Istri yang terabaikan Bab 210

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


210 Ikhlas


“Ya, ada Apa?” tutur Binar gugup, namun tetap menyempatkan angkat telpon.


“Mas kenapa? Kok gugup gitu suaranya?” tanya Isyana bisa mengenali perbedaan intonasi bicara Binar, tumben Binar nadanya cepat dan singkat, biasanya kan nakal.


“Maaf, Mas jelasin nanti, cepat jelasin ada apa?” tutur Binar lagi benar- benar serius.


“Ya udah kalau lagi genting, Isyana ketik whastap aja. Nanti telpon ya. Hati- hati Mas,” tutur Isyana pengertian dan mengalah.


Sebagai istri kita memang harus pengertian dan positif thingking. Masalah yang hendak dia ceritakan tidak terlalu genting yang harus dijawab saat itu juga.


“Ya!” jawab Binar singkat


“Assalam...,” sampai Isyana mau ucapkan salam oleh Binar sudah dimatikan.


Isyana pun mencebik, memandangi ponsel yang ada di genggamanya, lalu melirik ke Putri dan Dina yang masih aktif bermain.


“Hmmm ya sudahlah. Mas Binar sepertinya, lagi sibuk?” gumam Isyana meletakan ponselnya.


Isyana kemudian merebahkan badanya di sofa. Mengawasi dan menemani Putri bermain.


Isyana sendiri menghadap ke laptop dan beberapa buku ilmu pengetahuan, mata kuliahnya yang ada di meja.


Ya Isyana bukan karyawan atau pns. Jika ingin lulus tepat waktu, Isyana harus kejar mata kuliah.


Walau nifas dan sehabis melahirkan, Isyana tidak mengajukan cuti, hanya ijin sakit beberapa hari.


Bukan tidak memprioritaskan anak. Anak Isyana belum boleh keluar dari inkubator. Daripada Isyana larut dalam kesedihan, Isyana lebih memilih berdoa dan mengisi otaknya dengan hal berguna.


Isyana meminta tema- temanya mengirim semua ketertinggalan tugas Isyana.


Di rumah sambil ngasuh anak, si Putri, sambil memerah ASI untuk bayinya juga, Isyana tetap mengerjakan tugas kuliah.


Setelah menjadi nyonya Binar, memudahkanya karena ada banyak art yang membantu Isyana.


“Hah....” Isyana menghela nafas, pandanganya ke sembarang arah melamun. “Benarkah Mika yang melakukanya? Kenapa dia melakukan itu? Padahal saat itu mereka kan seharsnya bahagia. Lalu dimana dia sekarang, hhhh... apa yang membuat Mas Lana meninggalkanya? Benarkah Mas Lana lebih mencintaiku? Ck.. ck.. kasian sekali.. Apa Mika juga diperlakukan sama seperti aku dulu?” gumam Isyana.


Isyana sama sekali tak membenci Lana atau pun Mika sekarang. Yang ada Isyana malah kasian dan miris dengan apa yang terjadi dengan orang di masalalu yang menyakitinya.


Rupanya Tuti baru saja menelpon, beberapa polisi mendatangi bekas kontrakan Isyana dan memberi garis kuning.


Polisi menanyakan seseorang bernama Adnan dan Mika. Polisi juga menanyakan keberadaan Isyana, mereka butuh informasi dari Isyana sebagai orang yang menempati kontrakan.


Polisi juga mengatakan mencaritahu kabar tentang Mika karena Mika tidak diketahui keberadaanya.


Itu sebabnya Isyana menelpon Binar. Sebagai istri, Isyana menghormati Binar dan mematuhinya. Isyana harus ijin dan komunikasi pada Binar.


Karena keperluanya masih besok, Isyana pun mengalah menyampaikan nanti malam atau besok pagi saja jika Binar sekarang sibuk.


“Mommiii,” teriak Putri berlari lalu menghambur manja ke pelukan Isyana dan membuyarkan lamunan Isyana.


“Awww..., ada apa sih lari- lari? Sayangnya Mommy sekarang tambah berat..” pekik Isyana hangat menerima Putri yang mulai berat di pangkuanyanya.


“Hihihi?" Putri tergelak kemudian menoleh ke Dina.


Putri pun memeluk Isyana.


