Istri yang terabaikan Bab 202

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.

Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


202 Binar Nyebelin.


Benar saja sesampainya di bawah Bu Dini sudah menunggu, ditemani Mbak Nik yang sedang menyiapkan beberapa minuman.


Bu Dini pun menyambut Isyana dengan senyum hangat.


Sementara Mbak Nik menyembunyikan wajahnya menghadap ke kompor dengan berbagai rasa ingin, mengelakan dan membuat malu Isyana atas semua pernyataan Isyana waktu itu.


Ya Mbak Nik kan orang pertama yang melihat kelakuan Binar mepet Isyana terus. Bahkan lebih dulu dari Putri dan Bu Dini.


Saat itu, Isyana malunya bukan kepalang ketahuan Mbak Nik. Isyana juga menolak tegas kalau mereka ada apa- apa.


Tapi sekarang bahkan Isyana ada ke rumah itu, pulang bersama Binar untuk kedua kalinya. Sekarang secara lugas dan terang- terangan berjalan bersama Binar dalam genggaman tanganya.


“Cantiknya menantu Mamah!” sambut Bu Dini.


“Malam Mah!” sapa Isyana.


Binar menarik kursi menyediakan untuk Isyana bak tuan Putri. Isyana pun duduk di kursi yang Binar berikan.


“Mbak Nik!” panggil Bu Dini.


“Ya... Nyonya!”


“Sudah siap?” tanya Bu Dini.


“Sudah, Nyonya!” jawab Mbak Nik membawa nampan berisi dua cangkir ramuan yang Isyana tidak tahu.


“Ehm..,ehm...,” dehem Mbak Nik ingin menyindir Isyana sesampainya di samping Isyana


Mereka kikuk mau menyapa. Sama- sama malu.


Jika sebelumnya mereka bercanda bersama sesama penjaga Putri, sekarang kan mereka beda kasta. Mbak Nik pun tidak berani berbuat banyak.


“Silahkan Nyonya Isyana!” tutur Mbak Nik terasa aneh sekali, baik di telinga Isyana ataupun telinga Mbak Nik.


“Ehm... terima kasih, Mbak Nik!” jawab Isyana juga kikuk sekali


Mbak Nik pun langsung mundur dan kembali ke tugasnya. Sekarang Isyana jadi majikanya, harus jaga sikap.


“Tadi Dina dan Nenek ke telpon,” ucap Bu Dini memulai percakapan. Isyana dan Binat menyimak.


“Nanyain kalian. Ini ramuan dari Nenek, katanya biar darah di tubuhmu bersih, cepet rapet lagi jalan lahirnya?" tutur Bu Dini dengan senyum aneh.


"Cepat pulih kesehatanmu dan ASInya lancar. Kalau ini dari Mamah, mamah dulu minum ini! Biar tubuhmu dan kulit- kulitmu sehat lagi,” tutur lagi Bu Dini menjelaskan dua cangkir minuman yang ada di depanya.


“Ya Mah! Terima kasihh!” jawab Isyana mengangguk manis.


Walau Isyana bukan hamil cucu Nek Tjutju ataupun cucu Bu Dini, mereka berdua sangat perhatian. Walau tidak bilang Bu Dini sudah menyiapkan semuanya. Isyana sangat bersyukur dan terharu.


“Tuh dengerin. Minum semuanya!” sahut Binar semangat mendengar kata rapet.


“Iya Mas!”


“Ya sudah makan dulu, nih ada pepes ikan gabus, ini ada ikan cakalang bakar. Ini ada ayam kampung ingkung juga, makan yang banyak ya!” sahut Bu Dini lagi membuka tudung sajinya.


Isyana menelan ludahnya melotot.


Tidak mengkufuri nikmat, Isyana bersyukur dan bahagia sekali punya mertua seperti Bu Dini. Tapi mana bisa Isyana makan segitu banyak. Bagi Isyana itu berlebihan.


“Ayo dimakan sayang!” sahut Binar tidak sabar melihat ekspresi Isyana.


“Iya Mas!” jawab Isyana mengangguk.


Bu Dini dan Binar sama- sama memperhatikan Isyana.


Isyana mengambil piring dan nasi lalu menatap Binar.


“Segini cukup Mas? Mas mau makan sama apa?” tanya Isyana lembut ke Binar dan menunjukan piringnya.


