Istri yang terabaikan Bab 183

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


183 Siap


Luka Mika sudah semakin sembuh, lebamnya sedikit berkurang. Di kosan kecil di rumah padat penduduk itu, Mika bangun dari tempat tidur kasur lantai tipisnya.


Hidup sendiri membuatnya bebas mau melakukan apa saja.


“Aku lapar......sayang sekali kalau cincin ini kujual murah, Uhhhhh, aku cari saja surat- suratnya kali ya? Atau aku jual di toko resmi? Tapi aku takut kalau anak buah Lana mendapatkan aku. Hhh bagaimana ini?” gumam Mika.


Mika kemudian memilih rebahan dan hanya minum air putih.


Saat Mika merebahkan badanya, tetangganya yang pengantin baru, kembali memadu kasih, seusai bangun tidur, setelah mereka mencari nafkah dengan jual nasi goreng semalam.


“Mas...iiih, jangan di situ, di sini. Em....mmmpt,, Mas iyaah, di situ. Yang lembut, mmm,”


Rintihan dan dessahan tetangga komplek Mika, yang belakangan Mika ketahui masih muda itu terus tertangkap di telinga Mika dan membuat kupingnya panas.


“Sialaaan... kenapa di sini aku jadi terus dibuat menjadi menyedihkan dan kesepian begini. Ah...pasti nikmat sekali jika punyaku dimasuki batang itu, aku jadi rindu sentuhan Lana,” gumam Mika mengingat masa indahnya saat dicuumbu Lana.


“Tapi dia sekarang tidak mau melihatku, dia berubah jadi monster. Apa Andre masih mau denganku? Dia kan ingin tidur denganku?” gumam Mika lagi.


Gara- gara keseringan menguping orang berciinta, Mika jadi perempuan kegaatelan dan jablaai.


“Tapi aku, masih lebam, aku tidak cantik dia pasti tidak mau, aku harus sembuh dulu, aku akan ke polisi untuk beri pelajaran ke Lana sekaligus dapat uang. Setelah itu, aku bisa rayu Andre!” gumam Mika mulai tertular Lana.


Mika yang anggun dan cerdas, otaknya jadi geser.


Mika mentok tidak tahu harus bagaimana. Ijazah kuliahnya belum dia dapat. Mika tidak bisa dan tidak mau kerja kasar apalagi gaji sedikit.


Karena tidak pernah hidup susah jadi Mika tidak tahu kemana arah agar bisa suvive. Yang ada di otak Mika hanya bagaimana cara mendapatkan uang instan.


“Aku pesan go food aja deh!” gumam Mika lagi tidak mau ambil pusing.


Meski hidup di kontrakan kecil dan uang pas- pasan, Mika tidak mau makan seadanya yang tidak enak apalagi beli di warteg. Dia masih saja ingin makan dari gofood. Mika memesan satu porsi spageti dan ayam katsu.


****


Adnan yang sudah lapor polisi sedang menunggu kabar dari polisi. Pemilik nomor yang ada di video yang dia dapat dari klinik skincare sudah ketemu datanya, akan tetapi orangnya masih dalam proses pencarian.


“Isyana kenapa nggak balas lagi sih?” gumam Adnan geram.


Adnan kan sebelum menikah dengan pacarnya, yang tidak lain adalah adik Bu Dessy dosen Mika, ingin menuntaskan hutangnya pada Isyana.


“Apa aku datangi saja kampusnya ya?” gumam Adnan.


Dina memang tidak memberitahu alamat nenek, tapi Dina memberitahu dimana Isyana kuliah. Kampus negeri favorit di kota B, tentu saja Adnan tahu. Adnan juga punya teman yang sedang melanjutkan kuliah S2 hukum di situ.


Adnan pun mengendarai mobilnya ke kampus itu, sama seperti Lana dan Binar saat dulu mencari Isyana.


“Abdi teh, mau nanya,” tutur Adnan ke temanya setelah bertemu di depan kampus.


“Naon?” jawab temanya yang ternyata perempuan.


“Gedung kuliah jurusan Hubungan Internasional semester 1 dimana yak?” tanya Adnan.


“Kunaon atuh, nanya- nanya kos kitu?” tanya temannya lagi.


“Hoyong papendak sareung rerencangan,” tutur Adnan lagi.


“Saha?”


“Namina Isyana Putri Anjani,” jawab Adnan lagi.


“Helleh, awewe, batur atau Kabag maneh?” gurau Teman Adnan.


“Teman, beneran, kabogoh Abi mah, nggak di sini! Bantuin geh!” jawab Adnan lagi.


“Oke...kebetulan adik aku juga kuliah HI, aku telponin bentar yak!” jawab teman Adnan.


“Ya.. ya...!” jawab Adnan bersemangat.


