Istri yang terabaikan Bab 179

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


179 final


Masih dengan jalanan yang gelap, meski belum memejamkan mata walau hanya sekejap, Binar melajukan mobilnya kencang, bakat pembalapnya sewaktu muda keluar.


Ya sewaktu remaja Binar memang hoby balap. Mobil yang penuh romansa yang mau dia ganti warna juga salah satu buktinya.


Lana tidak mau kalah terus mengejar Binar, akan tetapi Binar yang lebih dulu sampai di rumah sakit.


Binar langsung turun di depan ruang unit gawat darurat di sebuah rumah sakit swasta tipe C.


“Ssssshhhh....” Isyana terus mendesis memegang perutnya yang sakit.


Isyana tidak tahu, dress tidurnya sekarang sudah basah kuyup, seperti air kencing, meski tak banyak ada campuran warna darahnya.


“Bertahanlah, kita sudah sampai, ayo pegang leherku!” ucap Binar tidak ada rasa jijik sedikitpun. Binar meminta Isyana memposisikan tanganya agar mudah Binar angkat dan turun.


Untuk yang ketiga kalinya, Binar hendak menggendong Isyana. Saat kebakaran, saat jatuh, dan sekarang. Binar sudah hafal berat badan Isyana, Isyana kan mungil.


Isyana juga mulai hafal bau keringat Binar dan mulai nyaman terhadap rengkuhan tangan kokoh Binar. Akan tetapi sekarang Isyana fokus menahan sakit yang tiba- tiba menyerang.


Meski tidak terbentur benda keras atau terjatuh, tadi memang Isyana merasa kaget saat Lana menarik kakinya, Isyana merasa tertekan di bagian perutnya.


Pegawai Porter rumah sakit sigap keluar membawa brankar melihat mobil Binar terparkir, dan Binar tampak membopong Isyana.


Binar langsung membaringkan Isyana dan membantu porter membawa ke ruang tindakan.


“Pasien kenapa Pak?” tanya salah satu petugas.


“Hamil usia 7 bulan, keluar cairan banyak!” jawab Binar asal.


Petugas kemudian mengarahkan Isyana dan Binar masuk ke ruangan khusus yang berbeda dari pasien kebanyakan yang berbariing di balik tirai- tirai.


Lalu dua perempuan berseragan mengikuti mereka. Binar setia mendampingi memegang tangan Isyana yang masih mendesis menahan sakit.


"Beratahanlah, Sayang. Semua akan baik- baik saja!" bisik Binar memegang tangan Isyana.


Isyana hanya mengangguk.


“Kita periksa dulu, ya Pak! Dengan Ibu siapa ya?” ucap salah seorang perempuan berseragam, terlihat berdiri mendekat, membersihkan tangan dan memakai sarung tangan.


"Saya Isyana Putri Anjani!" jawab Isyana.


"Kita periksa ya!"


“Yah... silahkan!” jawab Binar.


Isyana masih miring menahan sakit dan tanganya berpegang erat pada Binar.


“Kita pindah bed ya, Bu!” tutur Bidan meminta ijin pada Binar dan Isyana.


Binar mengangguk, lalu Binar dibantu petugas membantu Isyana pindah ke bed tindakan di ruang khusus itu.


“Ibu coba betulkan ya posisi tidurnya, yuk!” pinta bidan itu, “Nggak kenceng kan? Berbaring terlentang sebentar yuk!” ucap bidan itu lagi sambil memgang perut Isyana, Isyana masih meringkuk miring.


Tapi demi mendapatkan pertolongan Isyana mengikuti intruksi.


“Basah banget ya, bawa baju ganti nggak? Ganti yah! Celananya di lepas juga ya! Kita periksa!” tutur bidan itu.


Mendengar penuturan bidan, Isyana mendadak terdiam dan tersentak. Sementara Binar langsung jawab.


“Kita tidak membawa persiapan aapapun, termasuk baju. Sebab usia kehamilanya juga baru 7 bulan? Kalau ada dari sini, kita beli saja!” jawab Binar tanggap.


“Oh gitu? Kami tidak jual pakaian, tapi ada kok, baju operasi!” jawab Bidan.


Bidan yang satunya yang sedari tadi menyiapkan alat tanggap langsung membawa satu pakaian berwarna hijau


“Dilepas, celananya ya Bu... saya periksa dulu. Ganti sekalian ya! Ayok!” ucap Bidan lagi meminta.


Bukanya patuh, Isyana malah melotot dan Isyana malah bingung.


