Istri yang terabaikan Bab 95

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


95. Di depan Gerbang


Entah apa yang Tuan Aksa ketik dan rangkai, lalu jadinya seperti apa yang dia kirim. Yang pasti Tuan Aksa tampak tersenyum dan bersemangat, kemudian menanyakan masalah pekerjaanya pada Saka. 


Padahal harusnya kan Tuan Aksa marah kecewa atau sedih kehilangan satu klien.


Dalam hal berbisnis dan menjalankan kewajibanya, setiap orang memang mempunyai karakter masing- masing. Jika Lana sangat keras, ambisi dan mempunyai target yang tinggi, Tuan Aksa cenderung santai. 


Terbukti, saat Tuan Aksa dengan kesadaran dan lapang, memilih melepas kursi jabatan tertinggi di kantor pusat demi mengurus istrinya yang sakit.


Padahal, kalau Tuan Aksa mau, Tuan Aksa berupaya mempertahankan posisinya dan merayu ayahnya. 


Akan tetapi Tuan Aksa dengan senang hati memilih perusahaan kecil dan cabang di kota yang relatif kecil.


Mungkin karena Tuan Aksa tidak pernah merasakan jatuh dan sudah dari dalam kandungan ditakdirkan menjadi Putra Mahkota. Jadi target yang Tuan Aksa berbeda. 


Meski begitu, dalam hal tanggung jawab, cara main dan pengambilan konsekuensi, Tuan Aksa sangat bisa diandalkan. Tuan Aksa berani berbuat berani menanggung resiko. 


“Meski label kita sama- sama Suntech, tapi di perusahaan ini kita punya nama sendiri dan brand sendiri, aku kurang suka propisan ini! Buat produk yang berbeda dari produk kita yang sebelumnya,” ucap Tuan Aksa memutar laptopnya dan menunjukan ke Saka. 


Saka mengajukan beberpa proposal rencana peluncuran prodak terbaru mereka dari beberapa pekerja andalan mereka.


“Jadi, Tuan tidak setuju dengan ini?” 


“Bukan tidak setuju, ini kan hampir sama dengan pekerjaan kita di Suntech 1. Klien kita pasti akan lebih memilih dari sana jika kita juga tidak berkembang” jawab Tuan Aksa lagi. 


“Ya Tuan,” 


“Panggil mereka, kita meeting secepatnya!” ucap Tuan Aksa. 


“Sekarang?” tanya Saka melotot.


Tuan Aksa tidak menjawab, memeriksa jam tanganya, melihat ponselnya  dan memencetnya. 


“Kenapa belum dibaca sih?” gumam Tuan Aksa lirih. Bukanya menjawab pertanyaan Saka, Tuan Aksa malah terlihat mendengus kesal dan bergumam. 


“Tuan?” panggil Saka lagi. “Apa meetingnya kita lakukan sekarang?” tanya Saka mengulangi. 


“Cerewet kamu, diam!” jawab Tuan Aksa malah membentak dan mengatai Saka. 


“Gleg!” Saka menelan ludahnya menahan kesal.


Baru kali ini, Tuan Aksa yang biasa dingin, tegas dan tenang. Menjadi sosok pimpinan idola yang bicara teratur dan mantap memilih langkah, jadi tidak jelas. 


Tidak masalah sih, rencana kerja anak buahnya ditolak demi perbaikan. Tapi katanya disuruh meeting secepatnya ditanya kapan malah ngomong sendiri. Saka kan bingung mau siapin atau tidak. Padahal Saka sudah memegang agenda Aksa selanjutnya. 


Tuan Aksa kembali menatap ponselnya seperti gelisah, sekarang sudah pukul 10.45. Rapat untuk membahas malah perencanaan itu jelas butuh waktu lama. 


“Meetingnya tunda besok,” ucap Tuan Aksa kemudian. 


“Ya Tuan!” jawab Saka lega. 


“Okeh..,” jawab Tuan Aksa menghela nafas malah menutup laptopnya.


Saka melotot bingung lagi. 


“Kenapa? Balik ke ruanganmu!” tanya Tuan Aksa tersinggung dan memerintah melihat Saka tetap duduk di depanya. 


“Maaf Tuan. 30 menit lagi, jadwal anda memeriksa bahan baku kita yang baru sampai. Anda juga ada undangan makan siang bersama Ibu Amanda,” ucap Saka memperingatkan, jangan sampai Tuan Aksa melewatkan lagi.


“Ehm...,” Tuan Aksa bedehem dan melonggarkan dasinya mendengar jadwal kerjanya. Tuan Aksa tampak sedikit berfikir dan bingung. 


“Kamu saja yang berangkat, pastikan semua barang baku yang datang sesuai yang kita pesan!” jawab Tuan Aksa lagi.


