Istri yang terabaikan Bab 178

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


178 Balapan


“Brug!”


“Owhhh sshiiit!” gumam Binar mengusap sikunya yang kotor dan memar. Binar nekad melompat dari pagar Lana yang tingginya dua meter.


Alat penghubung ke Isyana selama merayap di antara plafon dan genteng sebagian rumah Lana yang berlantai satu, Binar kantongi dan matikan agar tak hilang. Jadi Binar tidak mendengar percakapan Lana dan Isyana tadi. Binar hanya fokus, merayap cepat, keluar plafon, berjalan melewati genteng, turun dan cepat keluar dari rumah Lana.


Setelah berhasil keluar Binar pun berjalan cepat dan masuk ke mobil. Kali ini Binar tidak bersembunyi di halaman rumah kosong lagi. Tapi nekad menunggu di depan gerbang.


Ya sebab Binar menunggu Isyana keluar. Binar kemudian kembali memakai alat penghubungnya. Sayangnya sepi.


“Kenapa nggak dinyalain sih? Atau aku chat saja?” gumam Binar kemudian membuka ponselnya.


Sayangnya masih belum nyambung. Binar pun memilih menunggu di depan gerbang rumah Lana.


‘’Sayang... lewat pagar samping, aku sudah naruh tangga di situ, nanti aku bantu. Naiklah!” bunyi pesan yang dikirim Binar ke Isyana.


****


“Aiiiihh.... kuncinya dimana lagi?” gumam Isyana panik.


Isyana hendak mengunci pintu kamar dari luar, tapi ternyata semua kunci dipegang Lana.


Ya, itu sebabnya semalam Isyana tidur tanpa mengunci pintu dan Lana bisa masuk dengan leluasa menggeeraayangi kaki tangan Isyana sewaktu tidur.


Tidak mau berlama- lama memikirkan tentang kunci, Isyana berjalan cepat melewati ruangan gelap di rumah besar itu.


Isyana tahu, dulu dia tidak bisa kabur sebab di pintu utama ada cctv. Isyana kemudian berjalan menuju ke samping rumah Lana mencari celah jendela dekat gudang yang tidak ada tralisnya dan tidak ada cctvnya.


“Sayang... bertahanlah, kuat ya Nak!” gumam Isyana mengelus perutnya.


Sebenarnya hati Isyana berkecamuk, mertuanya dan mantan suaminya hendak membuat pesta dan syukuran untuk jabang bayinya itu.


Akan tetapi Isyana malah membawa bayinya bertaruh dalam bahaya.


Isyana bukan egois atau karena tergila- gila pada Binar tidak memikirkan anaknya.


Akan tetapi Isyana sayang pada bayinya. Kakek bayinya mendapat rejeki tidak halal, Lana si ayah bayi juga belum sembuh dari sifat kasarnya, Isyana ingin kelak anaknya jadi anak yang sehat dan berperilaku baik. Isyana tidak mau anaknya menuruni sifat kakek dan ayah biologisnya.


“Kleek,” terdengar suara seseorang membuka pintu. Lalu disusul langkah beberapa orang.


Isyana pun segera bersembunyi di balik lemari hias. Isyana merapatkan tubuhnya dan berusaha menahan nafasnya yang memburu agar tak bersuara.


Isyana melirik ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya isyana.


“Hoh... Papah di sini? Malam- malam begini?” gumam Isyana baru tahu kalau mertuanya tengah malam datang ke rumah mantan suaminya.


Padahal selama 2 tahun menjadi istri Lana, Isyana jarang bertemu dengan mertuanya itu. Ternyata Tuan Wira datang ke rumah Lana bersembunyi dan dini hari.


Di deretan lemari buku yang tertempel di dinding ternyata adalah sebuah pintu rahasia.


Tuan Wira diikuti dua pengawalnya. Isyana terus mengintip, ternyata ada ruang bawah tanah. Isyana melihat Tuan Wira membawa koper.


Sayangnya Isyana tidak melihat jelas di sana ada apa saja. Itu ternyata tempat Tuan Wira menyimpan uang hasil hadiah dari Tuan James.


Setelah menaruh uang itu, Tuan Wira dan kedua anak buahnya pergi. Hal yang membuat Isyana terperangah lagi, Tuan Wira tidak masuk menemui istrinya atau putranya, tapi ke luar dan meninggalkan rumah Lana.


“Mas Binar?” gumam Isyana.


Isyana pun cepat menyalakan ponselnya dan menelpon Binar.


“Ya... Sayang!” jawab Binar cepat.


“Om Wira dan anak buahnya hendak keluar, Mas dimana? Cepat pergi!” tutur Isyana gugup memberitahu.


“Aku di depan gerbang. Ok! Aku pergi. kamu cepat keluar, aku sudah siapkan tangga. Nanti aku tangkap. Hati- hati ya!” jawab Binar.