"Aawass... awaaas..., Kak Dina nakaal!” teriak Putri terus mendusel ke Isyana dan mengangkat kedua kakinya naik.


Putri tidak ada canggung- canggungnya sama sekali, langsung duduk di pangkuan Isyana dan meringkuk.


Rupanya Dina dan Putri sedang bermain kejar- kejaran dengan memainkan tokoh kartun Naga- nagaan dan tikus- tikusan, yang diletakan di telapak tangan.


“Huoooaaam dimana kamu tikuus, aku lapar...,” ucap Dina dengan suara menirukan tokoh di dongeng siap memakan tikus- tikus yang di sakuin Putri. Dan tangan Dina bergerak seperti sekor naga.


“Aak... takuut.. takuut,” teriak Putri menghayati langsung memeluk Isyana kencang.


“Diiin... Diiin, udah- udah, nanti kebawa tidur lho!” lerai Isyana hangat membela Putri.


Dina pun mencebik.


“Issshhh curang... masa lari ke Mommy! Kan ini cuma mainan. Tikus harus diberantas agar tanaman Pak Tani nggak jadi gagal panen!” ejek Dina ke Putri.


Rupanya mereka sedang baca buku dongeng.


“Mommy ayo lawan Kak Dina, masa semua anak Putri dimakan kak Dina, ayo Mom lawan Kak Dina!” rengek Putri ingin punya pendukung.


“Huuummm?” cebik Isyana mengangkat alisnya.


“Ya udah kalau Putri nggak suka mainan ini, kalau sama Mommy ganti yang lain aja biar bertiga!” usul Dina.


“Oke! Ide bagus? Mau mainan apa?” jawab Isyana


Tugas Isyana sudah selesai, suaminya ditelpon juga sibuk.


Akhirnya Isyana turun bergabung dengan Putri dan Dina. Mereka bertiga pun bermain dan tertawa hangat meramaikan rumah Binar. Sampai berganti mainan hingga malam datang.


****


Di rumah sakit.


Binar segera memasukan ponselnya dan berlari menuju kamar Lana.


“Braaak!” Binar membuka pintu kamar Lana cepat.


“Hap..,”


“Jangan!”


Di waktu yang bersamaan, Amanda yang keringat dingin berusaha menarik coklat lumernya, tapi di saat yang sama juga dalam hitungan detik, tangan Bu Mutia sudah tergerak menyuapkan satu sendok coklat lumer ke mulutnya.


Gerakan tangan Bu Mutia lebih cepat ketimbang, Amanda yang ketakutan dan bingung.


“Hum...,” pekik Bu Mutia kaget dengan Binar datang tiba- tiba dan Amanda yang aneh, sendoknya masih tertancap di mulutnya.


Amanda keringetan bingung dan memegang tangan Bu Mutia, sementara Binar membuka pintu keras dengan nafas memburu. Amanda juga kaget melihat Binar.


“Binar?” pekik Amanda sama bingung, kenapa Binar datang ke situ.


“Muntahkan Tante!” teriak Binar cepat tidak peduli Amanda dan Bu Mutia menatapnya.


Bu Mutia masih bengong tidak mengunyah makananya tapi juga tidak menelan.


“Ya Muntahkan! Tante... maaaf!” isak Amanda akhirnya.


“Uhuuuk...” sejurus kemudian Bu Mutia memuntahkan satu sendok coklat lumer itu. Lidahnya terasa ada gatal yang menjalar tapi belum begitu ketara.


Bu Mutia semakin bingung melihat kedatangan Binar dan sikap Amanda.


“Haah...,” Amanda menghela nafasnya lega melihat Bu Mutia mengeluarkan kuenya. Meski sudah bersarang di mulutnya beberapa detik.


“Kaliaan kenapa?” tanya Bu Mutia menatap Amanda masih tidak mengerti.


“Syukurlah...Tante, maaf... tante. Maaf, Amanda bisa jelaskan nanti,” isak Amanda akhirnya mengaku tidak peduli ada Binar. Amanda segera menutup kuenya dan menariknya ke belakang tubuhnya.


Bu Mutia pun menatap aneh ke kuenya. Lalu melirik ke Binar.


“Ka...mu?” pekik Bu Mutia menatap Binar tapi tersendat. “Uhukkk...,” Bu Mutia hendak bicara pada Binar tapi tenggorokaan yang tadi gatal mendadak panas.