“Kok tanya Mas?” jawab Binar kaget.


“Ini makanan buat kamu, sayang. Pilihlah yang kamu suka. Kan kamu yang ibu nifas!”


Ternyata Isyana ingin mengambilkan Binar makan dulu. Selama menjadi istri Lana, tugas Isyana kan melayani Lana, setelah itu, Isyana makan sisa di dapur.


Berbeda dengan Binar dan Bu Dini hari ini. Mereka ingin Isyana sehat, memanjakan Isyana, mempersembahkan semua makanan untuk Isyana baru mereka makan.


Isyana jadi semakin salah tingkah.


Meskipun mereka suami istri, mereka tidak pacaran dulu, mereka mengenal dengan cara tidak sewajarnya, berbeda strata dan kebiasaan. Jadi keduanya sama- sama belum saling memahami.


Isyana pun tersenyum.


“Ini terlalu banyak untuk Isyana. Mas sama Mamah temani Isyana makan kan? Kata Nenek Isyana, suami harus makan lebih dulu!” jawab Isyana sopan.


Bu Dini dan Binar pun tersenyum. Mereka semakin bangga memiliki Isyana.


Binar memang sudah lama tidak dilayani perempuan. Selama Bu Tiara sakit, yang ada Binar yang suapi dan layani Bu Tiara.


“Yaya... baiklah! Ambilkan ayam untukku! Nasinya segitu aja!” jawab Binar.


Isyana pun mengambilkan untuk Binar.


“Mamah sama apa?” tanya Isyana hendak mengambilkan mertuanya juga.


“Mamah udah makan Nak. Mamah ambil sendiri aja, mamah mau gado ikan bakarnya aja!” jawab Bu Dini mengambil sendiri.

Isyana pun tersenyum. Lalu mengambil makanannya.


“Makan yang banyak. Besok pagi nenek ke sini buat pijit kamu!” tutur Bu Dini tak bosan mengingatkan.


Isyana mengangguk senang sekali dengar Nenek mau datang. Isyana rindu nenek dan adik bawelnya.


Awalnya Isyana hanya ambil pepes ikan gabus, Binar yang posesif menambahkan ingkung ayam dan juga ikan laut bakar.


Belum lagi Isyana harus minum dua ramuan dari nenek dan Bu Dini. Malam itu Isyana kekenyangan.


Setelah selesai makan sembari menunggu makanan mereka turun ke usus, Bu Dini mengajak Isyana bersantai di ruang televisi.


“Kamu sudah lihat dan dengar kelakuan Mutia?” tanya Bu Dini memulai percakapan.


Di luar dugaan Isyana, Bu Dini sudah tahu banyak.


“Sudah Mah!” jawab Isyana mengangguk.


“Mamah tawarkan ke kamu, kamu mau memaafkannya atau melawannya?” tanya Bu Dini tenang dan bijak.


Bu Dini merasa sama sekali tak terpengaruh oleh omongan Bu Mutia.


Sebenarnya kalau mau akan dengan mudah Bu Dini membalas, mengingat Bu Dini dan Bu Mutia satu circle dan strata gengsinya lebih tinggi Bu Dini.


Akan tetapi Bu Dini yang orang psikolog tahu, di sini yang tersakiti adalah Isyana. Jadi biarkan Isyana yang tentukan.


Isyana menelan ludahnya melirik ke Binar, baru tadi dia bahas bersama suaminya. Sekarang dibahas lagi.


Jika tadi saat bersama Binar Isyana menangis meminta perhatian. Sekarang setelah Binar tenangkan, semua kasih sayang yang Isyana terima cukup menutupi lukanya.


“Kenapa lihat Mas? Jawab pertanyaan mamah! Tadi katanya kamu bilangnya.. syaakiit Maaas..., gitu,” sahut Binar ngeledek Isyana dengan menirukan gaya Isyana saat terisak menangis.


Diledek seperti itu, tentu saja membuat Isyana kesal dan malu. Isyana pun mendelik dan mencubit paha suaminya. “Iiiih,” desis Isyana manja tapi malu sama Bu Dini.


Binar hanya terkekeh.


Bu Dini sih tidak iri melihat mereka mesra, Bu Dini juga punya suami. Malah senang.


