Istri yang terabaikan Bab 182

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


182 Doa Uti


Kata orang pangkal kesehatan dalam diri seseorang ada pada jiwa dan hatinya. Saat seseorang bahagia akan meningkatkan imunitas tubuh berkali- kali lipat. Mungkin seperti itu yang Binar rasakan sekarang.


Jika biasanya dia akan pusing jika pukul 11 malam belum merebahkan tubuh dan memejamkan matanya. Hari ini dia masih berdiri tegak dengan mata membulat berkilauan dan berkeliaran di rumah sakit. Semua itu karena Binar bahagia bersama Isyana.


Bahagia yang tumbuh dari cinta, cinta yang di tersusun dari ramuan rasa benci, kasihan, penasaran, tertarik, rindu dan jadi ingin memiliki serta menjaganya.


Akan tetapi, tubuh kita tetaplah sesuai fitrahnya. Selayaknya kendaraan yang menjadi tumpangan kita berjalan mengarungi kehidupan. Tubuh kita memerlukan perhatian, memerlukan pemenuhan kebutuhan akan hak- haknya agar bisa dioperasikan dengan baik.


“Krucuuuk .... krucuuuk....,” perut Binar pun mulai menuntut haknya.


Padahal saat ini Binar sudah duduk di samping bed Isyana memaksa perawat di ruang HCU masuk walau bukan jam besuk, ingin menyuapi Isyana.


Ya, Isyana dan Binar mendapat perlakuan khusus. Dirawat di ruang yang hanya sendirian meski dirawat intensif.


“Itu bunyi apa Mas?” tanya Isyana yang baru bangun tidur.


“Ehm...,” dehem Binar mukanya langsung merah dan plintat plintut malu.


“Mas belum sarapan yah?” tanya Isyana masih lemah.


Binar sok- sokan maksa Isyana sarapan malah ternyata Binar yang kelaparan.


“Nggak apa- apa kok! Biasa kalau pagi kan perut suka bunyi!"


"Nggak usah malu Mas. Kalau mau makan, sok makan aja!" jawab Isyana.


"Nggak. Mas gampang nanti. Kamu makan dulu, Mas suapin yah!” tutur Binar lagi, gengsi.


“Isyana masih pusing sama mual, Mas. Isyana nggak suka makanan itu, buat mas aja!” jawab Isyana.


Ya, Isyana mengalami HPP atau hemoragic post partum, bahkan Isyana sampai sekarang sudah transfusi darah yang keempat kantung. Bibir Isyana masih pucat, tapi Isyana berhasil melewati masa kritis. Hasil laboratorium terakhir lebih tepatnya 15 menit yang lalu, hemoglobin Isyana sudah naik, tadinya hanya 3 sekarang sudah 8.


Akan tetapi angka segitu masih rendah, Isyana masih harus transfusi lagi dan diawasi ketat.


“Katamu, kamu ingin lihat bayimu dan segera pindah dari ruang ini kan? Makanlah, ya. Habis ini, Mas belikan makanan yang kamu suka, tapi setidaknya makan dulu seadanya biar perutmu tidak sakit yah!” pinta Binar lagi dengan lembut.


Mendengar perkataan tentang anaknya Isyana tersenyum getir.


Sesaat kemudian Isyana terdiam, dan seperti ada magnet yang menarik saluran air matanya, mendadak mata Isyana berkaca- kaca lalu membentuk genangan air dan perlahan rembes turun membentuk anak sungai di sisi bukit tulang hidungnya.


“Anakku selamat kan Mas? Apa dia baik- baik saja? Dia seperti apa Mas? Dia mirip denganku tidak? Hiks.. Isyana ingin peluk dia Mas. Isyana ingin lihat anak Isyana,” lirih Isyana menggebu dan emosionalnya datang lagi.


Isyana masih terpasang dower cateter (Selang buang air kecil), insfus Isyana juga masih dua jalur.


Hanya untuk duduk tegap saja Isyana masih gemetaran. Isyana sama sekali belum melihat, mendengar bayinya apalagi menyentuh bayinya. Mereka juga dirawat di ruang terpisah.


