Istri yang terabaikan Bab 41

 Istri yang terabaikan Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


41. Doa Mommy Ara


“Molning Daddy... Molning Mommy...” sapa Putri diantar maidnya ke meja makan.


Putri sudah cantik dengan rambut diikat dua dan seragam sekolah baru. 


“Morning prinscess Daddy..., give daddy kiss dong!” jawab Tuan Aksa. 


Putri kemudian mendekat ke Daddynya yang sudah menurunkan pipinya. Putri memberikan kecupan sayang ke Daddy tampanya itu. 


Sementara Mommy Putri berusaha tersenyum ramah dengan wajah sayunya. Putri mendekat dan mencium tangan Mommya serta memeluknya. 


“Mommy so cool!” ceplos Putri karena pagi ini tangan ibunya sangat dingin. 


Mendengar ucapan Putri, Daddy Putri terhenyak lalu menatap istrinya kemudian menggenggam tangan istrinya. 


“Are you oke?” tanya Daddy Aksa perhatian. 


Nyonya Ara tersenyum lembut. 


“I am Ok... aku baru dari kamar mandi jadi dingin!” jawab Mommy Ara lembut.


“Aku hari ini ada acara meeting, kita mau meluncurkan produk baru. Mungkin aku akan pulang terlambat! Kalau ada apa- apa telepon ya!” tutur Tuan Aksa berpamitan. 


“Ya... aku ingin mengantar Putri ke sekolah, setelah itu, aku ingin ngobrol dengan Nona Putri ke greenhousenya? Boleh?” tanya Mommy Ara meminta ijin. 


“Mommy mau antal Putli dan main ke Tante Bunga?” celetuk Putri mendengar Mommynya. Puteri sangat bahagia.


Mommynya mengangguk. 


“Yes! Kalau Daddymu ijinkan!” 


“Daddy ijinkan!” sahut Tuan Aksa.


“Yeeyy...!” jawab Putri bersorak.


“Nanti Daddy yang antar, yuk makan yuk. Nanti terlambat lho!” 


“Oke...!” 


Setelah sarapan, ditemani suster yang menjaga Mommy Ara, mereka bertiga mengantar ke sekolah Paud  Putri.


Meski sakit dan menggunakan kursi roda, Mommy Ara hari ini sangat ingin mengantar Putri. Setelah mengatar Putri mereka kemudian menuju greenhouse Isyana. 


Pertama Mommy Ara main ke greenhouse Isyana Mommy Ara lagsung suka. Tempatnya memang tidak begitu luas, akan tetapi sangat Asri dan bersih.


Bangku- bangku dan perabotanya dari kayu sederhana dan membuat suasana alami. Nyonya Ara menyukai hal itu. 


Isyana juga ramah dan nyaman diajak bercerita. Itu sebabnya Nyonya Ara jadi ingin main lagi mengusir sepinya. 


“Nona Putrinya ada?” tanya Nyonya Ara sesampainya di greenhouse tapi yang tunggu justru Tuti. 


“Eh... Mommy dan Daddynya Putri.. silahkan masuk, Tuan, Nyonya!” sapa Tuti. 


“Nona Putrinya kemana ya?” tanya Momy Ara yang kedua kalinya. 


“Putri sedang ada perlu ke kota Nyonya! Silahkan duduk, mau beli bunga atau?” tanya Tuti terbata. 


“Aku ingin menghabiskan waktu di sini, boleh kan?” tanya Mommy Ara. 


Tuti pun mengangguk mempersilahkan Mommy Ara duduk. Tuti juga mengambilkan minum untuk Nyonya Ara. 


“Mommy benar baik- baik saja di sini?” tanya Tuan Aksa, 


“Ya Pah, papah kerja aja nggak apa- apa kok! Aku sama Mbak Tuti dan suster!” jawab Momy Ara. 


Tuan Aksa kemudian pamit pergi bekerja. 


Mommy Ara duduk nyaman di greenhouse Isyana memandangi bunga- bunga Isyana sembari mendengarkan musik dan sesekali berbincang dengan Tuti, sampai tak terasa waktu siang tiba.


Suster yang menjaga Mommy Ara kemudian menelpon supir menjemput mereka untuk ke sekolah Putri. 


"Saya jemput Nona Putri dulu, Nyonya!" pamit suster.


"Ya!" jawab Momy Ara.


Di saat yang bersamaan, Tutii yang merangkap menjadi petugas kebersihan juga meninggalkan Nyonya Ara.


Tuti dibutuhkan bosnya, hingga terpaksa Mommy Ara berada di greenhouse Isyana sendirian. 


Di satu wktu itu datang pelanggan membeli satu bunga Isyana, untung saja di bawah pot sudah ada tulisanya.


Mau tidak mau, Nyonya Ara membantu  menjualkan tanaman Isyana. 


“Kembalianya tunggu sebentar ya!” tutur Nyonya Ara. 


"Ya Bu!"