“Gimana?” tanya Bu Dini. “Kalau memang iya. Besok pagi, pengacara kita akan adakan konferensi pers juga!” sambung Bu Dini.


Isyana masih menimbang, kata Binar, yang penting kan fokus Isyana sekarang pemulihan pasca melahirkan dan merawat anaknya yang prematur.


“Isyana hanya ingin anak Isyana bertahan melewati masa sulit ini dan sembuh Mah!” jawab Isyana.


“Yakiin?” sahut Binar mengejek lagi.


“Yakin!” jawab Isyana.


“Nggak ada acara nangis- nangis lagi lho kalau nanti kamu kuliah dibully teman- temanmu!” sahut Binar lagi.


“Isyana bukan artis atau pejabat Mas, Mah. Isyana malu kalau harus nongol di layar televisi atau depan kamera begitu. Apalagi kalau nama Isyana jadi bahan pembicaaan. Insya Alloh Isyana akan baik- baik saja!” jawab Isyana lagi.


Bu Dini mengangguk senang sependapat. Sementara Binar mencibir.


“Tumben ngomongnya bener gitu. Bener lho ya kamu kuat dan baik- baik aja! Kalau kamu emang sakit hati nggak apa- apa. Jelasin aja semua kelakuan Tante Mutia dan Lana di depan media. Kita buat netizen bully mereka balik!” sahut Binar lagi mengompori dan menggebu.


“Iyaah! Isyana kuat!” jawab Isyana.


Binar ngeselin banget.


Orang dia sendiri yang nasehatin Isyana saat di rumah sakit. Isyana sudah waras malah Binar kompor.


Bu Dini hanya menyimak lalu Isyana menatap Bu Dini.


“Menurut Mamah sendiri bagaimana baiknya?” tanya Isyana bijak, ingin mendengar petuah dan pendapat Bu Dini sebagai ibu mereka.


Bu Dini pun tersenyum dan menegakan duduknya.


“Apa kamu pernah dengar? Sahabat rosul sayyidina Ali pernah berkata, jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak akan percaya?” tutur Bu Dini.


“Ya Mah!”


“Paham kan artinya? Mutia kan bicara begitu, karena dirinya merasa terancam dengan kelakuan anaknya. Jadi dia membela diri dan menutupi kesalahanya berusaha menunjukan siapa dirinya? Tapi yang jelek tetap akan jelek. Lihat saja nanti. Kalau kita kan tidak ada pengaruh apapun. Mama rasa kita tidak usah meladeni hal- hal seperti itu. Kita tidak perlu risau terhadap penilaian orang yang tidak kita kenal. Tapi kudengar kamu tidak terima? Kalau kamu merasa keberatan, mamah akan bantu kamu!” tutur Bu Dini.


Ternyata Binar memang sudah meminta pengacara membalas Bu Mutia, tapi Bu Dini yang mendengar mencegahnya. Saat Bu Dini mencegahnya, Binar bilang tidak terima karena Isyana menangis.


Isyana menelan ludahnya dan melirik ke Binar. Binar nyebelin pasti ngadu ke Mamahnya. Pokoknya sampai kamar Isyana mau protes.


“Isyana ikhlas Mah. Isyana hanya ingin anak Isyana kembali bisa pulang sehat dalam pelukan Isyana!” jawab Isyana.


“Bagus! Berurusan dengan media, hanya akan membuat kita pusing dan gerak kita dibatasi, jangan terlalu senang menjadi tenar ya!” imbuh Bu Dini lagi.


Menurut Bu Dini, meladeni Bu Mutia akan buang tenaga dan uang. Bikin hidupnya tidak tenang dan bisa memancing masyarakat mengulik privasi mereka.


“Ya Mah!” jawab Isyana.


“Ya sudah, sudah malam. Istirahat ya... karena kalian sudah pulang, besok biar nenek dan Dina tinggal di sini temani kamu. Gantian Mamah yang harus ke ibukota! Kasian papah kalian!” jawab bu Dini.


“Ya Mah!” jawab Isyana dan Binar.


Bu Dini kan memang sudah beberapa hari meninggalkan Tuan Priangga menjaga Putri, meski sudah tua Tuan Priangga kan juga butuh ditemani tidurnya.


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 202"