“Baik Tuan,” jawab Saka patuh.


Akan tetapi dalam hati membatin, biasanya Tuan Aksa rajin memeriksa dan memastikan sendiri. Ada apa ini?


“Ya sudah sana pergi!” ucap Tuan Aksa lagi. 


“Untuk makan siangnya bagaimana Tuan?” tanya Saka lagi. 


“Kan aku udah bilang, kamu aja yang berangkat. Saya ada urusan!” jawab Tuan Aksa malah terlihat mengambil jasnya. 


“Gleg,” Saka menelan ludahnya lagi.


Tuan Aksa seperti sosok yang berbeda.


“Sudah jangan bengong, aku mau pergi!” jawab Tuan Aksa bangun dan mengusir Saka.


“Baik, Tuan!” jawab Saka patuh dan bangun.


Aksa malah berjalan lebih dulu meninggalkan ruanganya.


“Tuan Binar kenapa sih? Apa ditinggal istri begitu parahnya? Hooh, apa aku lapor ke ketua? Kalau Pak Binar sekarang bersikap aneh?” gumam Saka. 


“Ah biarkan sajalah daripada salah, makan siang bersama Bu Amanda... lumayanlah,” 


Saka kemudian tidak mau ambil pusing atas tingkah aneh bosnya dan memilih berlenggang menuju ke tempat meeting.


Bu Amanda adalah rekan bisnis Tuan Aksa dari perusahaan yang menyuplai bahan mentah produksi di semua perusahaan Suntech.


Putri perusahaan yang sebanding dengan Suntech Kingdom


Bu Amanda dulu teman kuliah Bu Tiara. Akan tetapi mereka berbeda jalan meniti karir.


Entah karena terlalu fokus mengurus pekerjaan atau ada masalah hati. Sampai sekarang bu Amanda belum menikah. Padahal anak Bu Tiara sudah 4 tahun. 


Sebelumnya Bu Amanda jarang mau bertemu dengan orang untuk makan siang. Sejak tahu Bu Tiara sakit keras, alih- alih membahas bisnis, Bu Tiara sering ajak Tuan Aksa bertemu, meski dari mereka selalu membawa bawahan masing- masing. 


Di kesempatan itu juga, Bu Amanda sesekali menanyakan kabar Bu Tiara dan terkesan menghibur. Akan tetapi Tuan Aksa hanya menanggapinya dengan sikap profesional dan menghargai Bu Amanda sebagai teman Bu Tiara.


Anehnya Bu Amanda hanya tanya saja mengirimkan pesan dan parcel, tapi tak pernah jenguk Bu Tiara langsung. 


Sebenarnya saat di pemakaman kemarin, Bu Amanda datang, bukan cuma sekali tapi dua kali.


Pertama malam hari begitu dengar jenazah Bu Tiara dibawa pulang Bu Amanda pulang kerja langsung cuss.


Sayangnya sesampainya di rumah Tuan Aksa, Tuan Aksa tidak tampak, karena katanya istirahat, ya istirahat bersama Isyana. Istirahat dalam dekapan hangat dua orang yang sama- sama kesepian itu di kamar Putri.


Pagi harinya datang lagi, tapi tak berrtemu dengan Tuan Aksa lagi, karena pagi itu Tuan Aksa hampir ambruk di dapur, bersama Isyana lagi pula.


Bu Amanda pun hanya memberikan karangan bunga dan ucapan belasungkawa, tentunya berjejer dengan para pelayat lain, yang pasti hanya diabsen anak buah Tuan Aksa tanpa ada kesan yang mendalam. 


Di kesempatan kerja sama ini, Bu Amanda ingin menemui Tuan Aksa, maka mengundang makan siang. Bahkan Bu Amanda sudah dandan secantik mungkin, merangkai kata ucapan belasungkawa dan simpati secara langsung pada Tuan Aksa. Sebagai ujud simpatinya sebagai teman dekat secara pribadi.


Sayangnya Tuan Aksa justru melaju cepat meninggalkan Saka. Bahkan Tuan Aksa siang ini menolak sopirnya, mengendarai mobilnya sendiri. Tentu saja supir Tuan Aksa bahagia.Kerjanya pulang pagi.


“Apa dia hanya mau membalas kalau Putri yang bicara?” gumam Tuan Aksa memukul- mukul setirnya dengan gelisah.


Hampir tiap menit dia lirik ponselnya tak kunjung ada balasan pesan. 


Tuan Saka kini berada di depan sekolah Putri, menjadi ayah siaga. Padahal biasanya Mbak Nik dan Pak Sandi yang jeput. Kalau ad Bu Dini, Bu Dini dan Pak  Sandi.