"Oke!" jawab Isyana.


Isyana kemudian segera memutus komunikasinya, menata nafasnya dan kembali bersiap keluar.


Di saat dia berjalan dia kembali menarik langkahnya.


“Oh... Tuhaan, dia menyadari aku pergi. Tolong aku, bagaimana ini?” gumam Isyana gemetaran memilin jarinya.


Lana terdengar memanggil Isyana.


Jika dulu, Isyana takut karena Isyana menyadari sebagai perempuan, kata Bu Wira dan Nenek, surganya, fitrahnya kodratnya patuh pada suami. Ketakutan Isyana dulu, cenderung takut akan dosa.


Isyana yang masiu lugu patuh dan justru berharap dan berjuang mengambil hati Lana. Isyana bertekad berusaha mencintai Lana.


Hingga tiba Isyana berani berontak saat ayahnya telah meninggal. Lukanya saat itu memberinya kekuatan, terlebih diberi dukungan Bu Wira lagi. Apalagi saat itu Lana menunjukan ketertarikan padanya.


Akan tetapi sekarang meski Lana sudah baik, tapi ketakutan Isyana malah kembali berkali- kali lipat. Bukan karena takut dosa lagi, atau ingin cinta Lana. Tapi Isyana takut setelah tahu betapa mengerikanya jatidiri keluarga mertuanya itu. Isyana takut Lana menyakiti anaknya.


Itu sebabnya Isyana nekad melakukan semua ini berama Binar.


****


Lana masuk ke kamar mandi. Meski plafonya retak, sebenarnya Binar sudah merapihkanya juga membersihkanya dengan menyiram air. Lana tidak begitu fokus melihat ke atas dan tidak curiga sama sekali.


Lana segera melihat ke kloset dan menyalakan air. Lana memeriksa apakah keluhan Isyana itu benar atau tidak. Lana hendak segera membereskanya.


“Semuanya normal dan lancar, kloset juga sudah bersih?” gumam Lana jadi berfikir.


Lana malah membuang air segera seperti niat awalnya.


Setelah selesai membuang air Lana ingin segera memberitahu hal bahagia yang dia temui.


“Isyana!” pekik Lana kaget.


Isyana ternyata tidak ada di kamar. Lana pun menegang.


“Kemana dia?” gumam Lana jadi sekarang curiga.


Lana pun keluar mencari Isyana dan menyalakan semua lampunya. Lana ke dapur mengira Isyana mengambil air. Tapi tidak ada bekas kedatangan Isyana. Semua keadaan dapur rapih.


Lana semakin panik dan emosinya naik.


“Apa dia menyembunyikan sesuatu dariku? Apa dia mau kabur?” gumam Lana terus mencari Isyana.


“Isyana...!” panggil Lana. “Isyana...!!” panggil Lana lebih keras dan membuat art mereka bangun.


“Tuan!” sapa ART Lana.


“Apa kalian lihat Isyana?” tanya Lana.


“Tidak!” jawab ART.


“Cari Isyana!” perintah Lana cepat.


Lana berjalan ke arah keluar rumah, semua terkunci.


Saat Lana hendak berbalik, Tuan Wira menelpon.


“Ada apa Pah?” tanya Lana.


“Apa Ibumu jadi membawa perempuan yang mengandung keturunanku?” tanya Tuan Wira.


“Ya... Isyana di rumah, ada apa Pah?” tanya Lana.


“Aku lihat mobil Binar! Di pertigaan!” jawab Tuan Wira meski tidak papasan ternyata sudah melihat mobbil Binar melaju menghindari Tuan Wira


“Binar? Papah habis dari rumah?” tanya Lana jadi tambah curiga. Lana tidaj tahu kalau papahnya baru ke rumahnya.


“Periksa semua cctv, dan pastikan perempuan itu aman!” titah Tuan Wira cepat.


"Ya. Pah!"


Tuan Wira juga khawatir, Binar tahu pertemuan dirinya dengan petinggi pejabat keamanan negeri dan mafia kelass kakap seperti James. Jamee warga negara asing yang sudah lama berbisnis barang terlarang.


Dan untuk beberapa hal besar, meski Lana tahu ayahnya bersahabat dengan siapa saja. Tapi Tuan Wira memang tidak melibatkan Lana.


Lana pun mengeratkan rahangnya, kini emosinya kembali naik, apalagi tadi sore tidak jadi minum obatnya.


“Isyana...!!! Jadi kamu membohongiku? Apa yang kamu sembunyikan dariku!” gumam Lana matanya kembali merah penuh amarah.


“Cari Isyana! Kunci pagar!” teriak Lana keras menggemparkan rumah di malam menjelang pagi itu.