Dengan lengkah yang sangat lemah, Mommy Ara berusaha bangun dari kursi rodanya, berjalan ke meja tempat Isyana menyimpan uang penjualan dan mencatat barang keluar beserta nota. 


“Maaf Nona Putri aku lancang!” batin Nyonya Ara membuka laci. 


Tidak banyak hanya beberapa uang 5 ribuan dan sepuluh ribuan yang ada di laci. Nyonya Ara kemudian mengambilkan kembalian.


Pelanggan melihat Nyonya Ara sangat pucat dan lemah iba. Pelanggan itu pun inisiatif mendekat dan mengambil kembalian dari meja agar Nyonya Ara tidak bangun.


“Terima kasih!” 


“Sama- sama!” jawab Nyonya Ara. 


Meski hanya berjalan beberapa langkah, hal itu membuat Nyonya Ara merasakan pusing, engap dan keringatan.


Akhirnya Nyonya Ara berniat duduk di kursi Isyana saja. Nanti jika suster dan Tuti datang, barulah dia meminta dipindahkan ke kursi roda lagi. 


Lama Nyonya Ara duduk di meja kerja Isyana, sehingga meski tidak sengaja, Nyonya Ara menemukan buku catatan kecil Isyana.


Saat hendak mengambil buku itu, beberapa kertas juga lolos dari pegangan Nyonya Ara dan jatuh. 


Dengan tangan gemetaran, Nyonya Ara mencoba meraih kertas itu dan membaca. 


“Pengadilan Agama? 15 Mei?” gumam Nyonya Ara kaget membaca kertas undangan sidang pereraian. 


“Hoooh, Nona Putri sedang dalam proses perceraian, itu berarti dia seorang janda!” gumam Nyonya Ara lalu melipat kembali kertas itu. 

Saat memasukan kertas itu ke laci lagi, keingintahuan Nyony Ara bertambah.


Akhirya Nyonya Ara membuka buku catatan kecil. Seperti buku diary, tapi bukan diary, lebih ke buku- buku tentang perencanaan masa depan dan beberapa kata motivasi untuk Isyana sendiri. Bahkan ada beberapa coretan gambar Isyana. 


Nyonya Ara pun jadi salah fokus terhadap beberapa lembar tulisan Isyana. 


Akhiri cuti kuliah dan lanjut lagi? Atau daftar jurusan lain ya? Aaah bingung, masa cuti kuliahku ini yang terakhir, kan batasnya hanya 4 semester, tapi aku belum ada uang. Itu berarti aku harus ambil jurusan lain dari awal, 


Harus nabung... aku harus kuliah... aku mau bekerja..


Nyonya Ara tertegun membaca tulisan Isyana bahkan di bawahnya ada kalkulasi kebutuhan kuliah Isyana dan target menabung Isyana dalam tiap minggu, agar bisa kuliah lagi. 


Nyonya Ara melanjutkan jiwa keingintahuanya dengan membalik lembar berikutnya. 


Nenek... aku sekarang sendirian. Aku kangen nenek, Nek. Nenek pasti bahagia di surga kan? Nenek jangan sedih liat keadaanku ya Nek. 


Mas Lana tidak berubah Nek. Mas Lana lebih memilih perempuan itu. 


Nenek.... Apa benar di dunia ini akan ada laki- laki yang menemani Isyana dan sayang ke Isyana? Kenapa dunia Isyana tak seindah dongeng- dongeng yang nenek bacakan untukku? 


Kadang Isyana ingin menyerah.


Tapi Isyana juga ingin bahagia Nek.


Isyana sudah berusaha menjadi seperti apa yang Mas Lana mau, Isyana sudah berusaha cantik Nek. 


Isyana sudah mati- matian menjadi istri yang baik, melayani Mas Lana dengan hati Isyana Nek. Tapi Mas Lana tetap kasar dan mendengarkan perempuan itu. 


Maafkan Isyana Nek... 


“Tes...!” 


Nyonya Ara meneteskan air matanya tanpa dia mau, saa membaca buku Isyana. Nyonya Ara menutup kembali buku Isyana dan meletakanya di laci. 


“Isyana Putri Anjani binti Atmadja! Hoh!” gumam Nyonya Ara berfikir. 


Nyonya Ara pun segera menyeka air matanya agar tidak ketahuan, dia juga menutup laci Isyana rapi seperti sedia kala. Terdengar suara Tuti kembali. 


“Maaf, saya lama ya Bu?” tanya Tuti. 


“Nggak apa- apa. Tadi ada satu pembeli, kulihat Mbk Tuti sibuk jadi aku layani, uangnya aaku taruh di meja ya!” tutur Nyonya Ara. 


“Oh iya, Nyonya. Terima kasih, maaf merepotkan!” jawab Tuti sungkan.


Kata orang sekitar, Nyonya Ara adalah orang baru di wilayah itu dan dengar- dengar keluarga konglongmerat, tapi Tuti tidak tahu siapa sesungguhnya Tuan Aksa. 


