Istri yang terabaikan Bab 87

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


87. Atur Jadwal Kerja ke Kota B


Ibu kota.


Berbeda tempat berbeda pula iklimnya. Rupanya Tuhan sudah mengatur jatah setiap momenya. Jika di kota B, sudah turun hujan sedemikian derasnya, berbeda dengan cuaca dan iklim di Ibukota. Di Ibukota masih terang meski langit kelabu.


Seorang mahasiswi tampak berjalan bebas tanpa payung, menemui seseorang yang berhasil dia hubungi. Mereka janjian ke di sebuah kafe.


"Lo berani bayar berapa?" tanya seorang laki-laki yang mengaku ahli dan terampil membuat skripsi


"Asal gue bisa wisuda tahun ini berapa yang lo minta gue bayar," jawab Mika sombong dan angkuh.


Laki-laki muda dan tampan itu tersenyum dan menatap tajam ke Mika.


"Mana bahan judul dan materi lo? Uang mukanya?" tanya laki-laki itu.


Mika kemudian mengeluarkan amplop isi 2 juta. Dan beberapa materi yang dia pernah ajukan ke dosenya.


"Karena gue masih Bab 1, itu dulu!" ucap Mika.


Pria itu mengangguk.


"Besok pagi gue ada jadwal ketemu dosen. Kerjakan sekarang dan malam ini kirim ke gue!"


"Oke!" jawab pria yang bernama Yudha.


Mika kemudian bangun dan beranjak dari tempat duduknya. Mika otaknya sudah mentok dan malas, Mika mengambil jalan curang, menyuruh orang lain mengerjakan skripsinya. Bahkan hal paling sederhana dia meminta bantuan.


Jika minta olah data saja atau sekedar abstrak banyak temanya. Tapi Mika benar- benar ingin semuanya dikerjakan orang lain.


Sebenarnya bukan Mika bodoh. Dulunya Mika mahasiswa seperti pada umumnya, cerdas dan semangat. Itu sebabnya Lana jatuh cinta.


Sekarang merasa sudah menjadi istri Lana, Mika merasa tidak perlu bekerja keras lagi. Mika merasa dirinya benar- benar Nyonya. Padahal sampai detik sekarang dia belum kunjung dibawa ke KUA oleh Lana.


Padahal Bu Wira seorang pekerja sosial yang rajin dan pintar. Orang Tuan Mika juga menunggu kabar baik dari Putrinya, datang ke wisudanya dengan bangga, melihat putrinya bekerja.


Akan tetapi yang ayah Mika terima ditodong untuk mengakadkan putrinya diam-diam di malam yang mengecewakan. Ayah Mika patuh saja setelah Mika memberi sejumlah uang pada ayahnya.


****


Di kota B


"Masuklah!" ucap Tuan Aksa membukakan pintu mobil dan memayungi Isyana bak Tuan Putri.


Di kota B hujan masih deras turun mengguyur bumi.


"Maaf Tuan, apa tidak sebaiknya saya duduk di belakang? " tanya Isyana mendongak ke atas menatap Tuan Aksa.


Isyana berhenti di depan pintu mobil, masih di bawah satu payung yang sama dengan Tuan Aksa, sehingga mereka kini berhadapan dan bertatapan sangat dekat.


Entah ditatap Isyana begitu membuat pacuan jantung Tuan Aksa bertambah. Tapi dia sadar istrinya baru meninggal.Dia masih berduka kan? Rasa aneh apa itu?


Isyana sendiri akan sangat gerogi jika harus berduaan dengan Tuan Aksa untuk kesekian kalinya.


Saat Bu Tiara masih hidup, Isyana bisa meyakini semua pertolongan Tuan Aksa seperti pada saat kebakaran adalah murni menolong..


Akan tetapi sekarang, Isyana tidak mau orang salah menilai. Atau bahkan Isyana sendiri yang suudzon dan berharap.


