Istri yang terabaikan Bab 176

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


176 Tunggu di luar


Isyana memejamkan matanya, mengerjapkanya seketika dan membukanya perlahan.


Masih sulit Isyana cerna, kok bisa, Binar dari kota B tiba- tiba ada di kamat mandi, di dini hari begini. Dia tidak sedang bermimpi kan?


Masih berdiri di tempaatnya, Isyana menelan ludahya dan membulatkan matanya dengan nafas yang memburu.


Isyana sadar dan waras, nyata. Kaki Binar tidak mengambang, telapak kaki yang kotor, jempol ibu jari besar Binat yang terlihat sobek dan ada sedikit darahnya tertangkap dalam pandangan Isyana.


“Gelooo....,” satu kata lolos dari mulut Isyana.


Iya, untuk Isyana tindakan Binar ini tidak masuk di akal Isyana, tidak bisa Isyana cerna. Bagaimana bisa? Untuk apa? Manfaatnya apa? Bagaimana caranya? Ngapain? Berlebihan dan pokoknya Isyana hanya bisa menelan ludahnya.


“Sayaang...,” panggil Binar mendekat.


“Maaas... ngapain?” pekik Isyana berbisik dan melotot, bukanya senang tapi Isyana malah geram.


“Ngapain, gimana? Kok kamu marah dan nggak seneng ketemu aku?” tanya Binar kecewa.


Binar kan berharap Isyana memujinya, memeluknya atau mengakui kalau Binar itu keren.


“Ck... bener- bener ya? Kamu itu gila tahu nggak sih Mas?” ucap Isyana lagi bicara pelan tapi sambil menahan geram.


“Gila gimana? Kamu nggak suka aku ke sini? Kamu nggak suka aku ganggu kebersamaanmu dengan mantan suamimu itu?” jawab Binar malah ngambek.


“Aiiihh... bukan gitu? Siapa juga yang suka bareng dia. Tapi mas itu konyol, ngapain masuk lewat atas begini?” tanya Isyana lagi.


“Ngapain gimana? Aku kangen sama kamu, aku khawatir sama kamu!” jawab Binar santai, bahkan Binar menjawabnya dengan suara tanpa dipelankan seperti Isyana.


“Sssstttt jangan keras- keras!” tegur Isyana dengan mengangkat satu telunjuknya ke Bibir Isyana sendiri.


Isyana sangat khawatir, bagaimana kalau sampai ada yang lihat Binar ada di situ, bagaimana kalau Lana tahu. Lebih dari itu, Binar terlalu nekad, kalau jatuh gimana? Kalau plafonnya jebol gimana?


“Apa sih? Nggak usah panik. Dia tidur, Sayang. Pulanglah denganku, tidurlah denganku!” ucap Binar lagi dengan tanpa dosa mengajak Isyana pulang dan tidur denganya. Yentu saja, Isyana langsung mendelik, geram.


Walau Isyana bukan perempuan berhijab dan tidak begitu memperdalam ilmu agama, tapi kan Isyana perempuan yang masih takut akan Tuhan dan tahu norma.


“Iiiihh...,” keluh Isyana maju karena tidak sabar langsung membungkam mulut Binar dengan tangan imutnya.


“Mas itu apa- apaan? Keluar- keluar? Gimana caranya aku keluar? Nekad banget sih? Kenapa ke sini? Anak buah Lana banyak, bahaya!” tanya Isyana dengan berbisik geram.


Binar yang mulutnya di bekap tangan mungil Isyana malah berdiri gagah dan ssntai, pasrah menikmati bekapan Isyana dan malah menatap Isyana yang di bawahnya penuh dengan cinta.


Apalagi kan Isyana jadi mendekat ke Binar.


Isyana yang bertanya tapi tidak dijawab dan serasa dikerjain jadi salah tingkah.


“Ehm...,” dehem Isyana menarik tanganya, dan gelagapan.


“Kamu khawatir sama aku?” tanya Binar.


“Nggak usah bercanda, ini bahaya! Kok bisa sih? Gimana kalau Mas Lana tahu? Kalau jatuh gimana?” tanya Isyana lagi dengan tatapan panik bercampur gemash.


Isyana berasa selalu diuji kesabaranya kalau sama Binar. Bukan diuji kesabaran dengan menangis tapi diuji untuk menahan hasarat menonjok.


Binar mslah tersenyum.


“Aku nggak bercanda, Sayang. Ayo keluar dan pulang bersamaku! Aku bisa mati berdiri membayangkan kamu terus bersama psikopat itu. Jangan siksa aku," ucap Binar lagi kali ini sungguh- sungguh.


Isyana melongo mendengar kata Binar.


"Woooh!"


Isyana mengerti dan setuju, dia juga tidak suka lama- lama bersama Lana. Tapi kan yang nyuruh Binar sendiri, terus siapa yang nyiksa Binar dan masa iya harus sekarang, dengan cara naik ke plafon. Isyana kan hamil.