Adik teman Adnan ternyata memang teman Isyana. Akan tetapi kata adik teman Adnan Isyana tidak masuk tanpa keterangan.


“Tidak masuk tanpa keterangan?” gumam Adnan panik, semalam Isyana sempat membalas pesan Adnan, tapi kemudian ponselnya tidak aktif.


“Apa terjadi sesuatu denganya?” gumam Adnan berfikir.


Setelah tahu upaya pembakaran kontrakan Isyana, Adnan jadi berfikir kalau Isyana tidaklah hidup sebagaimana mesti orang normal. Isyana terancam.


“Tolong tanyakan ke adikmu, dimana rumah Isyana atau alamatnya?” tanya Adnan lagi.


Teman Adnan pun mengangguk, menanyai adiknya alamat rumah Isyana. Adik teman Adnan pun memberitahu pangkalan nenek jualan dan alamat rumah Nenek.


“Haturnuhun pisan yak!” ucap Adnan ke sahabatnya.


“Ya... sama- sama!”


Adnan kemudian pergi.


“Kenapa Isyana menyuruhku lapor ke Daddynya Putri yah? Aku tidak tahu rumahnya dan tidak kenal, aku tidak mau menemuinya ada urusan apa memangnya? Aku maunya ketemu kamu Isyana,” batin Adnan ingin ke rumah Isyana saja.


Padahal Isyana sudah balas pesan Adnan untuk koordinasi dengan Binar saja. Tapi Adnan sama sekali tidak tahu perihal Binar.


****


Walau di kantor Tuan Priangga sangat menjaga jarak dengan Binar dan profesional, tapi demi anak semata wayangnya, Tuan Priangga melakukan apapun demi anaknya.


Menggunakan teknologi modern yang mempermudah koordinasi dan komunikasi jarak jauh, Tuan Priangga langsung mengatur tugas anak buahnya.


Sebagian ada yang jemput keluarga Isyana. Sebagian mempersiapkan berkas pernikahan Binar dan Isyana.


Entah bagaimana terobosan dan manufer prosedurnya. Yang penting, Tuan Priangga mau sore ini penghulu, saksi dari keluarga Isyana dan keluarga Binar datang ke rumah sakit tanpa membuat keributan dan kecurigaan orang.


Meski fitrahnya dan wajibnya, nikah harus diumumkan, dalam pelaksanaanya Tuan Priangga ingin berjalan tenang serta lancar dulu. Akan diumumkan jika semua sudah terlaksana.


Dan selalu, Saka yang dibuat pusing. Baru membuka laptop mau menggantikan jadwal Binar, sudah harus mengatur agenda lain.


“Gila ya emang si bos. Nikah kaya orang mau dinner doang, suruh jemput sepupu Isyana. Aku aja yang tunangan lama, nggak kelar- kelar persiapan, sampai mau meledak nih kepala gue ikutin mau si ayang. Batal deh nyalip Pak Binar,” gumam Saka menggerundel.


Tapi meski mulutnya berbusa karena menggerutu, Saka tetaplah patuh. Apalagi jika Tuan Priangga yang memberi titah.


Saka pun mengutus satu supirnya menjemput keluarga Teh Bila.


Untuk nenek dan Dina, sengaja, Binar tidak kasih tahu dulu.


Nenek belum sembuh dari sakit akibat jatuh, nenek pasti akan syok jika tahu Isyana lahir prematur. Binar akan kasih kabar jika nikahnya lancar.


Akan tetapi untuk Bu Dini tetap Binar kasih tahu dan minta doa. Hanya saja, tidak Binar perkenankan datang dulu. Binar ingin beri kejutan untuk Putri.


****


“Kamu tidak tahu siapa saya?” omel Bu Wira dari pagi sampai siang masih bersikukuh pada perawat rumah sakit ingin menemui cucunya.


Ruang perawatan bayi jadi ricuh karena Bu Wira. Bu Wira memarahi semua perawat, mengancam dan menunjukan kekuasaanya.


Dan perawat yang menjadi pegawai di tingkat rendah menyerah menghadapi Bu Wira.


Kini Bu Wira berhadapan dengan atasan di rumah sakit itu.


“Tentu saja, kami tahu, Ibu Mutia Hanggara, yang terhormat, tapi kami mohon maaf, harus mematuhi aturan, tidak bisa perkenankan Ibu masuk,” jawab cash manager rumah sakit tipe C itu.


“Saya ingin menemui cucu saya. Kenapa dihalangi? Kenapa saya tidak boleh mengetahui keadaan cucu saya? Saya tuntut rumah sakit ini, tutup nanti!” omel Bu Wira lagi.


Saking marahnya sifat anggun dan halusnya hilang berganti kasar dan arogan.


Lana bahkan menggebrak meja.