“Ssssshhh...” Binar langsung melatakan nampan makanan dan meraih pipi Isyana membelainya lembut.


“Dia anak yang kuat seperti Ibunya, dia baik- baik saja, dia sangat tampan, kalau kamu mau lihat dia, kamu harus sehat dulu! Makanlah ya!” tutur Binar lagi.


“Hiks... hikss...,” mengingat anaknya Isyana kembali menangis.


Isyana masih dihantui rasa bersalah dan khawatir karena melahirkan anaknya, belum pada masa seharusnya.


Impian semua ibu, begitu selesai berjuang melahirkan, lelahnya terbayar mendapatkan obat dengan denggaman jemari lentik sang bayi ataupun tangis merdu dari anaknya.


Akan tetapi, kini Isyana di ruang tertutup yang bahkan selain Binar tidak boleh masuk. Bukan tangisan bayi yang Isyana dengar melainkan dentingan nada dari bed set monitor yang selalu mengawasi keadaan dirinya.


“Ssshhh, jangan nangis gitu sayang. Nanti kita jenguk dia, kamu harus sehat dulu. Sedikiit aja. Makan yaah!” tutur Binar lagi sangat lembut sambil menyeka air mata Isyana.


Bukan karena bayi Isyana anak Lana, sehingga Binar fokus perhatian ke Isyana saja. Tapi kata dokter, Isyana memang memerlukan dukungan emosional yang lebih, agar cepat pulih.


Sebab, jika tidak begitu, Isyana bisa mengalami post partum blues atau depresi pasca melahirkan.


Jika Isyana depresi maka ASI Isyana akan tersendat, apalagi Isyana belum seharusnya melahirkan. Sistem di dalam tubuhnya belum menyiapkan segala sesuatunya sebagaimana mestinya. Isyana juga sangat lemah dan butuh lebih banyak usaha untuk sehat.


Itu sebabya Binar meluangkan waktunya untuk Isyana. Sama seperti Binar meluangkan waktu untuk Tiara. Padahal seharusnya saat ini Binar menemui klienya. Bagi Binar Isyana lebih penting.


Isyana pun mengangguk, patuh. Isyana bersedia makan walau masih mual.


Binar tersenyum. Lalu membantu memposisikan bed Isyana setengah duduk.


Binar kembali mengambil nampan makanya. Dengan telaten dan penuh perhatian Binar memotong kecil- kecil lauk yang ada dan menyuapkanya pada Isyana. Menu pagi itu, telur dibuat manis dan sayur brokoli.


“Mas juga makan yah!” ucap Isyana kemudian.


Isyana menyeka air matanya dan kembali menata emosinya. Bahkan Isyana tersenyum.


“Yah...,” jawab Binar mengangguk senang Isyana kembali menampakan senyum manisnya.


Meski tidak terlalu enak, tapi karena lapar makananya jadi terasa enak. Dalam waktu cepat makanan pun habis meski perbandinganya 3 ; 1 suap. Issyana masih mengunyah dan Binar sudah 3 kali suapan, hehe.


“Isyana sudah membaik, sekarang waktunya,” batin Binar mengambil air putih dan obat yang sudah disediakan di samping bed Isyana.


“Minum dulu!” ucap Binar.


“Isyana mau buah dulu!” jawab Isyana manja.


Di kamar itu hanya ada Binar dan Isyana, jadi meski masih sedikit canggung dan terkadang malu, Isyana tidak segan bermanja dengan Binar.


Isyana merasa sangat nyaman untuk pertama kali dalam hidupnya diperlakukan sangat lembut oleh laki- laki selain mendiang ayahnya. Itu saja sudah sangat lama, sebelum perhatian ayahnya direnggut ibu tirinya.


Binar mengangguk dan mengambilkan buah- buahan yang sudah di potong- potong dalam piring kecil dan ditutup plastik. Ada buah melon, semangka, kelengkeng dan anggur.