“Maaas, kamu sadar nggak sih dengan apa yang kamu bilang?” tanya Isyana.


“Sadarlah!”


“Ya, gimana caranya aku keluar sekarang? Siapa juga yang nyiksa kamu, kan Mas sendii yang minta aku ke sini?” jawab Isyana ngeles.


“Kok malah berdebat sih. Udah ayok ikut aku, aku sudah siapkan tangga!” jawab Binar lagi ajakin Isyana naik.


Isyana semakin geram, Binar nggak lihat Isyana hamil.


“Mas aku tuh hamil, lihatlah perutku! Bagaimana caranya aku keluar, Mas? Mas juga kok bisa sih sampai menyusup ke plafon gini? Lihatlah kaki dan tanganmu terluka begini? Aku belum ke gudang itu juga!” tanya Isyana berulang kali masih nggak bisa dimasukin ke nalarnya.


Ya siku tangan Binar dan telapak kaki Binar terluka, mungkin kegores kayu atau genteng atau plafon. Sebab pintu plafon tempat Binar turun juga cecel.


"Kamu betah di sini?"


"Ya nggak. Tapi kan masa kita gagal di tengah- tengah, tuntaskan. Pergi juga dengan cara cantik dong!"


“Mas udah dapatkan hal yang lebih penting dari sekedar foto gudang itu, sekarang waktunya kamu pulang!” jawab Binar lagi.


“Gimana caranya? Aku nggak bisa kalau harus lewat atap plafon kaya kamu, aku hamil Mas!” jawab Isyana kesal dengan wajah marahnya.


Kalau diikutin rasanya ide Binar konyol. Isyana jadi ragu kalau Binar lebih waras dengan Lana, jangan- jangan keduanya sama hanya gejalanya yang beda.


Binar menghela nafasnya, harapan indah dapat pelukan dan pujian malah berakhir dicemberuti dan dipelototi. Tapi benar juga, hal yang menurutnya mudah, tapi sulit dan bahaya untuk Isyana.


“Oke... gini aja! Dia kan tidur, Sayang. Kita keluar lewat jendela samping kamarmu!” ucap Binar memeberitahu di depan bed Isyana memang ada jendela panjang.


“Ada tralisnya, nggak bisa dilewatin!” jawab Isyana, ternyata itu bukan solusi.


Binar berfikir lagi.


“Ya udah lewat pintu biasa, kan semua orang udah tidur! Berjalanlah dengan pelan,” jawab Binar lagi.


Isyana diam dan menelan ludahnya berfikir.


“Kalau ada yang bangun?” tanya Isyana meminta pertimbangan.


“Jangan kalau- kalau, ayo bergerak, tinggal alasan kan bisa, kita coba aja!” ajak Binar kali ini mantap, rencannya tak berbahaya.


“Oke!” jawab Isyana setuju.


Tidak peduli, genteng masih terbuka, tangga besi masih menempel di tembok dan plafon Lana cecel, Binar yang penting udah ketemu Isyana dan bukti kriminal kejahatan Tuan Priangga ada di tangan. Binar mau ajak Isyana pulang dengan mengendap lewat pintu depan.

“Siiip, i love you!” ucap Binar tersenyum senanng, membungkukan kepalanya sedikit dan berbisik di telinga Isyana.


“Issshhh...,” desis Isyana menghindar dengan tersipu. Rasanya geli- gelis bergetar.


Binar kemudian meraih tangan Isyana dan menuntun berjalan menuju ke pintu kamar mandi.


Akan tetapi saat sudah sampai di depan pintu, baru Isyana mau memutar gagang pintunya, suara Lana mengetuk pintu kamar mandi terdengar.


“Isyana... apa kamu di dalam?” tanya Lana.


“Hoooh!” Isyana langsung gugup, terhenti dan mendongak ke wajah Binar dengan tatapan tanda tanya, “Kita harus bagaimana?” tanya Isyana dengan kode.


Binar bukan panik, malah menarik pinggang Isyana merapat ke tubuhnya dan memastikan pintu terkunci.


“Maas,” pekik Isyana pelan dan gelagapan menurunkan tangan Binar menolak.


Isyana merasakan ada benturan benda keras di bagian perut bawahnya karena Binar menarik dalam pelukanya.


“Santai saja! Tetap seperti ini!” ucap Binar berbisik dengan tatapan aura laki- lakinya keluar. Iya, Binar kesal sekali kalau ada Lana. Jadi kumat nekanya


“Maas tapi... jangan begini, dia bangun, kita harus bagaimana?” tanya Isyana berbisik, tanganya terus berusaha melonggarkan tangan Binar yang mengungkungnya.


Perut Isyana kan juga sedikit menonjol, sesak juga kalau dipeluk, kasian bayinya. Binar kan tinggi sementara Isyana hanya berkisar 153an, jadi tidak sejajar.