Tuan Aksa parkir, menempati parkiran yang biasa di tempati para ibu- ibu yang menunggu anaknya. Siang itu mobil Tuan Aksa satu- satunya yang sudah terparkir, karena jam pulang masih satu jam lagi. Entahlah, Tuan Aksa sangat bersemangat. 


“Apa saking sibuknya? Kenapa sampai tidak membalas pesanku? Apa dia tidak segan terhadapku? Apa dia sangat benci padaku sampai tak mau bicara denganku? Haishh... biar saja Putri yang menelponya, dia pasti akan membalasnya. Oke... ini demi kamu Putriku Sayang... Daddy lakukan ini untuk kamu! Cepatlah keluar,”  gumam Tuan Aksa merasa semua yang dilakukan untuk Putri dan mengabulkan mau Putri. 


Tuan Aksa pun pandanganya lurus ke depan gerbang gedung Paud n Tk mahal itu, menunggu putri cantiknya keluar.

***** 


Di kampus. 


90 menit berlalu. Beberapa mahasiswa sudah menyelesaikan jawaban beberapa pertanyaan, menelitinya dengan benar atau bahkan ada yang sudah sangat pusing, lalu keluar meninggalkan ruang ujian. 


Akan tetapi satu- satunya mahasiswi yang perutnya buncit masih tenang membaca soal- dan mencocokan jawaban dengan tenang. Isyana tidak mau menyesal, jadi dia memanfaatkan waktu penuh untuk meneliti jawabanya. 


“Theeet,” bel berbunyi  tanda waktu habis. 


Karena Isyana mahasiwa tertua dan terakhir, seperti biasa Isyana merelakan dirinya membantu dosen mengumpulkan jawaban teman- temanya yang sengaja di letakan di atas meja. 


“Terima kasih, Isyana,” ucap Ibu Anggi dosen perempuan termuda di kampus Isyana, umurnya sudah 27 tahun. Dia juga belum menikah sehingga segan melihat Isyana.


“Sama- sama Bu!” ucap Isyana tersenyum manis hendak berjalan menuju tasnya yang di kumpulkan di pojok ruangan. 


“Isyana boleh kita ngobrol sebentar!” tutur Bu Anggi tiba- tiba. 


Isyana berhenti sejenak tersenyum dan mengangguk. 


“Ya... tentu saja,” jawab Isyana. 


Bu Anggi memasukan jawaban anak- anak ke satu map, lalu memberikan Isyana kursi untuk duduk. 


“Saya... saya kagum dengan kamu Isyana,” tutur Bu Anggi tulus. 


“Saya?” pekik Isyama tersipu. “Apa yang anda kagumkan dari saya?” tanya Isyana. 


“Kenapa kamu memutuskan nikah muda? Lalu dalam keadaan hamil begini kenapa kamu tetap kuliah?” tanya Bu Anggi. 


Isyana terdiam mengambil nafas kemudian menatap Bu Anggi. Isyana bingung mau jawab darimana?


Isyna menikah bukan pilihan, tapi perintah yang harus dipatuhi. 


Sementara hamil Isyana adalah sesuatu yang datang tanpa dia tahu dan kehendaki di saat dirinya tengah sibuk mendaftar dan mencari kuliah.


Sementara kuliah bagi Isyana adalah kesempatan, kesempatan dia masih bisa berfikir mengingat materi karena dua tahun nganggur jadi IRT, kesempatan mendapat bantuan Bu Dini, dan kesempatan waktu dia masih bisa melalui itu. Sebelum kebutuhan dirinya dan anaknya kelak lebih banyak.


Isyana bertekad akan mandiri, sebagai single parents jadi apapun peluang dan jalan untuk mandiri akan dia tempuh. Entah bagaimana takdir di depan yang penting usaha sekarang.


“Kenapa ibu tanya begitu?” tanya Isyana. 


“Pacarku ingin kita segera menikah, tapi aku takut setelah menikah nanti semua pekerjaanku harus kutinggalkan! Aku takut tidak bisa menjalankan dua peranku dalam satu waktu. Aku ingin dengar bagaimana kamu melakukanya?” tutur Bu Anggi dengan jujur. 


Isyana tersenyum, sepertinya pembahasan mereka akan panjang.


Isyana jadi semakin terulur waktunya untuk memeriksa ponselnya. Padahal di luar sana ada yang gelisah seperti cacing kepanasan menunggu balasan Isyana. 


“Saya bingung mau jawab apa, Bu? Tapi satu hal yang saya ingin katakan. Setiap orang yang hidup, Pasti akan mempunyai jalan, jatah dan ujian  serta kisah sendiri dalam menjalani hidupnya. Apa yang terjadi dengan saya, tidak bisa disamakan dengan Bu Anggi. Begitu sebaliknya. Jalan saya tidak bisa ibu jadikan patokan, karena kita berbeda,” tutur Isyana bijak. 