“Ayo Bu... buka!” ucap Bidan itu lagi.


Isyana menelan ludahnya, wajahnya pucat berkeringat, malah merapatkan pahanya.


“Lhoh kok, malah ditutup? Saya mau periksa!” ucap Bidan itu lagi.


Isyana terlihat semakin panik dan bingung. Kakinya masih merapat.


Raut wajah si Bidan berubah, yang tadinya ramah menyusut menjadi sedikit geram.


“Nggak usah malu Bu. Kita kan perempuan. Kita mau periksa untuk tolong ibu, bukan untuk menyakiti. Kalau ibu nggak mau buka celana dan membuka kaki ibu, bagaiama saya bisa tolong, Ibu? Saya harus pastikan, cairan apa yang keluar!”


Isyana malah melirik ke Binar kakinya masih terus dirapatkan.


Bidan itu terlihat semakin menegang tapi masih menahan sabar.


“Ibu... ibu mau kita tolong nggak? Kalau nggak mau ya sudah kita nggak bisa nolong ibu!” ucap Bidan lagi.


“Saya, mau!” celetuk Isyana.


“Ya...,” jawab Bidan kembali ramah. "Ayo dibuka!"


“Mas Binar keluar yah! Aku sendiri saja!” ucap Isyana akhirnya.


Kedua bidan itu kemudian saling pandang dengan tatapan tanda tanya tapi kemudian tersenyum.


Agak aneh sih, pasien lain biasanya dalam keadaan apapun meminta suaminya mendampinginya, baru kali ini ada pasien malah ingin suaminya pergi.


“Ehm...,” Binar berdehem, baru ngeh, ternyata Isyana malu.


“Kamu yakin? Aku keluar, kamu baik- baik saja kan?” bisik Binar.


Isyana masih sempat berdecih, dan menggigit bibir bawahnya sambil mengangguk. Walau tahu Binar ingin menikahinya, tetap saja Isyana tidak mau Binar melihat tubuhnya sebelum menikah, ensk aja.


“Ya! Cepat keluar!” jawab Isyana lirih.


Binar mengangguk dan keluar.


Bidan pun melakukan pemeriksaan. Mulai dari memeriksa cairan apa? Seberapa banyak darah yang keluar, dan jjuga jalan lahir Isyana, tidak lupa rekam jantung bayi dan tanda- tanda vital Isyana.


****


Sementara Binar keluar, salah satu perawat mendekati Binar untuk ditanyai identitas Isyana dan mendaftar rekam medisnya.


Binar yang terbiasa merawat Bu Ara pun langsung gerak cepat.


“Dengan Bapak siapa ya?”


“Binar Aksa Priangga!”


“Silahkan tanda tangan di sini Pak!” ucap petugas pendaftaran meminta Binar tanda tangan sebagai penanggung jawab dan dengan percaya diri Binar mendandatangai di tempat sebagai suami pasien.


Baru selesai Binar tanda tangan dan hendak bangun, dari arah luar, Lana berjalan tergopoh mendekati Binar.


Lana langsung menarik baju Binar dan memukul Binar keras. Binar yang tdak siap langsung terhuyung jatuh menabrak deretan kursi roda yang tertata di dekat jalan masuk UGD itu.


“Rasakan ini!” ucap Lana dengan mata merah.


Binar tidak melawan dan hanya memegang pipinya.


Lana yang marah kemballi menarik kerah Binar dan menghajarnya lagi.


“Buuug!” pukul Lana lagi kali ini jatuh menabrak pot bunga.


Binar sengaja tidak melawan. Binar sadar itu di rumah sakit. Lana tidak puas dan memberinya pukulan lagi.


Benar saja, terhuyungnya Binar membuat gaduh, petugas mendengar perkelahian mereka dan langsung mendekat.


“Tolong jangan buat keributan di sini, Pak!” ucap Security langsung mencekal Lana yang terlihat sangat bernapsu memukul.


Sementara Binar yang sudah berdarah sudut bibirnya hanya diam di posisinya.


“Minggir kalian, kalian tidak tahu apa- apa. Pria ini harus mati! Dimana Isyana?” ucap Lana malah kembali lepas kendali.


Security semakin erat memegang Lana.


“Pak sadar, Pak! Ini rumah sakit! Atau anda kami bawa ke pihak berwajib!” ucap securty.


Lana memberobtak tapi kalah tenaga.


Di saat yang bersamaan, dari dalam ruang UGD berjalan seorang bidan.


