Istri yang terabaikan Bab 81

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


81. Aku Ikut Takziah Aja.


“Huuuft,” Tuan Aksa menghela nafasnya dan mengacak- acak rambutnya selepas Isyana pergi. 


Selama lebih dari 3 hari, Tuan Aksa memang tidak tidur. Tuan Aksa berusaha menggenapi peran dan tugasnya sebagai suami, menjaga Nyonya Tiara sepenuh hati. Alhasil, tidak dirasa, badan Tuan Aksa terforsir dan sakit. 


Baru malam tadi dia bisa tidur dengan nyaman. Saking pusingnya, begitu nempel kasur langsung terlelap, dan alam bawah sadarnya, ketika tubuhnya menempel dengan tubuh Isyana yang hangat memberikan Tuan Aksa ketenangan, tidak mimpi buruk, dan beristirahat nyaman. 


Manusia kan memang ditakdirkan butuh sandaran. 


“Kenapa aku bisa seceroboh ini? Apa yang aku lakukan terhadap Isyana?” gumam Tuan Aksa menyesali perbuatanya, hangatnya tubuh Isyana masih dia rasakan dan membuat jantungnya berdebar.


Tapi Tuan Aksa usir semua rasa itu. Lalu melirik putri kecilnya yang terlelap nyaman. 


Tuan Aksa ingin membangunkan Putri, tapi melihat jam dinding masih pukul 05.00 Tuan Aksa mengurungkanya, Tuan Aksa hanya membelai rambut Putri lembut. 


“Maafkan Daddy, Sayang... setelah ini kamu harus jadi anak yang mandiri. Tapi Daddy janji akan jadi ibu sekaligus Mommy untukmu,” batin Tuan Aksa bertekad jadi single parents.


Tuan Aksa kemudian membetulkan selimut Putri, lalu bangun untuk sholat, mandi dan menyapa tamu. 


“Hissshh... kenapa kepalaku jadi pusing begini?” gumam Tuan Aksa saat berjalan kepalanya tiba-tiba terasa berputar. 


Tuan Aksa kemudian bersandar pada tembok, memejamkan matanya sebentar lalu membukanya perlahan.


Rumah Tuan Aksa ada dua lantai, jenazah dan para pelayat ada di lantai bawah, teras dan halaman. Sementara kamar Putri, dan kamar Tuan Aksa di lantai dua. Jadi ruang privasi mereka tetap terjaga.


Sebagai laki- laki, Tuan Aksa tak mau manja, apalagi di suasana duka dan rumahnya sedang ramai orang. Tuan Aksa pun memaksakan badanya untuk aktifitas mandiri. Tuan Aksa pun mandi dan sholat di kamarnya.


“Ck... aku sudah tidur dan mandi, kenapa masih pusing sih, apa karena aku belum makan ya?” gumam Tuan Aksa berfikir pusingnya hanya karena kurang tidur. 


Tuan Aksa turun dan berniat ke dapur agar dibuatkan teh hangat dan sarapan. Sesampainya di dapur, ternyata Mbak Nik dan yang lain sedang melayani tamu di depan.


Ruang tamu, ruang tengah, ruang makan dan dapur jaraknya memang agak jauh, karena rumah Tuan Aksa kan besar. Bahkan ada pintu depan, pintu belakang dan pintu samping. 


“Kenapa di dapur nggak ada orang? Mbaak Suur!” panggil Tuan Aksa mencari pembantunya. 


Karena tidak sabar, Tuan Aksa berniat memeriksa ke kamar ART, di belakang dapur.


“Kenapa kepalaku semakin berputar begini?” gumam Tuan Aksa terhenti di depan pintu kamar ART. Tuan Aksa pun bersandar di tembok lagi. 


“Sepertinya aku butuh obat, haduhhj kenapa pusing di saat begini sih?” gumam Tuan Aksa memejamkan matanya berusaha bertahan. 


Di saat yang bersamaan, Isyana yang sudah berpamitan pada Bu Dini, ke kamar sebentar mengambil barang yang tertinggal dan sekarang membuka pintu hendak pulang.


Bu Dini mengijinkan Isyana pulang, mandi dan ganti baju, dan ke kampus sebentar,vtapi siang nanti disuruh datang lagi.


Isyana mengangguk dan beralasan balik setelah pulang kuliah. Tapi sebenarnya Isyana hanya beralasan agar tak bertemu dengan Tuan Aksa lagi. 


Setelah dapat ijin Isyana pamit masuk dulu ke Dina. Dan Dina sudah menunggu di pintu samping agar tak melewati pelayat. 