Sambil menyuapi Isyana, Binar pun melancarkan niatnya.


“Sayang....,” panggil Binar.


“Hmmmm...,” jawab Isyana.


“Apa kamu punya kakak? Atau Uwak? Atau Om? Atau saudara laki- laki dari ayahmu?” tanya Binar.


Isyana tampak menerawang.


“Bapak anak laki- laki satu- satunya!” jawab Isyana polos.


“Adik kakak? Kakek?”


“bapakku aja udah meninggal apalagi kakek? Mas kenapa sih tanya- tanya. Saudara Isyana perempuan!” jawab Isyana mulai curiga.


Binar mengangguk. Isyana merasa cukup dan menyerahkan buahnya.


“Jadi nggak ada ya, saudara laki- laki dari jalur bapakmu?” tanya Binar memastikan.


Isyana menggeleng sambil menunjuk gelas air. “Minum...,” pinta Isyana dengan nada manjanya.


Binar mengambilnya, dan menyerahkanya.


"Nggak ada lagi alur saudara laki- laki dari ayahmu?" tanya Binar lagi.


“Nggak!” jawab Isyana sambil meraih gelas minumnya.


“Syukurlah, jadi nggak repot dan makan waktu!” jawab Binar tenang.


Isyana yang mau minum jadi terhenti dan curiga.


“Memangnya kenapa sih Mas?” tanya Isyana.


“Kita nikah yuk!” ajak Binar enteng.


“Hah!” pekik Isyana kaget dan batal minum. "Nikah?"


“Iyah, kamu mau kan jadi ibunya Putri. Kita nikah! Kamu udah janji lho waktu itu. Kamu ingatkah janjimu?” jawab Binar lagi.


Isyana pun melotot dan menelan ludahnya.


“Kamu mau kan?” tanya Binar lagi mendesak.


“Ya ingat. Iya Isyana mau!” jawab Isyana mengangguk.


Binar pun tersenyum senang.


“Oke... kalau kamu mau, nanti malam kita nikah!” sambung Binar.


“Wuah!” pekik Isyana melongo dan “Praaang....!” dibarengi gelas yang dia pegang lolos dari genggamanya.


Isyana syok untuk yang kedua kalinya, bagaimana tidak, Isyana memutuskan untuk mau saja menurut Isyana cukup terburu- buru. Dan ini pelaksanaanya lebih ekpress.

“Aiiih kenapa dijatuhkan gelasnya? Ck!” lirih Binar berdecak.


Binar kemudian berjongkok merendahkan dirinya memungut pecahan gelas agar tidak membahayakan sebelum memanggil petugas kebersihan.


Isyana masih bengong, berusaha mengatur nafasnya dan menyadarkan dirinya kalau dia tidak salah dengar.


“Mas panggil petugas kebersihan dulu ya!” pamit Binar berdiri dan keluar.


Isyana tidak menjawab nafasnya masih tersendat kaget.


Binar kembali setelah perawat menjawab petugas kebersihan akan datang dalam waktu cepat.


Binar duduk lagi di dekat Isyana.


“Mas jangan bercanda ya? Perut Isyana masih mules nih!” cibir Isyana.


“Mas nggak bercanda, Sayang!” jawab Binar.


Bukanya menjawab. Isyana malah menepuk- nepuk pipinya dan mencubit lenganya.


“Kamu apa- apaan sih?” tanya Binar meraih tangan Isyana dan menghentikan tindakanya.


Isyana pun berhenti menepuk pipinya, membiarkan Binar menggenggam tanganya dan menatap Binar bingung.


“Kamu sudah melahirkan, mas udah tanya ke orang pintar, kita boleh nikah! Secepatnya kita nikah. Nanti malam Papah bawa penghulu dan saksinya!” tutur Binar meyakinkan.


Isyana masih bengong dan kemudian menarik tanganya.


“Mas gila apa gimana sih?” tanya Isyana untuk yang kesekian kalinya merasa Binar itu menjengkelkan dan suka aneh.