Tapi kalau Tuan Aksa membiarkan Isyana di belakang itu juga merendahkan harga diri Tuan Aksa. Laki- laki yang lebih condong ke ego, pun tak mau itu.


"Aku bukan supirmu. Masuklah! Tidak usah banyak menawar, aku harus segera pulang!" jawab Tuan Aksa menolak mau Isyana dengan tegas dan datar.


Sebagai orang yang numpang dan diberi kebaikan, Isyana tak berani menolak lagi. Isyana masuk. Tuan Aksa menyusulnya dan kini mereka berada di mobil berdua.


Sama seperti udara di luar yang dingin karena hujan. Di dalam mobil juga dingin, tak ada obrolan di antara dua insan dewasa itu.


Isyana terus menunduk menjaga sikap pada duda 2 hari yang dia kenal baik, dan pernah memeluknya semalaman itu. Sesekali Isyana menoleh tapi keluar mobil menikmati rintik hujan. Tapi Isyana tidak berani menoleh ke Tuan Aksa.


Mereka berdua sibuk dengan isi otak masing-masing.


Otak Isyana justru dipenuhi tanda tanya pada, kata "Suami Nyonya," Isyana masih berfikir Lana belum meninggalkan kota B.


Dimana Lana, apa dia sungguh membuntuti Isyana. Kenapa Lana meninggalkan uang untuknya? Apa Lana sebenarnya sayang padanya tapi ada Mika lalu dia kasar? Hati kecil Isyana masih merasa kalau Lana menaruh rasa padanya, atau mungkin itu harapan naluri seorang ibu yang sedang hamil.


Meski begitu, bayangan Lana menuduhnya selingkuh, menamparnya, dan mengusirnya selalu teringat dan terpatri di dada Isyana.


"Apa mungkin orang lain? Siapa?" batin Isyana mendadak jantungnya berdebar kencang.


Isyana beranikan diri mengintip sedikiit. Hidung mancung dan garis pipi kiri pria tampan itu Isyana tangkap. Tuan Aksa tampak dingin, jutek.


"Tidak mungkin dia mengaku suamiku? Tuan Aksa kan orangnya jutek begini? Apalagi dia meninggalkan uang untuk bayar bukuku?" batin Isyana kemudian kembali menatap jalanan.


"Tapi, mas Lana, apa iya dia sebaik itu? Dia mengatakan hidupku menyedihkan, apa karena itu dia memberiku uang ini?" gumam Isyana lagi.


Sementara Tuan Aksa juga fokus mengendarai mobilnya, membelah hujan di sepanjang jalan.


Tanpa sepengetahuan Isyana, sesekali Tuan Aksa juga melirik ke Isyana. Fokus Tuan Aksa ada pada perut Isyana dan tas yang dia bawa.


Sungguh kali ini tidak hasrat buruk atau setan datang, seperti pada umumnya dua orang dewasa berdekatan. Yang ada, rasa kasian dan kagum yang mulai bercokol, pada hati Tuan Aksa.


Isyana justru mengingatkan masalalu indah Tuan Aksa saat Bu Tiara masih cantik.


Dulu, saat hamil Putri, Nyonya Tiara amatlah manja, bukan manja tapi kandungan Bu Tiara kan memang bermasalah. Jadi sangat di hati- hati.


Bu Tiara banyak bedrest, semua dilayani. Tuan Aksa benar- benat menjadi suami siaga. Sangat direpotkan akan tetapi Tuan Aksa senang dan bangga melakukanya. Berbeda sekali dengan Isyana.


Tuan Aksa, selain kasian jadi merasa heran dan penuh tanda tanya.


"Siapa sebenarnya suami, Nona Isyana? Tega sekali dia membiarkan istri hamil begini? Apa salah Nona Isyana sampai diceraikan? Lalu laki- laki macam apa suami Isyana. Bukankah hal yang membahagiakan bagi pasangan saat menantikan buah hati mereka datang?"


Di hati Tuan Aksa mulai timbul rasa ingin tahu tentang kehidupan Isyana.


