Istri yang terabaikan Bab 196

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


196 Kemana?


Dina yang memang menunggu kabar Isyana, girangnya minta ampun begitu ponselnya berdering terdapat panggilan video dari Isyana.


“Teteh,” gumam Dina langsung menyentuh tulisan jawab dan menghadapkan layar ponsel ke arahnya.


“Teteeeh!” panggil Dina semangat.


“Assamu’alaikum Dina!” sahut Isyana senang juga.


“Walaikum salam. Teteh kenapa baru telepon? Teteh sekarang dimana? Sama siapa? Teteh baik- baik aja? Teteh udah baca pesan Dina kan?”


Seperti biasa, Dina akan sangat cerewet pada Isyana. Isyana pun hanya tersenyum sudah paham dan memakluminya.


“Nenek mana?” tanya Isyana singkat, tidak menjawab pertanyaan Dina malah tanya nenek. Isyana jawab pertanyaan Dina sekalian satu kali nanti pas ada Nenek.


Isyana memang menghormati nenek. Meski bukan orang tua kandung selama setengah tahun sebatang kara, nenek Tjutju lah orang tua yang menampung dan merawat Isyana sebagai orang tua.


Terlebih Nenek adalah mantan dukun paraji. Isyana ingin memberi kabar pada nenek, meminta saran, agar bisa tentukan mau tinggal dimana?


“Ya bentar!” jawab Dina lalu keluar kamar dan berlari menghampiri nenek yang sedang mengiris iris bahan kerupuk yang dibuat dari nasi sisa.


“Neeek...,” teriak Dina berlari menghampiri Nenek. “Teteh!” ucap Dina duduk di samping nenek dan menghadapkan ponselnya.


Nenek pun menghentikan ponsel dan memperhatikan layar ponsel.


Kini Isyana berhadapan dengan Nenek dan Dina.


"Assalamu'alaikum Nek?" sapa Isyana.


“Waalaikum salam Neng. Alhamdulillah, Neng. Akhirnya kamu telpon. Nenek khawatir. Kumaha kabarna? 7 bulananya gimana? Neng lagi dimana?” tanya Nenek.


Meski sudah dengar kabar Isyana, Nenek tidak mau sok tahu dulu sebelum Isyana yang jawab.


Isyana tampak tersenyum getir, menunduk sebentar kemudian menatap Nenek. Isyana malu, 7 bulanannya gagal.


Sejurus kemudian di layar telepon nampak wajah Binar mendekat ke Isyana bahkan tanpa ragu merangkul bahu Isyan dan menganggukan kepala memberi hormat pada Nenek dan Dina.


Nenek dan Dina pun sedikit kikuk. Aneh saja bagi mereka melihat Isyana dan Binar sedekat itu, selama ini kan mereka jaga jarak. Tapi tetap serasi dan mereka senang.


Walau belum keluar satu patah katapun, dalam pemikiran nenek dan Dina keluar semua kata penjelasan dan pembenaran berita.


Sepertinya mereka memang sudah menikah dan di rumah sakit. Tapi nenek tetap ingin dengar cerita Isyana dan tidak mau sok tahu.


“Lhoh... Sama Tuan Aksa?” jawab Nenek pura- pura.


“Maaf, Nek. Baru kasih kabar!” sekarang Binar yang berbicara.


“Ya..., memang apa yang terjadi, kok itu kaya bukan di rumah, ada selang infus segala?” tanya Nenek.


Akhirnya Binar dan Isyana menjelaskan kalau terjadi sesuatu yang tidak bisa diceritakan.


Ya mengenai misi Isyana dan Binar, mengenai urusan bisnis dan perkara besar, Binar memang hanya mendiskusikanya dengan yang bersangkutan dan profesional.


Terhadap nenek, Putri, mendiang Tiara, dan keluarga lain, Binar memposisikan sebagai manusia biasa.


Binar kemudian menjelaskan kalau Isyana terpaksa lahiran karena terjadi ruptur plasenta sebagian dan pendarahan sehingga harus dilahirkan saat itu juga.


Binar juga menjelaskan kenapa Binar harus menikah cepat, juga kenapa tidak memberi kabar nenek. Binar dan Isyana takut nenek tersinggung.