“Kamu mau kan jadi istriku? Kita kan udah sepakat kan buat nikah, gila gimana?” jawab Binar.


“Astagah Mas. Mau bukan berarti harus nikah sekarang kan?” jawab Isyana.


“Siapa yang bilang sekarang? Nggak sekarang tapi nanti malam!” jawab Binar lagi semakin membuat Isyana gedeg.


“Nanti malam dan sekarang bedanya apa?”


“Ya beda!”


“Sama- sama hari ini, dan sama- sama gila Mas! Terburu- buru itu nggak bagus!” jawab Isyana.


“Dah gini aja! Intinya kamu mau nggak nikah sama aku?” tanya Binar mulai maksa lagi.


“Maaas, aku mau. Tapi aku masih sakit, turun dari tempat tidur saja aku belum bisa. Aku juga baru melahirkan, bagaimana mungkin kita nikah?” tanya Isyana lagi.


“Mungkin... mungkin!” jawab Binar santai.


Isyana kemudian mengkerutkan matanya, mendengus kesal dan mengalihkan pandangan dari Binar ujud dari ngambek.


Binar hanya menghela nafasnya.


“Aku belikan minum ya..., masih lapar nggak? Mas belikan makanan lagi!” tanya Binar lagi mengalihkan pembicaraan. Binar tahu gelas airnya jatuh dia dan Isyana kan haus.


“Jangan pergi. Jelasin dulu. Isyana nggak setuju kita nikah malam ini!” jawab Isyana belum lega.


“Kenapa memangnya?”


“Ya masa nikah begini? Masa nikah di rumah sakit? Nenek nggak ada? Bu Dini nggak ada? Tetehku, Teh Bila juga nggak ada! Nggak bisa nunggu Isyana pulang dan sembuh? Mas aneh, mas gelo!” jawab Isyana merajuk dan tetap menolak.


Isyna masih ingin jadi orang normal. Binar kan nggak normal, pikir Isyana.


Binar diam tidak berekspresi kemudian menatap Isyana tajam. Isyana jadi salah tingkah, dan memalingkan pandanganya lagi.


“Kalau kita nggak nikah sekarang, ya udah siap- siap aja, bayimu dibawa Lana dan Tante Mutia. Mungkin, Mas juga bisa masuk penjara.” Jawab Binar kemudian.


Mendengar perkataan Binar, Isyana langsung menoleh kaget.


“Nggak. Enak aja! Anakku punyaku!” jawab Isyana emosinya down lagi.


“Dengarkan Mas. Lana pasti akan berupaya bagaimana pun caranya agar anaknya jatuh ke tanganya. Dia bisa mengubah yang salah jadi benar, dia bisa bayar orang atau apapun itu. Kamu single parents, tidak bekerja, sakit, tidak punya tempat tinggal. Lana akan memojokanmu dan mencari celahmu untuk merebut anakmu. Tapi kalau kita nikah, tanpa mengeluarkan banyak uang, mutlak kita pasti akan menang dan Lana tidak bisa berkutik. Kita jadi orang tua lengkap, kamu ibu yang menyusuinya, jaminan kebutuhan materi dan kasih sayang jelas. Dan di rumah sakit ini, Mas nggak akan jadi pembohong, di semua surat pernyataan, Mas itu suami kamu. Kalau sampai ada yang tahu hubungan kita yang sesungguhnya, apa kata mereka?” tutur Binar panjang.


Jauh di luar dugaan Tuan Priangga kalau anaknya nakal, dan di luar dugaan Isyana kalau Binar gelo. Binar ternyata berfikir matang dan serius.


Binar nekad nikahin Isyana tidak semata karena naafsu, tapi memang semakin cepat semakin baik, toh Binar juga sudah memastikan dia diperbolehkan menikahi Isyana meski nanti harus menunggu sampai Isyana suci untuk bisa mendapatkan haknya.


Isyana pun diam mendengarkan dan menimbang.


“Satu lagi. Lana dan Tante Mutia ingin menyebarkan hoaks kalau Mas culik kamu. Kalau kita nikah, mana ada suami nyulik istri, ya kan? Mas bisa jawab itu! Mereka akan kalah!” jawab Binar merayu lagi.