Akan tetapi akal sehat Tuan Aksa kembali ditegakkan Sebagai laki- laki beradap, tak seharusnya dia mengulik hal pribadi tentang teman istrinya itu.


Mulut Tuan Aksa yang berdenyut ingin bertanya dia alihkan. Membiarkan semua tanyanya hilang terbawa arus hujan. Meski mungkin nanti ada lagi.


Sekitar 30 menit mereka sampai di rumah asri tapi sederhana milik Nenek. Rumah sederhana di deretan kampung padat penduduk di pinggiran kota B, di belakang kampus Isyana kuliah.


"Terima kasih sudah mengantar saya, Tuan!" ucap Isyana sopan tatkala Tuan Aksa mematikan mesin mobilnya.


"Ehm....," Tuan Aksa berdehem melirik ke belanjaan Isyana, tidak menjawab.


Tuan Aksa kan meninggalkan uang satu juta. Tas Isyana kecil, jika dimasukan tas muat dan tidak terlihat begitu penuh berarti belinya sedikit, itu berarti uangnya sisa. Tuan Aksa berharap Isyana terimakasih dan mengembalikan uangnya.

"Maaf bagaimana cara buka pintunya?" tanya Isyana hendak membuka pintu mobil tidak bisa. Isyana tampak panik dan canggung menatap Tuan Aksa dengan sorot memelas ingin segera turun.


Iya tidak bisa, sebab masih dikunci, Tuan Aksa menunggu Isyana berterimakasih.


"Katanya, Nona Isyana hendak membeli buku, mana bukunya?" tutur Tuan Aksa memancing dan masih belum buka pintu mobil.


"Oh, buku saya? Ini!" jawab Isyana dengan jujur dan membuka tasnya menunjukan. Isyana agak aneh dengan pertanyaan Tuan Aksa tapi belum curiga.


"Ehm....," Tuan Aksa berdehem lagi, hanya 4, harusnya kembali kan uangnya.


"Hanya itu?" tanya Tuan Aksa lagi.


"Ya. Saya hanya butuh ini," jawab Isyana lagi semakin merasa aneh.


"Ehm... apa itu sangat mahal?" pancing Tuan Aksa lagi


Isyana jadi bingung dengan pertanyaan Tuan Aksa. Tapi masih belum paham. Isyana malah salah mengartikan.


"Tidak, buat saya, membeli buku tidak harus banyak atau mahal yang penting dibaca dan bermanfaat, ada apa ya Tuan? Anda ingin baca juga?" tanya Isyana dengan polosnya.


"Tidak!" jawab Tuan Aksa cepat.


"Oh. ya. Ini buku tentang tanaman dan buku motivasi untuk Dina. Sisanya buku kuliah saya.Tuan Aksa pasti tidak tertarik," tutur Isyana dengan polosnya.


"Ya!" jawab Tuan Aksa dingin semakin kesal. Bahkan Tuan Aksa jadi berfikir buruk tentang kemana uang kembalianya. Tapi Tuan Aksa tidak mau menuduh dan berniat mau tanya ke petugas kasir.


"Maaf, Tuan. Bagaimana cara buka pintunya? Saya mau turun!" tanya Isyana lagi kembali meminta. Isyana kan jadi tidak nyaman, kenapa Tuan Aksa terkesan memang masih ingin berdua.


"Lusa pengajian dan sedekah yatim piatu, doa bersama untuk Tiara istriku. Mbak Nik dan Mamah mungkin butuh bantuanmu, Nona Isyana!" ucap Tuan Aksa dingin secara tidak langsung mengundang Isyana. Tuan Aksa masih belum buka pintu mobilnya.


"Oh. Maaf acaranya siang atau malam ya?" tanya Isyana pelan.


"Siang untuk sedekah yatim piatunya, malam pengajianya!"


"Senang sekali jika saya bisa ikut ke acara itu, tapi mohon maaf, sampaikan ke Bu Dini, saya ada ujian kuliah yang tidak bisa saya lewatkan. Mungkin malamnya saya bisa kesana," jawab Isyana sopan.