“Tan--- tantee....,” pekik Amanda tambah panik melihat Bu Mutia menggerakan mulutnya tidak nyaman dan memegang tenggorokanya.


“Aaaaak, panas... panas...,aair..” teriak Bu Mutia.


Binar hanya berdiri mematung melihat semuanya.

Amanda panik dan meraih air putih sekenanya.


“Tante..., tante kenapa? Tante baik- baik aja kaan?” pekik Amanda memberikan air putih dengan tangan gemetaran.


Amanda meminta temanya racun yang sangat sensitif kerjanya.


“Aaaaakkkk, saki.i.t.. hueek,” mulut Bu Mutia mendadak keluar darah.


“Tantee...,” Amanda pun hanya melotot melihat Bu Mutia mengeluarkan darah.


“Saaakiiiit...,” rintih Bu Mutia.


“Theeeeeet...,” Binar yaang sedari tadi mematung, tanggap segera berlari memencet bel panggilan dokter yang ada di atas bed Lana.


Bu Wira pun terduduk memegangi mulutnya dan Amanda bingung serta panik memberi tisuu.


Bu Mutia terus meludah darah.


Tidak berapa lama dokter dan perawat datang. Mereka pun segera menolong.


Perawat bahkan kaget dan bingung tidak pernah menemui pasien dengan kasus perdarahan mulut yang begitu hebat.


“Tolong tante saya... tolong selamatkan diaa....” lirih Amanda menangis sangat menyesal.


Dalam waktu dekat darah Bu Wira keluar banyak dan Bu Wira tidak bisa bicara. Perawat pun segera memberi pertolongan membawa Bu Wira pergi dari ruangan Lana.


Amanda segera mengemasi kuenya dan hendak pergi.


“Amanda...!” panggil Binar mencekal.


Amanda pun menghentikan langkahnya. Amanda sudah gelagapan berderai air mata dan kebingungan.


“Biin...binaar,” pekik Amanda terbata. “Ke--- kenapa kamu di sini?”


Masih di ruangan Lana, Binar kemudian berjalan mendekat Amanda dengan wajah cool dan menggigit bibirnya.


Binar mengambil cake lumer itu. Lalu menatap Amanda yang ada di depanya tatapan menusuk tajam.


“Mau kemana kamu?” tanya Binar penuh penekanan.


Amanda pun gemetaran dan menelan ludahnya tergagap.


“Biiin... binar..ma... maaf... ttt tolll...tolong aku!”


“Untuk siapa kue ini sebenarnya?” tanya Binar lagi.


“Kamu... kamu... kamu tau dari mana?” tanya Amanda.


Binar melirik ke Lana yang masih tak sadarkan diri. Kepalanya memakai topi dari rumah sakit ada selang oksigenya dan diselimuti, terhalang dinding juga bagian wajahnya, hanya terlihat selimut dari arah sofa penunggu. Itu sebabnya Amanda hampir mengira itu betulan Isyana.


Binar kemudian tersenyum.


“Katakan padaku, apa yang kamu taruh di makanan ini? Untuk siapa kue ini?” tanya Binar lagi.


Amanda gelagapan dan kemudian menangis.


“Hiiiksss.... hiiikssss...,”


“haisssh,” Binar pun hanya mendesis dan menggelengkan kepalanya.


Perempuan nggak yang di rumah, nggak yang di luar, nggak yang baik nggak yang jahat, nggak yang di sayang atau yang tidak sukai senjatanya menangis.


“Mau kamu apakan kue ini? Hah? Apa airmatamu akan menolongmu? Riwayatmu akan segera hancur Amanda! Katakan padaku, untuk siapa kue ini?” ucap Binar tajam dan tidak mempan dengan air mata Amanda.


Mendengar itu, Amanda langsung bersimpuh dan berlutut ke Binar.


“Tolong selamatkan aku... toloong... aku menyesal... Binar tolong aku!”


Binar tidak menatap Amanda.


“Hhhh... apa kamu bilang?”


“Binaar...” lirih Aamnda lagi.


“Kamu salah meminta tolong padaku, dan minta maaf padaku, yang sakit kan Tante Mutia, minta maaflah pada tante Mutia!” jawab Binar.


“Hiiiks... hiikss... aku menyesal... aku menyesal,” rintih Amanda lagi.


