Istri yang terabaikan Bab 201

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.

Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


201 Kamarmu


“Silahkan masuk, Sayangku...,” tutur Binar lembut membukakan pintu kamar besarnya untuk Isyana.


Isyana jadi tersipu, dadanya mengembang dan terasa hangat.


Kamar yang selama ini, saat Isyana menemani Putri hanya bisa ia lihat dari kejauhan tanpa berani menerka apa isinya, kini ada di depanya, menjadi miliknya.


Isyana mengambil nafasnya pelan, ada peningkatan debaran jantung saat melangkahkan kakinya masuk.


Dari pintunya saja sudah terlihat, pintu kamar dengan pintu utama rumah nenek masih lebih besar pintu kamar suaminya, bahkan dengan pintu kamar rumah utama di desa- desa juga lebih bagus pintu kamar Binar.


Ya, meski itu kamar tidur, karena dulu di jadikan akses keluar masuk Bu Tiara saat beliau sakit dan butuh mobilisasi menggunakan bed tidur, pintu kamarnya dibuat dua sisi seperti pintu utama pada umumnya. Walau sekarang yang dibuka hanya satu sisi.


Dan kini di hadapan Isyana, satu ruang terhampar luas. Satu ruang kamar yang bahkan dengan satu rumah nek Tjutju ukuranya hampir sama.


Di kamar Binar ada satu bed besar yang terlihat mewah dan empuk, bagian atas dipanya terdapat ukiran kayu yang indah dan mengkilap.


Ada juga satu set sofa layaknya ruang tamu. Ada televisi besarnya, ada lemari- lemari kecil pula yang atasnya ada berbagai macam hiasan.


Di dindingnya juga terdapat rak buku- buku entah buku apa saja tapi sangat cantik penataannya.


Juga desain interior ruangaanya dan hordenya yang bercorak gold dan putih tulang memberikan kesan elegan.


Lampu- lampunya juga tersusun indah, baik yang ada di sisi tempat tidur atau yang menggantung di atas sofa dan di atas bed. Seperti kamar raja di film- film fantasi luar negeri.


Di beberapa sudut ruangan juga terdapat anggrek bulan putih yang pernah ada dalam rawatan Isyana. Isyana masih kenal dengan potnya. Ya semuanya peninggalan Bu Tiara.


Di ujung kamar masih ada dua pintu, mungkin akses ke kamar mandi, ruang pakaian atau mungkin brankas harta Binar.


Isyana sungguh merasa ini mimpi. Binar tidak bisa ditebak, pria yang sejak awal dia kagumi, selalu memberinya kejutan yang membuat jantungnya selalu ingin lompat.


Jika tadi ragu kerana terbayang Nyonya Tiara, kini Isyana terbengong melihat isi kamarnya. Berat sekali rasanya mengangkat kakinya semakin masuk. Ini terlalu mewah bagi Isyana.


Melihat istrinya ragu, Binar berdecak gemas, menutup pintunya dan berjalan mendekat ke Isyana.


“Ehm...,” dehem Binar memeluk Isyana dari belakang.


“Ini kamarmu, kamar kita Sayang,” bisik Binar tanganya sudah mendekap Isyana, “Cup..,” bahkan Binar memberi kecupan di puncak kepala Isyana.


Binar ingin meyakinkan Isyana, membuat Isyana merasa nyaman dan leluasa di kamarnya.


Isyana menerima dan menikmati semua kehangatan itu. Akan tetapi, entah kenapa Isyana tetap merasa tidak nyaman.


“Ehm... iya Mas,” jawab Isyana lirih.


“Cepat mandi, mamah nungguin kita! Kita mandi bareng lagi ya!” bisik Binar lagi.


Mendengar ajakan Binar, Isyana mendongak spontan.


Walau kemarin di rumah sakit dia sudah dibantu Binar dan seluruh tubuhnya ditelan jang i Binar, akan tetapi Isyana kan belum pernah lihat punya Binar. Isyana kan jadi gelagapan. Aah seperti apa rupa benda yang pernah Isyana lihat tercetak menebal dibalim ceelana Binar. Pasti sangat besar atau? entahlay yang pasti Isyana jadi gelagapan dan belum siap.


“Ehm..." Isyana berdebar gugup "Isyana mandinya cepat kok, Mas. Isyana mandi sendiri saja, ya!” jawab Isyana cepat.


Binar pun mengkerutkan dahinya.


“Kenapa selalu nolak sih?” protes Binar.


“Maaf, bukanya, nolak Mas. Kalau kita mandi bareng, nanti malah jadi lama,” jawab Isyana sambil tersenyum dan matanya mengkode sesuatu.


“Hmmm...,” jawab Binar berdehem.


“Lagian Isyana masih nifas kan mas? Kalau setan datang, yang kasian kamu Mas!” jawab Isyana lagi.


Binar pun mengernyit lagi dan menatap Isyana dengan tatapan nakal mendengar kata kasian.


“Emang ngapain setan datang, kok kasian Mas?” jawab Binar menggoda.


“Issshhh...,” desis Isyana tersipu. Masa Binar nggak tahu. “Udah sih nggak usah bercanda, katanya ditunggu, Mamah. Dimana kamar mandinya? Aku pakaianku dimana?” tanya Isyana cepat.


Kalau pertanyaan Binar diladeni, mereka nggak jadi makan dan Bu Dini bisa ketiduran di ruang makan.


“Ikut Mas!” jawab Binar bejalan mendahului.


Binar pun membukakan pintu yang sebelah kiri.


Tepat sesuai perkiraan Isyana. Di balik pintu itu masih ada ruang besar.


Begitu dibuka di semua sisi dinding ada deretan sepatu dan tas juga pakaian yang menggantung lalu sampingnya ada pintu kamar mandi.