“Tuan!” pekik Isyana kaget melihat Tuan Aksa di depan pintu. 


“Obat...obat,” lirih Tuan Aksa mengerjapkan matanya meminta bantuan diberi obat.


Ternyata Tuan Aksa kepalanya berputat dan matanya berkunang- kunang, Tuan Aksa pun limbung, tapi masih sadar dan mendengar.


Meski gugup, dan jantungnya berdegub kencang, Isyana reflek membantu Tuan Aksa. 


“Tuan demam. Badanya panas sekali,” gumam Isyana panik lalu mengalungkan tangan Tuan Aksa ke pundaknya.


Mau tidak mau Isyana membantu Tuan Aksa masuk ke kamar Mbak Nik karena itu yang terdekat. 


“Brug... hooh... hoooh,” Isyana bernafas terengah- engah menjatuhkan Tuan Aksa ke kasur.


Sudah sedang hamil memapah paksa orang setinggi Tuan Aksa, untung tidak ambrug bareng. 


Setelah nafasnya kembali normal, Isyana merebus air dan membuat kompresan untuk Tuan Aksa. 


“Kasian sekali, Tuan Aksa? Dimana obat demamnya?” gumam Isyana sambil memberikan kompres ke kening Tuan Aksa, tapi tidak tahu dimana.


Kini Isyana di kamar berdua dengan Tuan Aksa bahkan jaraknya sangat dekat. 


“Hhhh... hhh...,” Tuan Aksa menggigil dan matanya mulai membuka. 


Isyana pun menelan ludahnya dheg- dhegan lalu mundur beberapa senti. 


“Maaf Tuan, aapa yang anda butuhkan? Dimana obatnya? Beritahu saya!” tanya Isyana gugup. 


“Hauuus... aku haus. Minum. Pusing!” rintih Tuan Aksa lagi, bicara acak, tidak menjawab obat dimana tapi minta minum.Tenggorokan Tuan Aksa memanh sangat kering.


Isyana pun mengangguk paham dan segera kembali ke dapur. 


“Aku buatkan teh hangat saja,” gumam Isyana mengambil gelas sambil menoleh ke belakang. Orang di depan berlalu lalang tapi kenapa tak ada yang ke dapur sih. 


“Aku beri minum Tuan Aksa dulu? Atau aku beritahu Bu Dini ya?” gumam Isyana sambil mengaduk gula di tehnya. Isyana berharap Mbak Nik yang tadi ke depan segera kembali, atau karywan lain. Tapi tak kunjung ada yang masuk.  


Tuan Aksa sudah menggigil, pasti untuk minum kan butuh bantuan, harus disuapi atau dibantu dipapah agar bisa tidur setengah duduk. 


Karena tehnya sudah jadi, Isyana pun memilih memberikan minum dulu. 


“Ini tehnya, Tuan. Apa bisa minum sendiri, saya akan cari bantuan, dulu,” tutur Isyana pelan. 


“Kepalaku berputar... aku pusing sekali,” jawab Tuan Aksa lagi. 


Isyana pun mengangguk lalu duduk di sampingnya dan mengambil sendok. 


“Saya bantu minum, Tuan!” ucap Isyana lalu menyodorkan sesendok teh hangat. 

“Buka mata dan mulutnya, semoga ini membantu!” tutur Isyana lagi. 


Isyana pun menyuapi Tuan Aksa dengan lembut sampai 3 suapan. Di suapan keempat, Isyana mendengar beberapa orang berjalan ke dapur. 


“Sepertinya ada yang datang, saya akan segera cari bantuan Tuan!” tutur Isyana meletakan sendoknya. 


Isyana pun berjalan cepat ke dapur, lalu segera memberitahu keadaan Tuan Aksa. 


“Hoh... Tuan Aksa di dalam kamarku?” tanya Mbak Nik. 


“Aku nggak kuat kalau harus memapah ke depan atau ke atas, katanya kepalanya berputar, jadi kubantu dia kesitu,” ucap Isyana berbisik. 


“Tapi masih sadar?” 


“Masih,” 


“Kasih tahu Bu Dini...,” 


“Oke... bantu carikan obat pertolongan pertama ya, kasian!” jawab Isyana. 


"Ya!"


Isyana kemudian ke depan. Di depan tampak ramai, Isyana mendekat ke Bu Dini dan berbisik menceritakan keadaan Tuan Aksa. 