Lana berjalan cepat ke kamar mandi, memeriksa kejanggalan yang ada. Ternyata embernya berada di pojok ada di posisi terbalik bekas Binar tadi manjat.


“Apa Isyana akan kabur lewat jendela ini? Atau Binar ke sini?” gumam Lana emosinya mendidih.


Lana masih tidak sampai pikiranya kalau Binar dan Isyana sudah berhasil bertemu dan bermesra di kamar mandi.


Lana langsung berjalan cepat dan menyalakan semua lampu di sekeliling rumahnya. Meski masih jam 3 pagian, semua penghuni rumah Lana pun bangun.

“Ada apa sih?” gumam Bu Wira mengerjapkan matanya. Ikut keluar.


****


Isyana yang mendengar teriakan Lana berjalan cepat dan gugup. Isyana berhasil lompat dari jendela.


“Aaaak!” pekik Isyana menahan sakit di pinggangnya saat berhasil mendarat dari jendela.


Isyana melompat dari jendela kecil ukuran 1 x 0,5 setinggi 1 meter.


“Maafkan ibun, Nak! Bertahanlah!” gumam Isyana berkeringat dingin mengelus perutnya yang sedikit terasa kontraksi.


Saat Isyaan memaksa dirinya keluar dari jendela yang sempit perutnya sedikit tetekan dan terasa sakit.


Isyana pun mengendap keluar sambil memegang perutnya.


Saat Isyana berjalan dari arah tembok melewati halaman paving rumah samping Lana, semua lampu menyala.


Isyana semakin panik.


“Hahhh bagaimana ini?” gumam Isyana panik dan segera bersembunyi di balik tanaman hias di rumah Lana.


“Lana membangunkan pekerjanya. Bagaimana ini? Aku segera keluar! Mau tidak mau aku memang harus naik ke tangga itu!” batin Isyana melihat tangga yang sudah Binar siapkan menempel di pagar.


Isyana kemudian menelpon Binar untuk menjemputnya di bawah tembok. Tidak peduli apapun yang terjadi Isyana nekad manjat ke tangga.


Di saat yang bersamaan, baru sekitar dua langkah, Lana keluar dan melihatnya.


“Isyana!” teriak Lana sangat marah.


“Hah...,” teriak Isyana semakin naik.


Sayangnya karena gemataran, langkah Isyana lelet dan langkah Binar berlari lebih ceoat Lana.


“Haah haha,” Lana tersenyum kecut dengan mata tajamnya. “Kamu mau kabur? membohongiku dan mengelabuhiku? Apa salahku Isyana. Aku mencintaimu. Aku tidak menyakitimu. Kenapa kamu menyakitiku begini?” tanya Lana.


Isyna tidak menjawab dan berusaha memanjat pagar.


“Apa kamu menghianatiku dan mau pergi bersama pacarmu itu?” tanya Lana lagi.


Isyana masih terus memegang tangga dan tidak menggubris omongan Lana.


“Turun! Kamu tidak bisa pergi dariku! Mana pacarmu! Hadapi aku sekarang kalau berani, jaaalaang!!” teriak Lana kumat emosinya dan kembali meneriaki Isyana.


Isyana menangis ketakutan di atas tangga, dan menggelengkan kepalanya.


“Tidak, kamu mengerikan! Aku harus pergi! Yang kamu punya bukan cinta. Kamu gilaa. Kamu ambisi. Kalau memang cinta kenapa kamu menyakitiku selama ini? Bahkan kamu tidak pernah mendengarkanku!" ucap Isyana gugup dan berderai air mata.


Lana tidak peduli menyusul Isyana naik ke tangga.


“Jangan...! Maaaas Binar! Tolong aku!” teriak Isyana ketakutan. Isyana sudah mentok akhirnya memanggil Binar.


Lana semakin marah mendengarnya.


“Jadi benar dia datang ke sini? Kurang ajjjar?” tanya Lana lagi.


“Haaahh... haaaahhhh....,” Isyana bernafas cepat, tidak menjawab dan terus memanjat kini dia bersandar di atas pagar.


Isyana berusaha mencari Binar di bawah sana.


Sementara Lana sudah di bawahnya dan menatapnya dengan tawa sinis.


“Kamu milikku dan kamu tidak bisa pergi dariku Isyana. Kamu pikir kamu bisa lompat? Kamu pilih, aku seret kamu dan kita jatuh bersama atau kau mengikutiku dan turun dengan pelan?” tanya Lana.


“Kita sudah bercerai Mas. Kamu yang menceraikan aku, kamu yang membuangku. Kamu yang membuatku pergi. Tolong bukakan pintu pagar dan biarkan aku pergi!” lirih Isyana gemetaran menangis sambil melirik ke bawah berharap Binar segera datang.


