Istri yang terabaikan Bab 199

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


199 Gantikan Dia


“Jedaar.... jedaar...,”


Suara petir bersahutan, sesekali terlihat kilap membelah langit. Tak berselang lama, bersama angin yang berhembus kencang, rintik hujan turun menyapa bumi.


Beberapa orang menyambutnya dengan cinta dan gembira. Mereka yang rindu setiap tetes hujan yang syahdu. Apalagi pasangan baru yang akhirnya sesuatu yang dulu dosa kini menjadi berkah pahala, tentu hujan membawa warna sendiri.


Tapi ada juga hati yang resah, tak jarang mengutuk membenci hujan, terutama bagi mereka yang lupa, tanpa terka membawa payung ataupun jas hujan dalam perjalanan yang tak biasa.


Belum lagi bagi kaum pencari upah yang berada di pinggir jalan tak beratap, juga kaum nestapa yang tak punya arah tempat tinggal.


Hanya mereka yang punya hati kuat menerima semua takdir Tuhan, meski menangguh basah, meski tanpa rindu mereka tetap berusaha berbaik sangka dan menerima hujan sebagai berkah.


Dan yang benci tetaplah benci. Dia tidak akan terima, mewarnai hujan sebagai tangisan alam, menambah duka lara di hatinya. Seperti halnya satu perempuan yang berdiri di tepi jalan.


“Oooooh... shhiiiit!” umpat Mika di pinggir jalan menepi.


Mika yang diusir dari kontrskan, mengunakan sisa uang yang ada naik angkot. Mika hendak mendatangi kosan temanya, akan tetapi kosan temanya ada di komplek yang tidak dilewati angkot. Jadi Mika turun di depan ruko- ruko.


“Hujaan lagi! Aaaarrhg, jadi perih kan?” keluh Mika menepuk roknya yang basah dan melindungi pipinya yang tergores merah akibat cakaran pacar Andre. Aliran air hujan membuat luka di pipinya makin menganga.


Mika kemudian membuka resleting tasnya. Diambilnya ponselnya.


“Duuh Nana nggak bslas whastapku lagi?” gumam Mika kesal padahal centangnya sudah biru.


Tempat tujuan Mika adalah Nana. Nana merupakan teman nongki Mika semasa kuliah.


Mika sudah whastap Nana minta tolong minta jemput dan mau numpang tidur. Tapi tak kunjung dibalas. Jadi sekarang Mika nekad mendatanginya, tapi baru di pintu masuk perumahan malah hujan, padahal tinggal 500 meter lagi.


Mika pun kembali menghubungi Nana. Sayangnya tetap tidak diangkat.


“Apa gue nekad aja?” gumam Mika.


Mika akhirnya nekat menerobos hujan, berjalan cepat dengan perut yang lapar, tubuh yang dingin dan luka cakar yang semakin perih meresapi tetesan hujan.


“Wusss...,” saat Mika berjalan satu mobil melewatinya.


“Itu, Nana” gumam Mika bahagia.


“Naa...,” teriak Mika. “Nanaaa!!!” teriak Mika di tengah hujan itu.


Sayangnya mobil terus melaju tak mendengar.


Mika sedikit kecewa, tapi segera ia tepis mungkin suara hujan lebih keras.


Mika pun mempercepat jalanya menyusul mobil itu yang tampak belok di sebuah rumah yang sudah dijadikan tempat kos mahasiswa yang berwalikan orang tua elit.


Mika setengah berlari sehingga cepat sampai.


Tapi sesampainya di depan kos, pintu gerbang kos itu di tutup. Padahal belum ada 2 menit mobil Nana masuk.


Pas Mika mengintip dari celah pagar, Mika melihat Nana dan Cindi sedang tertawa, mereka memegang ponselnya.


“Gleg!” Mika pun tersentak, berdiri terpaku di depan gerbang, membiarkan hujan terus jatuh seperti memukulnya bertubi dan membuatnya semakin sakit. Nana memegang hp dan sengaja mengacuhkanya.


Mika pun terus memencet tombol bel pagar, tapi Nana malah masuk dan menutup pintu.


“Oh my god..., aku harus kemana?” batin Mika menangis


Mika pun terpaksa pergi. Sakit sekali rasanya diacuhkan sahabatnya di saat dia butuh pertolongan.


Mika pun memilih berteduh di bawah atap gapura, di situ ada bilik kecil dekat satpam komplek.


Satpam komplek yang berjaga saling berbisik.


“Eh itu siapa?”


“Kaya perempuan? Kasian ih? Sok ditanya! Tolongin sih!”


“Kamu aja sana tanya coba? Gelandangan apa orang gila kali?”


“Tolongin nggak?”


“Eh tapi hati- hati, kemarin di rumah Pak Bagas ada pencurian, kita disalahin lagi dikira nggak tegas jaga! Tutup palangnya!” jawab salah satu malah menyuruh menutup palang pintu perumahan.


Lalu salah satu satpam mendekat.


“Eh bu... jangan mulung di komplek ini... sana pergi!” usir satpam.


Tentu saja Mika semakin sakit mendengarnya. Mika mengepalkan tanganya dan menatap penuh luka ke satpam.