Tuan Aksa tidak berekspresi, mendengarnya. Tuan Aksa masih menatap lurus ke depan. Isyana jadi bingung dan keringetan.


"Tut" Tuan Aksa memencet kunci otomatisnya.


"Bukalah!" ucap Tuan Aksa lirih.


"Ya. Terima kasih atas bantuanya. Saya akan mengembalikan jas ini setelah mencucinya, terima kasih Tuan," tutur Isyana ke Tuan Aksa pamitan sambil menunduk, lalu keluar.


"Ya!" jawab Tuan Aksa dingin lalu menghidupkan mobilnya lagi dan pergi.


*****


Di Ibukota.


Lana fokus mencari jalan keluar untuk perusahaanya. Lana selalu lembur dan melakukan evaluasi menyeluruh lalu merancang langkah- langkah kerja. Jika dalam hal bekerja Lana memang fokus dan bekerja keras.


"Huuuft, semoga cara ini berhasil," ucap Lana pada Arbi di akhir rapatnya.


"Ya Tuan, tapi hasil ini akan terlihat paling cepat 1 bulan dari sekarang!"


"Tidak masalah, setidaknya jangan sampai merugi!" ucap Lana.


"Siap Tuan!"


"Temani aku ngopi lagi!" ucap Lana.


"Ya Tuan!" jawab Arbi.


Sekarang Lana tidak suka pulang ke rumah mendengat semua tuntutan Mika. Lana lebih suka curhat dengan Arbi dan melepas penatnya di warung kopi.


Mereka kemudian menuju sebuah kafe untuk minum kopi. Ternyata setelah mengobrol dengan Arbi tentang Isyana, semalaman Lana tidak bisa tidur dan memikirkan Isyana


"Arbi," tanya Lana di sela makanya.


"Ya Tuan!" jawab Arbi.


"Apa kamu pernah komunikasi dengan Isyana?" tanya Lana kemudian.


"Gleg!" Arbi menelan ludahnya, aura gatal dan kesal datang lagi ke Arbi. Mulai nih si bos dungu, mancing- mancing.


"Tidak Tuan," jawab Arbi singkat.


"Apa kamu punya nomor ponselnya?" tanya Lana lagi.


"Tidak Tuan!" jawab Arbi singkat, dalam hati Arbi merutuki Lana, untuk apa menanyakan nomor Isyana. Arbi merasa tidak rela kalau Lana mau mengganggu Isyana lagi.


"Ada berapa kolega dan target pasar kita di kota B?" tanya Lana lagi.


Arbi menelan ludahnya lagi. Fiks Lana ternyata mulai susun langkah mendekati Isyana.


"Ehm...," Arbi berdehem mengambil I-pad kerjanya.


"4 Tuan!"


"Jadwalkan aku untuk kesana!" tutur Lana persis sesuai perkiraan Arbi.


"Maaf Tuan, bukankan jatah pertemuan dengan kolega di kota B sudah diserahkan ke tim manager? Anda masih punya tugas meeting bersama beberapa klien dari Luar!" tutur Arbi mengingatkan kalau Lana punya tanggung jawab lebih besar.


"Kamu berani melawanku?" tanya Lana mengeluarkan kekuasaanya.


"Gleg!" Arbi menelan ludahnya menunduk.


"Aku akan tetap menemui klien dari luar. Dan untuk jatah kunjungan kesemua pasar di kota B. Aku semua yang handle. Atut saja waktunya!" ucap Lana memerintah.


"Tapi nanti akan jadi panjang dan ulur waktu!"


"Tidak masalah, pesankan tiket hotel yang ada di daerah kampus Univesitas...!" perintah Lana lagi.


"Ya Tuan!" jawab Arbi.


Mau tidak mau, sebagai bawahan Arbi mematuhi atasannya yaitu Lana. Arbi hanya berdoa semoga Isyana baik- baik saja.


Bersambung lanjut ke bab 88


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 87"