“Saya tahu Isyana, saya hanya ingin mendengar kisahmu?” 


“Menikah itu tentang takdir, Bu. Meski dalam takdir itu kita punya kesempatan untuk menentukan dan memilih, kadang takdir itu bisa membawa kita ke ujian lebih berat atau sebaliknya. Sekali lagi tidak bisa disamakan, ibu tanyakan pada diri sendiri dulu, kalau memang ibu siap, lakukan, diskusikan dengan pacar ibu, sebelum semua terlambat. Ibu mantapkan niat ibu, menikah harus punya tujuan dan prinsip yang harus ibu pegang agar tak menyesal. Tentang keputusan bekerja, sebaiknya ibu diskusikan dengan pacar Ibu!” tutur Isyana pelan.


“Aku tahu, tapi aku belum punya motivasi kuat untuk menikah, kalau boleh tahu, motivasi awal menikahmu apa?” tanya Bu Anggi lagi.


Isyana tersenyum lagi. 


“Sekali lagi Bu, setiap orang beda- beda. Kalau ibu bertanya pada saya, saya rasa kurang tepat,” jawab Isyana sedikit menunduk. Isyana kan gagal dalam pernikahanya. 


“Tapi aku bolegh tau prinsipmu kan? Siapa tahu cocok?” tanya Bu Anggi. 


Di saat Isyana hendak melanjutkan ceritanya, ponsel Isyana berbunyi. “Maaf, Bu Anggi, saya angkat telepon dulu ya,” pamit Isyana sopan. 


“Iya silahkah,” jawab Bu Anggi.


Isyana kemudian mengambil ponselnya, seketika mata Isyana membulat dan jantungnya mendadak berdebar. “Tuan Aksa,” batin Isyana mendadak gugup. 


Isyana bangun menjauh dari Bu Anggi. 


Di gesernya tulisan jawab. Lalu sesaat nampak di layar wajah Putri yang cantik tampak bersandar di jok mobil. 


“Haii.. Tante Bungaa...,” sapa Putri ceria. 


“Hai... Sayang.. Apa kabar hari ini? Sudah pulang sekolahnya?” tanya Isyana.  


“Sudah..., Tante sekarang dimana?” 


“Masih di kampus, kenapa?” tanya Isyana. 


Di video Putri tampak menoleh ke samping seperti memperhatikan arahan pertanyaan dari seseorang lalu menatap Isyana lagi. 


“Tante sudah selesai ujian dan kuliahnya?” tanya Putri lagi,


“Udah, ada kuliah lagi nanti sore, kenapa?” tanya Isyana lagi. 


Putri diam lagi dan menoleh ke samping lagi, Isyana jadi menelan ludahnya dan curiga, siapa yang mendikte pertanyaan Putri? Tapi Isyana tidak mau terlalu jauh berfikir dan memilih menunggu. 


Putri menoleh lagi. 


“Tante, cepat keluar ya! Putli tunggu!” ucap Putri lagi. 


“Keluar?” pekik Isyana kaget lalu menoleh ke Bu Anggi. Isyana sungkan takut Bu Anggi masih ingin ngobrol. 


“Iyaa... keluar sekarang Putri di depan gerbang!” ucap Putri lagi. 


“Hoh... di depan gerbang? Gerbang kampus?” tanya Isyana kaget setengah mati. 


“Iyah!” jawab Putri. 


Isyana gelagapan, tumben banget Putri sampai samperin Isyana.


Isyana pun menoleh ke Bu Anggi, Bu Anggi malah tersenyum dan tampak berdiri, rupanya Bu Anggi tanggap dan tahu, meski hanya dengar pekikan Isyana menyebut sudah di depan gerbang. Bu Anggi menebak Isyana dijemput seseorang. 


“Kita ngobrol lain kali, Isyana. Terima kasih waktunya ya!” tutur Bu Anggi sopan dengan lirih sambil menggerakan isyarat agar Isyana melanjutkan video call dan pamit pergi. 


Isyana mengangguk dan balik menatap telepon. 


“Tante ngomong sama siapa?” 


“Sama teman Tante, Putri benar di depan kampus Tante?” 


“Iya... cepat keluar ya...,” 


“Oke..., tante matikan dulu teleponya ya,” jawab Isyana.


Isyana pun bergegas keluar dari kelasnya dan segera menghampiri Putri. 


Entah, Isyana tidak mau menebak dengan siapa Putri datang dan mau apa. Isyana hanya tahu dirinya semalam sudah membuat Putri menangis karena tidak ikut di acara pengajian 7 harian Bu Tiara, orang yang sangat baik, memberikan banyak saweran pada Isyana dan melarisi bunganya.


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 95"