“Saya bukan pemulung!” jawab Mika tetap ketus.


“Ya terserah deh. Intinya kawasan ini steril dari pengemis, pemulung dan gelandangan. Pergi sana!”


“Kurang ajar kalian ya! Aku tuh bukan pemulung apalagi gelandangan!"


"Anda siapa? Kenapa malam- malam hujan- hujanan di sini? Kalau bukan gelandangan?"


"Kurang ajar! Aku tuh menantu keluarga Hanggara!” jawab Mika menggebu dan tidak terima direndahkan.


Walau sudah dicerai, tapi kan Mika memang pernah bangga menjadi wanitanya putra mahkota Tuan Hanggara.


“Hahaha.” satpam tertawa. Satpam memang kenal Tuan Hanggara, pejabat di kotanya yang terkenal peduli dengan kaum miskin dan dermawan.


“Benar dia orang gila... menantu Tuan Hanggara kan sekarang udah jadi Istrinya keluarga Priangga, masa di jalannan begini!” bisik satpam yang satunya lagi.


“Sudah Bu... kalau memang anda punya keluarga katakan di rumah mana? cepat telepon dan suruh jemput! Intinya sana pergi, janga meneduh di sini!” tegur satpam lagi.


“Kalian biadab, kurobek mulut kalian!"


"Lah kok marah?" guman satpam.


"Sepertinya dia memang orang gila?" bisik yang satunya lagi


Mika ynga dengar makin ngamuk.


"Gue nggak gila.. gue nggak gila! Gue Cuma mau meneduh di sini! Pelit amat sih!” jawab Mika nyolot dan ingin melawan.


Satpam pun semakin yakin Mika gila.


Mereka pun menangkis Mika dan menyeret Mika untuk pergi dari pos satpam.


“Hiks... hiiksss...,” akhirnya air mata Mika terjatuh tanpa ada yang melihat karena terguyur bersama air hujan.


Mika terusir dari pos satpam di pintu masuk perumahan.


Mika pun berjalan tertatih di bawah guyuran air hujan.


“Gue mau tinggal dimana? Kenapa gue jadi gelandangan begini? Gue lapar?” batin Mika lagi sambil menggigil.


Akhirnya Mika berteduh di depan ruko yang sudah tutup. Mika pun membuka tas pakaianya, beberapa basah jadi berat, akan tetapi sebagian masih ada yang kering. Mika pun menggelarnya sebagai alas dia berteduh di malam itu.


****


Di Rumah Sakit.


Lana segera ditangani oleh tim UGD. Infus sudah terpasang, beberapa perawat tampak sibuk juga melakukan tindakan yang Bu Wira tidak tahu apa. Dokter hanya sempat menjelaskan kalau Lana overdosis alkohol.


Hal serupa sering terjadi pada pemuda yang minum oplosan. Sebagian dari mereka banyak yang meninggal karena lambung dan jantungnya tidak kuat. Hanya saja katanya alkohol Lana termasuk yang kualitas bagus, mereka berharap Lana tertolong.


Bu Mutia ditemani ajudanya duduk di bangku tunggu menangis, tidak tahu lagi harus bagaimana.


Sekarang semua terasa gelap dan kacau. Dunianya pun sekejap terasa suram dan dia lupakak. Sebagai seorang ibu, kini Bu Mutia hanya berharap Lana tertolong, tak peduli lagi respon dari berita bohong yang sudah dia buat.


Padahal, pihak rumah sakit Mutiara Sehat, menanggapi peryataan Bu Wira membalas memberikan statement, bahwa Bu Mutia sudah mencemarkan nama baik rumah sakit.


Rumah Sakit mengatakan sudah memberikan kesempatan Bu Wira melihat sesuai standar prosedur yang ada, lewat jendela. Lana juga terekam cctv bersama Binar mengadzani saat awal bayi lahir.


Hanya saja perwalian memang hak Isyana sehingga hanya Isyana yang berhak masuk menjenguk, memegang dan merawat. Selebihnya bukan wewenang rumah sakit.


“Telepon suamiku!” titah Bu Mutia pada ajudanya dengan suara lemah.


“Baik Nyonya!” jawab ajudan Bu Mutia.


Mereka menelpon Tuan Wira Hanggara. Sayangnya jawaban asisten tuan Wira menjawab kalau Tuan Wira sedang ada pertemuan dan tidak bisa diganggu.


“Hhhhh...,” Bu Mutia semakin menyerah.


Kenapa suaminya bahkan masih mengutamakn karirnya di tengah keadaan anaknya yang kritis.


Bu Mutia melirik dinding kaca. Lana masih terpejam dengan oksigen terpasang di hidungnya dan selang infus di tanganya.


Salah satu perawat pun memanggil Bu Mutia.


“Ibu dokter ingin bertemu!”


“Baik!” jawab Bu Mutia masuk.


****


Arbi melemparkan jasnya begitu sampai di apartemenya.


Dia langsung menghempaskan tubuhnya ke sofa empuknya.


“Puk.. puk...,” Arbi menepuk- nepuk pipinya.


“Gue nggak ngimpi kan?” batin Arbi lagi sambil mengingat perkataan Tuan Priangga yang dilontarkan padanya. “Gantikan dia!”



Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 199"