“Jika aku tidak bisa memilikimu lagi, maka orang lain juga tidak bisa memilikimu! Turun atau kuseret kamu!” ucap Lana lagi mengancam


“Kamu sinting, Mas!” jawab Isyana berpegangan pada pagar dengan erat.


“Cepat turun atau kutarik kakimu!” ucap Lana mengancam lagi.


“Biarkan aku pergi atau kuinjak kamu mas!” jawab Isyana mambalas.


“Kamu berani melawanku?” bentak Lana.


“Aku hamil anakmu, Mas, tolong jangan sakiti aku, ijinkan aku hidup tenang jangan ganggu aku!” jawab Isyana lagi setengah berteriak.


“Aku tidak pernah mengganggumu, aku ingin kamu kembali padaku!” jawab Lana.


“Sadar Mas, itu tidak mungkin dan tidak akan! Aku tidak mau!” jawab Isyana.


“Cih!” Lana meludah kesal. ”Aku tidak peduli!” teriak Lana sampai Isyana kaget. Lana meraih kaki Isyana.


Isyana semakin gemetaran ingin rasanya langsung lompat ke bawah, tapi Isyana takut kenapa- kenapa dengan bayinya dan menunggu Binar datang.


Dan benar saja.


“Isyanaaa...,” terdengar dua panggilan.


Satu dari arah dalam, di balkon lantai dua, Bu Wira. Satu dari arah luar Binar datang.


Lana yang mendengarnya semakin geram.


“Kalian janjian ternyata? Jadi kamu sudah menjadi jallangnyaa??” tanya Lana dengan tatapan menyeringai sangat kesal.


Isyana tidak peduli ke Lana dan teriak ke Binar.


"Ih.. lepas!" ucap Isyana mengerakan kakinya.


“Mas tolong aku bagaimana caranya aku turun?” taanya Isyana berteriak ke Binar yang mobilnua sudah kembali.


Binar keluar dari mobilnya dan memarkirkan mobilnya mepet tembok. Binar hendak menggelar mantol mobilnya yang ada di atas kap mobil, lalu Binar naik dan menangkap Isyana.


Sayangnya di saat yang sama Lana sungguhan nekad menarik kaki Isyana lebih kencang.


“Turun kamu!” teriak Lana.


“Aaak, iiih, minggir kamu Lana sinting!” teriak Isyana reflek langsung pegangan pagar dan hampir terjatuh. Isyana pun berusaha menendang tangan Lana.


“Kamu tidak boleh pergi!” cengkeram Lana.


“Aku hamil anakmu, Mas, aku bisa jatuh dan membahayakan bayimu. Biarkan aku pergi! Ihhh!” lawan Isyana menggerakan kakinya dan tanganya masih bertahan pegangan pada tembok pagar.


“Turun! Kamu tidak boleh pergi!” teriak Lana.


“Raih tanganku, cepat! Tendang saja dia!” teriak Binar. Di balik tembok Binar sudah berdiri sejajar dengan tembok, Binar kan tingginya 180an cm.


Isyana mengikuti mau Binar, tanganya nekat meraih tangan Binar.


Dan Lana juga masih nekat menarik kaki Isyana.


Isyana tidak mulus jatuh ke Binar. Akan tetapi perutnya justru tertahan dan tertekan di tembok pagar.


“Lepas Mas Lana biarkan aku pergi!” rintih Isyana mulai merasakan sakit kakinya dia hentakan menendang Lana.


“Turun kamu!” tarik Lana.


Binar dan Isyana pun berusaha menarik ke luar.


“Aaaakh..,” tiba- tiba Isyana merasakan sakit dan keluar cairan dari kakinya.


“Haaah!” Lana yang melihatnya jadi syok dan melepaskan peganganya spontan.


Begitu Lana melepaskan peganganya, Isyana terperosok jatuh ke peluka Binar di atas mobil.


“Maaas... perutku... sakit!” lirih Isyana memegang perutnya, raut wajahnya menyeringai menahan sakit yang datang tiba- tiba.


“Isyana...! Kamu baik- baik saja?” panggil Binar panik.


Binar pun segera, membaringkan Isyana di atas mobil sebentar, lalu segera turun dan meminta Isyana mengikutinya.


“Perutku sakit Mas!” lirih Isyana menitikan air mata.


Binar panik dan melihat kaki Isyana keluar darah.


“Maafkan kecerobohanku Isyana... Ya Tuhan. Maafkan aku. Ayo cepat ke rumah sakit!” tutur panik. Binar segera membawa Isyana ke mobil.


Saat mobil Binar menyala hendak melaju, pagar rumah Lana terbuka.


Tidak peduli mobil Lana, mobil Binar melaju kencang, mereka pun berkejaran beriringan menuju ke rumah sakit.

****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 178"