“Katakan padaku! Untuk siapa kue ini?” tanya Binat membentak.


Amanda terdiam masih meringkuk. Akan tetapi sesaat Amanda terhenti dari nangisnya.


Binar pun memperhatikanya.


“Hhhhh,” Amanda pun akhirnya menjerit kesal mengepalkan tanganya dan mendongak ke Binar.


Binar pun sedikit tersentak.


“Kamu tanya untuk siapa? Lalu kenapa kamu ada disini? Kamu tahu semuanya kan? Kenapa petugas bilang ini kamar Perempuan buuntinh itu?” tanya Amanda berderai air mata.


Baru menyadari kalau dia dikerjai Binar secara tidak langsung mengakui ke Binar.


“Kamu tahu kan ini untuk siapa? Jangan katakan kamu tidak tahu. Aku mencintaimu Binar... sangat mencintaimu!" ucap Amanda terisak dan menggebu.


"Aku menginginkanmu. Bertahun- tahun aku ingin melupakanmu? Semakin lama semakin aku menginginkanmu, Binar? Kenapa kamu tidak pernah menatapku, kenapa kamu tidak pernah mengerti aku, bahkan selalu menjaga jarak dariku? Itu sangat menyakitkan! Apa kamu tahu itu?" tanya Amanda nekad mengeluarkan semua isi hatinya.


Binar terdiam ada sedikit sesak yang datang menyapa hati Binar. Kasian melihat Amanda sampai seperti itu.


Saka sebenarnya sudah sering menyampaikan ke Binar tentang Amanda. Binar tak menyangka sedalam itu perasaan Amanda.


“Aku gadis aku mapan, aku cantik Binar. Kenapa kamu lebih memilih bersama Tiara yang sakit- sakitan? Lalu kenapa kamu lebih memilih menikahi jandanya Lana dalam waktu cepat? Kenapa?” serbu...Amanda berderai air mata.


Binar semakin tidak nyaman. Binar kemudian menunduk, meraih bahu Amanda dan mengajaknya berdiri untuk bicara dengan tenang.


“Aku minta maaf!" ucap Binar serius.


Amanda masih menitikan air mata.


"Sadarlah Amanda, yang kamu punya ini bukan cinta. Lihatlah Lana Amanda? Dia teman kita kan?” ucap Binar.


Amanda berdiri terpaku menatap Lana, tidak mau menatap Binar.


“Hidup tidak harus selalu seperti yang kita inginkan! Cinta tidak akan membuatmu nenderita begini?” tutur Binar lagi.


Amanda masih diam sesenggukan.


“Musuh terbesar kita adalah ego kita sendiri. Sadarlah Amanda, buka hati dan matamu? Berapa kali aku harus katakan. Aku bukan untuk kamu. Kamu hanya perlu menurunkan egomu dan belajar menerima kenyataan!”


“Kamu cantik dan mapan, kamu bisa bahagia dengan orang yang mencintaimu tanpa harus melukai hatimu dan melukai orang lain. Egomu hanya akan terus memperbudakmu sampai kamu lupa bahagiamu, yang sebenarnya. Sampai kapan kamu terus begini? Kamu hanya akan terus lelah jika kamu menentang kehendak Tuhan?"


"Ini hanya ambisimu yang akan terus membutakanmu. Sampai kapanpun kamu tidak akan dapatkan itu. Terimalah dan berdamailah dengan keadaanmu, Amanda. Apa kamu ingin seperti Lana? Diperbudak dan dikalahkan egomu?” bisik Binar tenang.


Amanda masih berdiri terpaku tatapannya kosong, Amanda tidak menjawab sepatah katapun.


"Takdirku bersama Isyana. Isyana lebih membutuhkanku. Cinta itu bukan ambisi. Cinta itu saling mengisi dan melengkapi? Kamu tidak butuh orang sepertiku, Amanda! Sadarlah!" ucap Binar lagi


Orang lain mungkin tahunya Binar bahagia. Tapi tidak ada yang pernah tahu, bagaimana hari- hari Binar selama bertahun- tahun, penyakit merenggut sedikit demi sedikit perempuan cantik yang pernah memenuhi hatinya. Hingga Binar setiap hari diajarkan arti takdir dan kehilangan, serta mengikhlaskan.


Jangan lupa klik perbab ya kak biar semangat admitnya maakaccihh 😘


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 210"