“Suami Ibu Isyana!” panggil Bidan itu terlihat mencari Binar.

Mendengar pertanyaan Bidan. Meski sedang berseteru, Binar dan Lana sama- sama berhenti dan menoleh.


“Saya!” jawab Lana dan Binar bersamaan.


Bidan dan securty jadi bingung.


“Suami Ibu Isyana?” ucap bidan lagi mempertegas.


“Saya!” jawab Binar dan Lana bersamaan lagi sama- sama keras dengan ekspresi meyakinkan.


Lana langsung menghempaskan tangan securty, sementara Binar langsung berdiri tegak. Keduanya berjalan mendekat ke Bidan.


Bidan jadi menelan ludahnya melongo.


“Ehm....,” Bidan itu malah berdehem bingung.


“Bagaimana keadaan istri saya?”


“Bagaimana keadaan bayi saya?”


Tanya Lana dan Binar bersamaan.


Bidan semakin bingung tapi mulai bisa menebak sendiri tapi sesuai versinya.


Bidan malah menebak, Binar suami Isyana dan Lana selingkuhanya.


“Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan, mari ikut saya!” jawab Bidan itu.


“Ya!” jawab Lana dan Binar bersama.


Binar dan Lana sama-sama maju sampai tubuh mereka bersinggungngan. Mereka kemudian saling tatap emosi lagi.


“Kamu nggak berhak masuk! Aku suami dan ayah bayi Isyana!” ucap Lana lirih tapi tajam menatap Binar bengis sambil kembali menarik kerah Binar.


“Kamu sudah bercerai dan aku yang akan jadi suaminya, aku yang berhak masuk!” jawab Binar tak kalah tajam.


Mereka berdua kembali bertengkar.


Satpam yang tadi hendak pergi jadi mendekat dan melerai lagi.


Bidan yang berjalan di depan pun berhenti dan berbalik lagi sambil menggelengkan kepala, takut juga heran. Untung malam itu UGD tidak begitu ramai hanya ada dua pasien lansia.


“Bapak ini rumah sakit, tolong jangan bertengkar atau silahkan tinggalkan rumah sakit ini!” tegur satpam dengan cepat.


“Bapak kami butuh keputusan tindakan segera untuk Nyonya Isyana. Tolong jangan membuat keributan. Siapa yang bertanggung jawab atas Ibu Isyana, ikut saya!” ucap Bidan mengimbuhi.


“Saya yang bertanggung jawab” jawab Lana dan Binar bersamaan lagi.


Bidan pun semakin pusing dibuatnya.


“Saya butuh bertemu dengan suami pasien!” ucap Bidan mengambil jalan tengah.


Tidak peduli siapa ayah kandung bayi Isyana. Prosedur rumah sakit kan hanya peduli legalitas yang tertulis.


Lana dan Binar kembali menjawab bersamaan.


“Saya!”


Bidan dibuat pusing lagi kok semuanya ngaku suami. Apa iya Isyana poliandri.


“Boleh saya lihat, ktp kalian berdua!” tanya Bidan.


Bidan berfikir yang mempunyai ktp yang sama adalah suami sahnya.


Baik Binar dan Lana mengeluarkan ktpnya. Dan keduanya tidak ada yang satu alamat dnegan Isyana. Bidan semakin bingung.


“Kalau gitu, boleh minta bukti pernikahan atau foto nikah kalian? Maaf bapak mana yang suami Bu Isyana, itu yang kami butuh!” ucap Bidan lagi memutuskan.


Kali ini Lana dan Binar kompak diam melempem. Keduanya tak ada bukti semua.


Lana kan dulu juga tidak resepsi dan benci.


Bidan tambah pusing lagi. Kisah pasien macam apa yang dia hadapi.


"Tidak ada!" jawab Mereka kompak.


"Hhh," bidan menghela nafasnya


"Kartu keluarga?"


"Tidak ada!" jawab merka lagi.


Bidan dipaksa mikir dan garuk- garuk hidung.


“Maaf, Bapak. Siapa tadi yang antar Bu Isyana dan mendaftar di bagian administrasi, silahkan ikut saya!” jawab Bidan mentok tidak bisa menjadi wasit padahal butuh informed consent segera.


Kali ini, Lana tidak berkutik, Binar langsung maju.


“Saya!” jawab Binar.


“Tapi saya ayah biologis bayi saya! Laki- laki ini bukan siapa- siapanya!” ucap Lana menyerbu.


“Tapi dia juga bukan suami Isyana!” jawab Binar.