“Tapi kan sama aja kalau orang tahu kita nikah di rumah sakit pasti dicemooh!” jawab Isyana.


“Ya masa bodo. Yang penting nyatanya kita menikah. Sah. Ada saksi ada penghulu, Jangan kasih tahu mereka dulu. Tinggal nanti tunjukan foto dan video kalau kita udah nikah. Mas juga bebas nunggu kamu di sini! Mas juga nggak jadi pembohong! Dan yang pasti, mas punya kekuatan dan hak menentukan keputusan menjadi penanggung jawab dan orang tua untuk bayimu” jawab Binar lagi.


Mendengar alasan untuk bayinya. Isyana mengangguk mau.


“Ya sudah terserah Mas, Isyana ikut mas aja!” jawab Isyana.


Binar pun mengangguk senang.


Binar kemudian pamit keluar untuk beli minum.


"Mas!" panggil Isyana menghentikan langkah Binar.


"Apalagi Sayang? Kamu pengen makan apa? Katakan!"


"Isyana pengen liat anak Isyana, apa Mas punya fotonya?" tanya Isyana.


Binar tidak sengaja tidak tunjukan bayi Isyana sebab bayi Isyana sangat memprihatinkan. Binar ingin Isyana sembuh dulu.


"Tidak boleh ambil foto Sayang!" jawab Binar berbohong.


"Tapi kan Isyana Ibunya. Isyana pengen liat!"


"Yah.. nanti Mas tanya perawatnya, yah!" jawab Binar menyenangkan Isyana.


Isyana mengangguk. Binar pun pamit.


Binar mampir ke ruang khusus bayi.


Benar sesuai dugaan Binar, Lana dan Bu Wira baru saja tiba sedang meminta perawat mengijinkan masuk. Tapi tidak boleh, karena ruang bayi intensif hanya ibu kandung yang boleh masuk.


Padahal sebelumnya, dengan bijaksana, Binar sudah memberikan hak Lana mengadzani bayinya. Tapi tetap saja, Lana tidak puas.


“Kamu!” pekik Bu Mutia menatap Binar dengan tatapan benci.


Binar memasang wajah serius dan menganggukan kepala menyapa dengan elegan.


“Selamat pagi Tante” sapa Binar.


“Huh...,” Bu Mutia justru memalingkan mukanya berdecak sombong. “Memalukan!” ejek Bu Mutia.


“Mau apa kamu ke ruang ini?” tanya Lana maju hendak ajak Binar bertengkar lagi. Tapi Binar berusaha tetap tenang.


“Aku hanya ingin melihat keadaanya dan meminta ijin foto, Isyana ingin lihat anaknya!” jawab Binar santai.


“Tidak akan kubiarkan. Kamu tidak ada hak!” jawab Lana menghalangi.


Binar yang lapar dan sedikit pening karena kurang tidur memilih mengalah.


“Ok!” jawab Binar pamit dan pergi dengan tenang.


Bahkan Binar tersenyum, sok aja Bu Mutia tidak akan bisa masuk ke ruang rawat. Hanya Isyana yang bisa.


Sambil berjalan, Binar menelfon ayahnya, Meminta bantuan agar persiapkan semuanya. Termasuk merahasiakan dari Lana kalau mereka hendak menikah.


Bahkan Binar ingin pernikahan nanti malam bukan sah secara agama, tapi mengundang penghulu resmi dari KUA. Apapaun caranya.


Setelah Tuan Priangga setuju, Binar membeli makan ayam goreng, air mineral dan berbagai makanan lain.


Siang itu untuk membayar kantuknya Binar tidur di bangku sisi Isyana.


“Uti... sepertinya harapan Uti sudah datang, Isyana akan mempunyai suami seperti yang Uti mau!” batin Isyana tersenyum, memandang Binar yang terlelap. Beberapa jam lagi mereka akan diikat oleh ikatan yang suci.

****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 182"