar lagi. 


Binar tidak ingin serta merta melepas saham keluarga Hanggara atau menjualnya, kalau bisa itu untuk diwariskan pada anak yang sekarang dalam pengasuhan Binar. 


“Kita pikirkan nanti. Kapan kamu akan menemui Lana? Surat pemecatanya sudah jadi kan?” tanya Tuan Priangga lagi. 


“Besok!” jawab Binar. 


Setelah pengumuman resmi dari pemerintah tentang penangkapan Tuan Wira. Mereka juga akan segera memecat Lana. 


“Oke..!” jawab Tuan Priangga menepuk bahu Binar. 


Di luar suasana sudah kembali sepi. Tuan Priangga bangun tanpa berkata- kata dan meninggalkan Binar lebih dulu. Binar kemudian melirik jamnya. 


“Sudah jam 12 malam?” gumam Binar bukanya segera menyusul ayahnya malah duduk di teras warung itu melamun. 


 “Aku pulang ke rumah Papah atau ke kota B yah? Ck... kapan selesai nifasnya sih? Nifas itu berapa hari sih?” gerutu Binar 


Binar malas pulang ke rumah Tuan Priangga, tapi sangat melelahkan jika harus pulang ke kota B lagi, dan esok ke Ibukota lagi. Apalagi nifasnya Isyana belum selesai. 


**** 


Kakak... makasih yaa.. yang udah setia ikutin Binar. Hehe. 


Maaf authornya lagi sakit, jadi up sebisanya. Kakak pembaca semua jaga kesehatan ya. Kalau udah terlanjur batuk susah sembuhnya... sumpah nyiksa banget.


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat adminnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 218"