Suasana panas terjadi la lagi. Bidan menggelengkan kepala lagi dan memilih bertanya pada Isyana.


"Biar Ibu Isyana yang tentukan. Tunggu di sini!" ucap Bidan menengahi.


Tadi Bidan memang belum tanya siapa nama suami Isuana ke Isyana.


“Tuan Binar Aksa!” panggil Bidan akhirnya, memilih Binar sesuai mau Isyana.


Binar kemudian masuk ikut bidan berjalan ke Isyana.


Lana yang kala kesal dan menendang deretan kursi roda yang masih berantakan lagi. Melihat Tingkah Lana yang kasar dan urakan, satpam mendekat lagi dan mengusir Lana. Lana semakin marah bahkan hendak menghajar security. Tapi untungnya di luar banyak orang dan Lana menciut.


Lana kemudian hanya bisa berdiam diri dengan memendam api amarah di parkiran dengan tetap diawasi satpam.


Sesampainya di ruangan, Bidan yang satuna tampak sedang menangani Isyana. Isyana kini sudah memakai oksigen dan terpasang infus, pakaianya juga sudah ganti.


Setelah Binar dan Isyana bertemu, Bidan datang membawa bebrapa berkas.


“Bapak Ibu, saya Bidan Novia... hasil pemeriksaan yang kami dapatkan, untuk sementara keadaan Ibu Isyana masih cukup stabil, akan tetapi, aiir ketuban ibu sudah pecah. Hasil rekam jantung bayi juga terjadi penurunan denyut jantung bayi


, meski tidak banyak, ibu juga mengalami perdarahan,” tutur Bidan detail.


“Maksudnya gimana Sus? Saya nggak ngerti, saya hanya mau istri dan anak saya bisa selamat?” jawab Binar dengan percaya diri meyakinkan Bidan seakan menjadi suami Isyana padahal bukan.


Isyana yang sudah merasa lemah pun tak mempermasalahkan itu.


“Ini artinya, ada penurunan kondisi pada janin dan cukup berbahaya dan dari hasil USG ada ruptur plasenta sedang. Kami sudah berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan kami, sebaiknya kita lahirkan bayi segera. Sebab jika tidak bisa membayakan ibu dan bayi!” tutur bidan lagi.


Isyana mendengarnya langsung down, dunianya serasa runtuh.


“Usia kehamilan saya baru 7 bulan, Sus... apa bayi saya sudah siap lahir? Apa tidak bisa dipertahankan? Tolong bayi saya!” jawab Isyana memohon.


“Ibu...janin ibu mendapat pasokan oksigen dan suplai darah dari plasenta, jika plasentanya lepas berarti kan suplai ke bayi anda terganggu. Air ketubanya juga sudah pecah. Ini juga bisa menyebabkan infeksi. Hal ini juga bisa terjadi perdarahan di dalam perut ibu dan membahayakan nyawa ibu. Kita bersyukur karena baru sebagian yang terlepas, jadi ibu dan janin ibu sampai sekaarang masih terselamatkan. Akan tetapi air ketuban ibu sudah pecah, kami tidak bisa menjanjikan apa yang akan terjadi bahkan dalam 10 menit ke depan. Kita ko keputusan segera. Dokter kami menyarankan untuk segera dilakukan operasi secar!” ucap Bidan lagi.


“Gleg” Binar langsung menelan ludahnya diserbu rasa bersalah.


Sementara Isyana langsung menitikan air matanya.


“Apa tidak ada solusi lain?” tanya Isyana terisak.


“Kita berupaya menyelamatkan ibu dan bayi ibu. Jika tidak segera dilahirkan plasenta yang terepas akan membuat ibu perdarahan di dalam, dan di peratahankan selama apapun kan pasokan oksigen dan darah ke bayi ibu sudah tidak ada, sekarang saja sudah mulai menurun Bu!” jawab Bidan lagi.


“Tapi bayi saya belum cukup umur, hiks...,” isak Isyana lagi.


“Kita semua berdoa bayi ibu lahir selamat, kita bisa mengupayakanya setelah lahir nanti ibu!” jawab Bidan lagi.


Isyana tidak menjawab dan hanya menangis.


“Lakukan yang terbaik, selamatkan istri dan anak saya!” jawab Binar cepat.


Bidan mengangguk tapi tetap meminta persetujuan Isyana. Sambil terisak Isyana mengangguk dan menandatangai persetujuan dilakukan operasi SC.


Malam itu tidak menunggu waktu lama, persiapan operasi SC cito dilakukan.


****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 179"