“Oh begitu? Terus Neng Isya, gimana? Asi-mu sudah keluar belum?” tanya Nenek tak seperti dugaan Isyana.


Nenek malah seperti tak mengindahkan cerita Binar. Nenek tidak marah tentang 7 bulan yang gagal, tidak pula mendukung atau menanggapi tentang pernikahan Binar, tapi langsung tertuju pada anak Isyana dan bahas ASI.


Orang tua memang selalu begitu, seakan mengerti masalah anak tanpa dikasih tahu, padahal Isyana belum cerita apapun.


“Belum, Nek!” jawab Isyana.


“Kapan kamu pulang? Eta tembuni-nya kumaha? Engges dikubur dan dibersihan acan?” tanya Nenek lagi


“Gleg!” Binar dan Isyaa saling tatap, mereka tak ada yang memikirkan itu, bahkan Bu Wira dan Bu Dini juga lupa.


“Tembuni sih apa Nek?” tanya Binar.


“Plasenta? Ari- ari? Udah dibersihkan belum? Udah dikubur belum?"


"Belum!" jawab Binar malah lupa naruh dimana.


"Anu Tuan Aksa udah atau Tuan Lana udah bikin selamatan belum?” tanya Nenek lagi.


Isyana dan Binar sama- sama tersentak mendengarnya. Mana kepikiran mereka hal begituan.


Yang ada mereka pusing dan kisruh urusan nikah dan bertengkar dengan Lana.


“Belum, Nek! Maap!” jawab keduanya.


Binar dulu saat lahiran Putri semua yang urus keluarga Bu Tiara.


“Atuh diurus. Mau Tuan Aksa atau Tuan Lana? Mau dikubur dimana eta Tembuni? Udah ada yang doain belum? Bikin selamatan, juga ya! Kapan Neng Isyana pulang? Biar nenek belikan jamu, nanti nenek pijat biar Asinya lancar. Bayi kecil dan prematur kudu sing sabar dan telaten ngerawatnyaa. ASI kamu harus bagus. Kamu juga haru makan makanan yang bergiji!” sambung Nenek lagi dengan pelan dan teduh, menasehati banyak.

Binar dan Isyana jadi tertegun sekaligus tertampar. Terutama Isyana. Ya kenapa Isyana dan Binar tidak ada yang memikirkan hal itu.


“Iya, Nek. Nanti kalau udah masuk obat yang sore, kalau Isyana bagus semua hasilnya pemeriksaanya, boleh pulang!” jawab Isyana.


“Oh yaa.. mau pulang kemana?” tanya Nenek lagi.


Isyana menatap Binar. Mereka tidak punya jawaban lagi. Mau pulang kemana?


“Nanti Isyana hubungi lagi ya Nek!” jawab Isyana.


“Oh ya... nenek kepasar ini ya. Biar nenek carikan jamu!” jawab Nenek lagi.


"Ya Nek. Makasih Nek!" jawab Isyana.


Lalu mereka mematikan ponselnya.


Binar sebenarnya sudah tidak kenal dengan hal begituan. Tapi karena terhadap orang tua, mereka diam saja dan mengangguk.


Seperti selamatan, urus plasenta dan lain sebagainya mereka juga bingung harus melibatkan Lana atau tidak.


Bukanya bergotong royong Lana malah terus memusuhi Binar. Padahal saat bayi Isyana lahir Binar sudah beri kesempatan Lana adzan dan menunggu berunding. Lana malah yang mengata-ngatai Binar dan usir Binar. Binar kan jadi maju sebagai wali dari bayi Isyana.


Isyana mematikan teleponaya. Lalu menatap suaminya bimbang.


“Gimana? Mau pulang kemana?” tanya Binar.


“Kalau di rumah Mamah? Ada siapa aja?” tanya Isyana.


“Ya banyak maid dan penjaga rumah. Ada papah juga!”


“Kita tanya ke ruang bayi dulu, Mas, baiknya gimana? Isyana pengen jenguk anak Isyana terus. Kalau boleh Isyana pengen nunggu."