“Saya bisa hancurkan rumah sakit ini. Kalian tidak ada yang becus bekerja. Aku ayah nya, itu bayi kami. Kenapa kalian halangi!” omel Lana ikut menambahi.


Muka cash manager rumah sakit itu, yang kebetulan seorang perempuan berhijab langsung memucat.


Akan tetapi setiap rumah sakit punya standar pelayanan, atau aturan dan perundang- undangan. Bahkan direktur mereka langsung memberi titah.


Bahwa pihak Isyana sebagai pasien dan ibu pasien didukung oleh Binar Aksa Priangga yang mempunyai power, l meminta agar semua informasi tentang Isyana dan bayinya hanya boleh disampaikan pada Isyana dan Binar.

Jika perawat melanggar, bukan hanya tentang uang dan kekuasaan. Tapi peraturan yang benar, Perawat juga bisa dituntut oleh Binar.


Karena memang prosedur dan undang- undang yang benar, rumah sakit wajib melindungi privasi pasien, Apalagi pasien sendiri yang meminta secara tertulis untuk dirahasiakan.


“Maaf, Tuan. Tapi ini aturannya,” jawab Cash manager dengan sangat sopan lalu membawa satu buku besar yang berisi standar prosedur operasioanal yang sah di rumah sakit itu.


Pihak rumah sakit pun tidak bodoh, dalam menghadapi Lana dan Bu Wira mereka membawa pegawai yang mendokumentasikan dengan video, agar jika nanti ada masalah yang memerlukan pihak berwajib mereka mempunyai bukti.


“Aturan macam apa ini aturan sampah!” teriak Lana lagi, mengambil bendelan buku itu, hampir memukullkan ke atasan rumah sakit, tapi melirik pegawai yang mendampingi dan menyalakan kamera.


Lana kemudian membanting bukunya ke lantai dan menatap si perekam dengan bengiis.


“Ada apa ini? Kenapa ada kamera. Matikan!” bentak Lana.


Akan tetapi pegawai tetap menyalakan.


“Ijinkan saya sampaikan aturan di rumah sakit ini, Tuan!” tutur Cash Manager berani.


“Matikan kamerannya!” bentak Lana lagi.


“Maaf, Nyonya Mutia yang kami hormati, dan Tuan Lana Hanggara yang kami hormati, kami akan mematikan kamera, tapi tolong bekerjasamalah dengan baik, dan ijinkan saya sampaikan aturan kami!” tutur Cash manager sopan.


Bu Mutia dan Lana yang baru sadar sedari tadi kelakuanya direkam jadi gelagapan.


Itu kan rumah sakit masih di Ibukota, masih kekuasan Tuan Wira, bahaya kan kalau keluar ke media sosial.


“Oke.. cepat sampaikan, tapi matikan kamera dan hapus!” jawab Bu Wira.


Atasan itu mengkode pengawalnya untuk matikan ponsel, tapi di atas masih ada cctv.


Atasan rumah sakit itu pun menjelaskan, bahwa dalam standar pelayanan di rumah sakit itu, beserta undang- undang dari pemerintah. Pasien berhak dilindungi privasinya dan pihak rumah sakit wajib menjaga dan mematuhi aturan itu.


Tentang Lana sebagai ayah bayi itu, pihak rumah sakit butuh bukti kalau dia ayahnya. Padahal bukti itu hanya bisa dinyatakan kalau ada suratnya kalau bayi Isyana anak Lana, atau kartu keluarga. Kalau pun mau mengurus ke kepolisian dan tes DNA atau menunjukan berkas perceraian butuh waktu lama. Padahal Bu Wira dan Lana butuh sekarang.


Lana dan Bu Wira kemudian hanya menelan ludahnya kecewa.


Meski Bu Wira pejabat, tapi Tuan Priangga juga bukan orang sembarangan. Jadi pihak rumah sakit memilih orang yang sama besar tapi sesuai dengan peraturan.


“Kalau memang anda ayah bayi Nyonya Isyana, kami akan berikan hak anda sebagai orang tua bayi, tapi tolong tunjukan pada kami bukti itu. Dan itu juga kalau Bu Isyana menyetujuinya, Bapak. Sebab di sini, Bu Isyana yang melahirkanya. Suami Ibu Isyana juga meminta akses informasi mereka ditutup,” jawab Cash Manager rumah sakit.


“Dia itu bukan suaminya, dia berbohong! Anakku, ayah kandung sah bayi Isyana,” jawab Bu Wira sangat kesal.


“Mengenai hal itu, kami mohon bukti silahkan bawa ke sini! Sampai ada bukti itu, kami tetap harus seijin Bu Isyana!” jawab Pihak rumah sakit berpegang teguh perintah atasan.


Bu Mutia dan Lana langsung terdiam malu. Rupanya kedudukanya tidak mempan untuk menggertak mereka.