“Astaghfirulloh, Binar... dia terlalu keras kepala sih! Kamu jangan pulang, ya. Biar aku urus Binar, bantu Ibu bangunkan Putri dan urus Putri, kamu kuliah jam berapa?” tanya Bu Dini ingat tadi Isyana pamit pulang mau kuliah. 


Isyana menunduk sebenarnya tak ada mata kuliah pagi. 


“Jadwalnya diubah, dosenya ternyata sore, Nyonya,” jawab Isyana akhirnya mengaku. 


“Oke... tolong ya. Kamu pulang, setelah selesai pemakaman saja. Bantu urus Putri ya!” ucap Bu Dini. 


“Ya, Nyonya!” jawab Isyana. 


Isyana pun tak jadi pulang, tapi setidaknya, Isyana lega tak harus berdekatan dengan Tuan Aksa. Isyana kemudian mundur dari keramaian dan menuju ke kamar Putri. 


Bu Dini menyapa keluarga dan suaminya. 


“Dimana Binar?” semua tamu dan saudara selepas melakukan sholat jenazah dan duduk menyapa Tuan Priangga menanyakan Tuan Binar Aksa. 


“Ada, lagi mandi,” jawab Tuan Priangga selalu sama menjawab Tuan Binar sedang mandi dan ganti baju. 


“Binar sakit, Pah... dia hampir pingsan di dapur,” bisik Bu Dini. 


“Haduhhh... dia tidak makan dan tidak tidur sih?” jawab Tuan Priangga. “Panggil dokter tapi jangan sampai ada yang lihat.” Bisik Tuan Priangga. 


“Ya Pah,” jawab Bu Dini mundur dan mengkode salah satu pegawainya menelpon dokter. Bu Dini pun ke dapur memeriksa Binar. 


Di saat Bu Dini masuk ke dalam, dari arah parkiran mobil terlihat sahabat Tuan Priangga datang. Mereka adalah Tuan Wira.


“Turut berbela sungkawa, yang sabar ya!” bisik Tuan Wira bersalaman dan memeluk Tuan Priangga. Di belakangnya Nyonya Wira menangkupkan tangan ucapan bela sungkawa untuk Tuan Priangga. 


“Ya... ini yang terbaik, kasian juga Tiara terlalu sama merasakan sakit,” jawab Tuan Priangga tabah. 


“Dimana Binar?” tanya Tuan Wira, untuk kesekian kalinya Tuan Priangga mendapatkan pertanyaan yang sama. 


“Dia sedang mandi sepertinya, mari silahkan duduk,” jawab Tuan Priangga mempersilahkan tamunya duduk di kursi tamu yang telah disediakan. 


Tuan Wira dan istrinya masuk sebentar mendoakan Bu Tiara, setelah itu keluar ruangan lagi ke tempat pelayat yang disediakan. 


**** 


“Aaakh..,” keluh Mika. 


Mika dan Lana menyempatkan makan sebelum pulang. Mereka pesan steak dengan hotplate di restoran hotel, karena melamun tanganya kena hot plate, dan kena pisau.


“Hati- hati dong Yang!” ucap Lana. 


“Uhh pedih panas..” keluh Mika manja.


“Hhhh...,” Lana hanya mendesah menahan sabar, istri manjanya tampak mengaduh. Lalu Lana memberi tissu.


“Melepuh, aku nggak bisa nyetir ini deh,” tutur Mika menunjukan tangan kanannya. 


“Ehm...,” Lana pun melotot dan wajahnya tampak gusar, “Gagal nih gue temui Isyana,” batin Lana menggerakan rahangnya kecewa.


“Aku ikut kamu takziah aja yah, sebentar kan? Nggak apa- apa kok aku nggak ada yang kenal, kita pulang bareng ya!” tutur Mika meminta.


Lana menelan ludahnya, tidak bisa berkutik dan beralasan lagi. 


“Oke..., ya udah selesaikan makanya, pemakaman pagi, jangan sampai terlambat,” tutur Lana akhirnya. 


“Suapin,” ucap Mika manja lagi, 


“Masih bisa kan digunakan tanganya kalau hanya pegang garpu?” tanya Lana mulai kesal ke Mika yang kelewat manja. 


“Suapin!” paksa Mika. 


Mau tidak mau Lana menuruti kata Mika. 


“Aku harus cari alasan apa besok ya, aku tidak mau tahu, aku harus kesini lagi dan temui Isyana !” batin Lana sambil tersenyum paksa menyuapkan potongan daging dan sayuran ke Mika.


Bersambung lanjut ke bab 82


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 81"