“Mamah udah belikan baju untukmu di situ, pakai saja!” tutur Binar menunjukan lemari Isyana.


“Ini kamar mandinya” ucap Binar lagi membuka kamar mandi.


Isyana mengangguk.


“Yang wangi yah!” bisik Binar ke belakang telinga Isyana dan membuatnya bergidik.


Isyana hanya mengangguk, kemudian Binar keluar.


Isyana masih terus tertegun, entah kenapa berada di ruang gemerlap seperti itu dirinya malah rasanya aneh.


Pantas saja Binar ingin mandi bersama, kamar mandinya sangat bersih, lantai dan dindingnya semua mengkilap. Bahkan atas cermin tempat sikat gigi ada lampu cristalnya.

“Cepat Isyana ditunggu Bu Dini!” batin Isyana membuyarkan lamunanya.


Isyana bergegas mandi cepat. Yang paling utama adalah mengganti pembalutnya. Isyana masih mengeluarkan lochea rubra (atau darah yang berwarna merah pada ibu nifas) akan tetapi jumlahnya semakin menyusut dibanding hari kemarin. Bukanya bahagia, Isyana malah dheg- dhegan.


“Duuuh, jangan cepat berhenti dulu ya Tuhan!” batin Isyana.


“Biarkan jahitanku sembuh dulu, biarkan aku sehat dulu, semoga, Mas Binar mengerti,” batin Isyana sembari membersihkan tubuhnya.


Sesuai janjinya, walau sebenarnya masih ingin berlama- lama berendam di air hangat. Isyana memilih mandi dengan shower secara kilat.


Isyana pun keluar masih dengan handuk kimono yang berada di lemari handuk di dalam kamar mandi itu.


Begitu membuka pintu ternyata Binar sudah berdiri menunggu dengan tanpa pakaian dan hanya menyisakan celana booxer.


“Gleg!” Isyana pun menelan ludahnya dan hatinya kembali berdesir.


Oh Tuhan, jika tadi Isyana yang berdoa agar pengeluaran locheanya diperlambat, kini Isyana malah yang pikiranya melayang kemana- mana melihat semua tonjolan otot di tubuh suaminya. Terbayang bagaimana kuatnya Binar nanti? Semoga Isyana bisa mengimbanginya.


“Cepet banget mandinya?” tanya Binar langsung membuyarkan lamunan Isyana.


“Kasian Mamah nunggu! Yang penting bersih kan?” jawab Isyana.


"Tapi mandi beneran kan?" ledek Binar


"Iiih... ya mandi beneran lah!" jawab Isyana cemberut kesal diledek terus.


Binar terkekeh dibuatnya.


"Coba periksa?" jawab Binar lagi mencondongkan kepalanya.


“Cup...,” Binar pun mencuri cium tubuh Isyana lagi.


Isyana hanya manyun tapi dibuat berkembang dadanya. Suaminya tak bosan terus menghujani Isyana dengan kecupan hangat.


“Tunggu Mas ya!” bisik Binar.


Isyana tersenyum manis mengangguk.


“Iyah...! Cepat lho!” jawab Isyana.


Isyana kemudian berjalan ke tempat make up.


“Dheg!”


Sesaat ada sesuatu yang menghantam jantung Isyana tatkala melihat meja rias di depanya.


Deretan make Up mahal Bu Tiara masih tersusun rapih, lipstiknya seperti baru dipakai beberapa kali.


Belum krim, beberapa bedak, dan shadow. Orang sakit kan jarang bermake up.


Beberapa parfum tampak terserak, sepertinya bercampur dengan parfum Binar.


Wanita normal akan senang melihat make up berkualitas bagus dan gratis tinggal memakai Tapi entah kenapa semua itu mengoyak hati Isyana dan membuatnya tidak nyaman.


Semakin mengingat Bu Tiara semakin membuat Isyana sakit, entahlah sakit apa itu, tidak bisa Isyana jelaskan.


Isyana sadar, dia tidak ingin mengulang salah yang sama pada suaminya.


Mempercantik diri adalah tugas penting bagi istri untuk menjaga suaminya. Tapi kenapa melihat semua barang Bu Tiara semuanya jadi hilang. Isyana jadi lemas dan hilang mood.


“Cepat Isyana, Bu Dini menunggu!”


Kembali seperti ada yang berbisik ke Isyana dan membuat isyana tersentak.


Isyana menepis semua rasa tidak nyamanya dan berdandan cepat.


Ya sifat Isyana yang dididik dari keluarga menengah, rasanya sayang membiarkan lipstik mahal yang masih utuh dibiarkan mubadzir.


Isyana pun memoles tipis lipstik bekas Bu Tiara. Walau dalam hatinya bergejolak, ingin protes dan mengungkapkan banyak hal pada Binar, bahkan rasanya ingin melempar hilang. Tapi Isyana sadar, dia tak seburuk itu. Bu Tiara juga terlalu baik padanya.


Isyana pun menahan semua gejolak hatinya. Bukan sekarang waktu yang tepat mengikuti semua ego itu.


Tepat di saat Isyana menyisir rambut, Binar keluar dengan rambut basahnya.


Binar pun dengan cepat mengambil pakaian tidurnya.


Binar sangat tampan jika habis mandi begitu, Isyana semakin terpukau melihat laki- laki yang dulu dia kagumi sekarang terus ada dalam pandanganya.


“Yuk!” ajak Binar turun.


Isyana yang sudah siap makan malam mengangguk. Binar pun mengulurkan tanganya menggandeng Isyana keluar.


****


(Sambung episode berikutnya. Maaf kalau panjang, semoga tetep nambah feel yaa).


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 201"