Bu Mutia dan Lana langsung pulang dan meminta pengacaranya sekalian urus agar bisa ambil anak Lana.


****


Walau Binar meminta malam, tapi Tuan Priangga juga bergerak cepat, tepat saat adzan Ashar rombongan Saka datang.


****


Di ruang rawat Isyana.


Binar bangun tidur langsung ijin mandi, sholat dan keluar membeli baju ganti dan makanan ke Isyana.


Di saat Isyana sendiri perawat pun datang memberikan hasil periksa darah yang dilakukan secaraa ketat setiap selesai transfusi untuk mengetahui perkembangan Isyana.


“Bagaimana hasilnya, Sus?” tanya Isyana.


“Alhamdullillah sudah naik, Ibu. Hemoglobin ibu sekarang sudah 12.” jawab perawat ramah.


“Alhamdulillah, terima kasih, Sus, berarti nggak perlu transfusi lagi kan?” tanya Isyana bajagia.


“Alhamdulillah, tidak Bu!”


“Terima kasih,” jawab Isyana dengan senyum manisnya.


“Oh ya. Tangan yang sebelah kanan ini, bengkak Sus,” tutur Isyana di tempat infusan tangan yang sebelah kanan bengkak. Sebab Isyana banyak bergerak berpegangan tangan dengan Binar.


Perawat memeriksa, berupaya membetulkan tapi rupanya tak berhasil.


“Infus yang sebelah kanan saya lepas ya, Bu, sepertinya ini hipo, dan sudah tidak berfungsi lagi, yang sebelah kiri biar tetap terpasang dulu ya!” tutur Perawat memberitahu.


Isyana mengangguk, mempersilahkan.


Di saat perawat sedang membetulkan infus, pintu ruang rawat Isyana diketuk dan dibuka dari luar.


“Isyana...,” sapa Teh Bila ramah.


“Teteh,” pekik Isyana kaget.


Melihat masih ada perswat Teh Bila masih berdiri di dekat pintu.


Perawat selesai melepas infus Isyana, dan pamit pergi.


“Masuk, Teh! Teteh tau dari siapa Isyana di sini?” tanya Isyana kaget, tapi juga sangat bahagia.


Belum Teh Bila menjawab, Isyana kembali dikagetkan ternyata Teh Bila membawa rombongan, 4 orang laki- laki. Dua lelaki Isyana kenal, dua laki- laki tidak.


“Ehm...,” Isyana kemudian merapihkan rambut dan selimutnya.


Isyana kan belum mandi masih pakai baju operasi, rambutnya juga acak- acakan, pucat, kumal lagi.


“Selamat sore Bu Isyana,” sapa mereka.


“Sore!” jawab Isyana, gelagapan bingung.


Isyana malu sekali, dalam keadaan tidak siap dijenguk laki- laki yang Isyana tidak kenal.


"Isyana..." panggil Teh Bila mau bicata.


"Ya Teh, mereka siapa?" tanya Isyana berbisik.


Belum Teh Bila menjawab Binar datang bersama Saka, Tuan Priangga dan orang yang tidak Isyana kenal lagi.


Binar langusng berjalan tegap sudah gagah dan ganti baju. Wajahnya pun sumringah dan tampak sangat segar.


“Sudah lengkap? Bagus. Terima kasih datang tepat waktu,” ucap Binar langsung menyalami keempat pria yang bersama Teh Bila itu dengan wajah kharismanya tampak tegas tapi tetap menunjukan penghormatanya.


Isyana masih gelagapan dan bingung melihat Binar beramah tamah menyalami orang yang tidak dia kenal berkumpul di ruang rawatnya.


Lalu Binar menoleh ke Isyana dan mendekat.


“Sudah, siap kan Sayang?” tanya Binar dengan lirih.


Isyana menelan ludahnya. “Kita jadi nikah?” tanya Isyana.


“Jadilah!"


"Sekarang?" bisik Isyana rasanya ingin cubit Binar.


"Tahun depan! Itu Pak Penghulu dan saksi kita! Ini maskawinya. Sekaranglah, tunggu apalagi?” jawab Binar mengeluarkan satu kotak perhiasan dari saku celana kainya.


“Ehm....,” Isyana berdehem, tenggorokanya terasa sangat sesak. Rasanya kehabisan nafas. Kenapa pernikahanya baik yang pertama dan kedua membuatnya pusing.


“Siap kan?” tanya Binar lagi.


Isyana hanya diam menunduk.


"Harus, Siap!" jawab Binar memaksa.


"Ya!" jawab Isyana.


Akhirnya sore itu, sekitar pukul 5 sore. Di ruang rawat Isyana. Binar dan Isyana melangsungkan pernikahan.

****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 183"