“Kalau boleh tahu, Nona Putri nama panjangnya siapa?” tanya Nyonya Ara mau mengulik informasi dari Tuti. 


“Isyana Putri Anjani!” jawab  Tuti.


Nyonya Ara mengangguk. 


“Kalau boleh tahu lagi, dia ke kota, kemana? Kok lama? Sendirian perginya?” tanya Nyonya Ara lagi. 


Tuti diam berfikir, bingung mau jawab apa, takut Isyana marah kalau dia harus membocorkan pribadi Isyana pada Nyonya Ara. 


“Maaf, tidak bermaksud lancang, aku hanya sedang menimbang, sebaiknya aku pulang atau tunggu saja ya di sini? Aku ingin bertemu denganya!” sambung Nyonya Ara melihat Tuti terdiam. 


“Maaf Nyonya, mungkin sebaiknya, anda pulang lebih dulu, takutnya lama!” jawab Tuti mengusir Nyonya Ara halus. 


“Mbak Tuti mengusirku? Memang ke kota mana perginya? Belanja atau gimana?” tanya Nyoya Ara lagi ingin menekan Tuti agar cerita. 


“Bukan begitu Nyonya, tapi...!” 


“Saya di sini saja, sore suamiku pulang, aku mau di rumah, aku tetap tunggu Nona Putri ya? Nggak apa-apa kan?” tanya Nyonya Ara ngeyel.


Tuti pun mengehela nafasnya pasrah,Tuti sedikit tersenyum dan mengernyitkan matanya sambil mengusap tengkuknya. 


Sebenarnya Tuti sangat takut harus menjaga Nyonya Ara. Isyana perah cerita Nyonya Ara ditemukan pingsan dan muntah darah.


Sekarang pun Nyonya Ara terlihat sangat pucat, bibirnya merah karena tertutup lisptik, kepalanya terlihat sekali memakai penutup kepala pasti aslinya botak, kelopak matanya cekung dan biru.


Sejujurnya Tuti mau bilang, wajah nyonya Ara sedikit mengerikan. Bahkan Nyonya Ara di bagian bawah ada selang, seperti selang pipis. 


Akhirnya Tuti terpaksa cerita, memberi pengertian agar Nyonya Ara pulang saja. Tuti takut Nyonya Ara kenapa- kenapa. 


“Maaf Nyonya, apa tidak sebaiknya anda istirahaat di rumah? Isyana kemungkinan akan pulang sore, Isyana pergi ke Ibukota untuk mengurus perceraianya! Di sini akan hilir mudik pelanggan, maaf, tidak baik untuk kesehatan anda Nyonya!” tutur Tuti akhirnya memberitahu.


Nyonya Ara tersenyum, akhirnya dia mendapatkan informasi valid. 


“Cerai? Jadi Nona Putri sudah bersuami dan sekarang cerai? Kasian sekali?” ucap Nyonya Ara bosa basi. 


“Kalau boleh tahu? Siapa suami Nona Putri?” tanya Nyonya Ara akhirnya tujuan utama mau tanya ini sampai juga. 


Tuti menelan ludahnya, Tuti kan janji nggak boleh ember kalau Isyana sebenarnya menantu orang terpandang yang diabaikan dan di sembunyikan. 


“Saya kurang tahu Nyonya!” jawab Tuti. 


“Hoooh, kasian sekali Nyonya Putri, berarti dia menghadiri sidang perceraianya sendirian?” tanya Nyonya Ara lagi.


Tuti diam, ada rasa bersalah di hati Tuti sebagai teman tak menemani Isyana. Tapi Tuti kan harus bekerja dan membantu toko Isyana tetap buka.


Isyana juga tidak mau merepotkan Tuti jauh- jauh ke ibukota, ongkosnya mahal. Apalagi kalau harus menghadapi ejekan si Mika. Kalau Tuti kelepasan, sifat bar- barnya Tuti keluar, bahaya. 


“Iya, Nyonya!” jawab Tuti. 


“Ya... ya... baiklah kalau begitu, setelah supirku dan anakku kesini, aku pulang saja. Besok aku kesini lagi. Maaf ya!” tutur Nyonya Ara. 


“Iya Nyonya!” jawab Tuti. 


Mereka kemudian saling diam, kembali mendengarkan musik penenang hati sambil menunggu Putri dan susternya. 


Nyonya Ara termenung memandangi kelopak anggrek yang tersapu angin lembut, bergoyang menampakan kecantikanya. 


“Ya... Tuhan... semoga ini jawaban dari doaku! Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk putriku dan suamiku,” batin Nyonya Ara matanya berkaca- kaca lagi, tapi segera dia tahan agar tidak jatuh.


Nyonya Ara paling tidak mau membuat orang lain mengkasihani dirinya. Bahkan Nyonya Ara banyak menyembunyikan sesuatu dari suami dan anaknya.


Bersambung.  🥰🥰 Bab 42


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 41"