Akan tetapi Binar malah lebih kuat dan tidak menjawab. Sementara Lana kembali mengetuk pintunnya.


“Isyana... apa kamu baik- baik saja? Kamu di dalam kan?” tanya Lana lagi.


Isyana merasa percuma melawan Binar, meskipun tubuhnya mendadak jadi panas dingin karena benturan benda keras yang dia temui, Isyana biarkan, karena lambat laun berubah rasa nikmat dan hangat. Isyana lebih memilih menjawab Lana.


“Iya... aku di dalam...!” jawab Isyana setengah berteriak dan seperti menahan rasa yang Binar beri.


“Kok lama? Kamu baik- baik saja kan? Kamu bicara dengan siapa?” tanya Lana ternyata meski samar dengar suara Isyana berbincang.


Binar malah tersenyum menatap Isyana dan mengeratkan pelukanya.


Isyana menghela nafasnya kesal, tanganya masih berusaha mencekal, tapi harus selamat dulu yang penting, jadi tak menatap Binar.


“Aku sering sembelit, sejak hamil. Aku baik- baik saja, aku tadi sedikit bernyanyi!” jawab Isyana alasan.


Semakin Isyana menjawab Lana, Binar semakin nekat dan membungkukan kepalanya. Binar kesal sekali maunya Isyana hanya bicara padanya. Binar pun ingin melahap bibir Isyana.


Isyana yang tahu apa yang hendak Binar lakukan langsung menutup mulutnya sendiri.


Binar langsung mendengus kecewa.


“Ck...,” decak Binar mengaangkat kepalanya lagi. "Aku ditolak?" tanya Binar kecewa.


“Kita belum menikah, Mas! Aku hamil, bersabarlah!” bisik Isyana membuka mulutnya lagi.


“Nggak apa- apa kan hanya bibir!” ucap Binar masih nekat dan menundukan mukanya lagi.


“Ssssshhh...,” Isyana jadi habis kesabaranya. Dengan cepat Isyana menangkup Bibir Binar agar tak sampai ke bibirnya dan biar mencium tanganya.


"Mas jangan begini!" tegur Isyana kesal. Isyana rasanya campur aduk Tidak bisa dijelaskan. Tidak dipungikir sentuhan Binar membawa jutaan kupu- kupa yang membuat Isyana merinding. Padahal Isyana sedang panik, tapi Binar begitu santaina membuat Isyana jadi nano- nano.


Binar juga malah semakin nakal, tak dapat bibir, menyentuh bagian lain.


Isyana pun terus berusaha menghempaskan tangan Binar walau percuma. Binar dikuasai emosi cemburu dan cahwat yang sekian lama terpendam, dan Isyana mulai sadar itu.


Meski rasanya sudah bergetar dan panas dingin, tapi Isyana sadar.


“Jaga tanganmu Mas. Aku marah dan benci kamu kalau begini. Mau bibir atau apapun, itu dosa! Bersabarlah!" lerai Isyana terus mencegah.


"Sekali aja!" ucap Binar tanganya mengarah ke kedua buookong Isyana.


"Nggak! Cepat keluar!” ucap Isyana berusaha mencekal tangan Binar.


"Aku ingin kamu, sebentar aja. Aku nggak rela Lana yang dekat- dekat kamu! Apalgi dia menyentuhmu. Kamu punyaku sekarang," racau Binar lagi.


"Mas! Sadar!" pekik Isyana kali ini emosinya memuncak. Kalau tangan Binar lebih kuat, Isyana nekat memukul benda keras di pangkal paha Binar dengan kepalan tangan menonjok.


"Iiih! Nakal!" geram Isyana tahu titik lemah Binar.


"Aaak, kamu!" pekik Binar melotot tidak menyangka reflek melindunginya. Tadi kan Binar dari rumah sedang santai jadi pakai pakaianya juga casual.


Isyana jadi gelagapan malu.


"Jangan dipukul. Dipegang yang lembut. Aku buka ya!" jawab Binar malah tambah gelo.


Isyana jadi melotot


"Aku tendang, aku injek lho! Kalau masih ngawur!" jawab Isyana malah melotot berani.


Binar mendadak berhenti dan reflek menutupinya dengan kedua tanganya.


"Ya.. jangan!" jawab Binar.


"Aku akan keluar agar Mas Lana tidak curiga. Cepat keluar, aku akan menyusul!" ucap Isyana serius.


Binar pun meredam gejolak anakondanya.


“Oke. Benar kamu cepat keluar ya! Aku tunggu di depan gerbang!” bisik Binar.


“Ya!” jawab Isyana serius.


Isyana kemudian meninggalkan Binar yang dia suruh geser di balik pintu. Isyana keluar kamar mandi dan menutupnya lagi.


posisinya hampir seperti ini tapi perut Isyana masih lebih kecil. Binar juga lebih kuat. Buahahaha.

****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 176"