"Tapi Isyana juga pengen pulang ke kota B aja. Isyana juga kangen Putri Mas. Kangen Nenek dan Dina. Kalau ada nenek dan Dina mereka kan bantu Isyana."


"Boleh nggak sih, Mas? Adik bayi, kita pindah rawat ke rumah sakit deket rumah. Isyana juga nggak mau cuti dan putus kuliah lagi. Ijin aja ya! Bentar lagi Isyana ada ujian!” jawab Isyana lagi.


Binar sebenarnya cukup gemas, entah seberapa luas dan banyak kapasitas otak perempuan, utamanya Isyana.


Baru tadi nangis overthingking mikir banyak banget dan kejauhan, sekarang udah ganti lagi yang dipikirkan.


Tapi serempong apapun perempuan, bagi Binar, mahhluk perempuan tetap unik dan menyenangkan. Binar juga butuh Isyana. Jadi Binar hanya menghela nafasnya, memutar otak berusaha memahami dan iya- iya aja dulu, yang penting nggak nangis lagi.


“Oke... Kalau gitu, sekarang kita jenguk dhedhek dulu, tanya perkembanganya dan tanya prosedurnya gimana ya. Boleh atau tidak?” jawab Binar.


“Ya!” jawab Isyana.


Binar kemudian mengantar Isyana, menjenguk bayinya lagi. Binar menunggu di luar dan Isyana yang masuk ke ruang bayi.


Setelah dua hari dirawat dan tiga kali menjenguk tak mendengar suara bayi atau gerakan acaknya. Hari Ini bayi Isyana merintih kecil dan bergerak.


Isyana sangat senang seperti ada doppingan semangat hidup untuknya. Padahal belum keras dan banyak, tapi rintihan bayinya serasa hadiah besar dan suara terindah yang pernah dia dengar.


Isyana kemudian keluar, walau hanya bisa menyentuh tangan, mengelus kakinya, Isyana sudah banyak bersyukur. Sebenarnya Isyana ingin mencium pipi dan keningnya, menggendongnya, tapi belum boleh dan bisa. Bayi Isyana masih di inkubator dan dikelilingi alat- alat medis yang Isyana tidak tahu apa nama dan fungsinya, sudah dijelaskan tapi lupa karena Isyana tak mempelajarinya.


“Dia udah mulai bisa nangis Mas!” pamer Isyana ke suaminya dengan mata berkaca- kaca saking bahagianya.


“Alhamdulillah, tapi jangan nangis juga. Repot nih Mas, masa nanti harus nenangin bayi 3, pusing mas kalau nangis semua!” jawab Binar membercandai Isyana.


“Issshh..,” desis Isyana jadi kesal dan tersipu, dan tidak jadi nangis.


Mereka kemudian konsultasi lagi.


Perawat pun menyampaikan, kalau Ibu bayi sebaiknya tinggal di rumah. Lagipula di rumah sakit juga belum bisa dan boleh gendong.


Cukup antar Asi saja jika sudah keluar itu saja, sampai detik itu, bayi Isyana masih puasa. Kata perawat inputnya masih dengan cairan infus.


Jadi ada jeda waktu Isyana fokus agar asinya keluar.


Sampai sekitar 5-7 harian, Bayi Isyana masih perlu dibantu dengan alat nafas yang sekarang terpasang turun dosis bertahap.


Kalau bagus dan stabil ditukar alat yang lebih rendah dan nanti bisa alih rawat rumah sakit. Tentang minum juga masih lewat selang OGT (orogastrictube)


“Berarti harus nunggu satu minggu?” tanya Binar menyimpulkan.


“Ya... juga kita lihat perkembanganya, sebab jika belum stabil riskan di jalan, Tuan!” jawab perawat.


“Oke, nggak apa- apa. Lakukan yang terbaik Sus!” jawab Binar sigap.


Sementara Isyana diam, terlihat bimbang, mau pulang ke rumah besar Tuan Priangga di Ibukota agar menjenguk bayinya dengan mudah.


Atau pulang ke rumah di kota B, ada Nenek yang mengurusnya, juga bersua dengan Putri. Toh di rumah sakit Isyana juga hanya bisa melihat dan memegang tangan dan kaki bayinya.


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 196"