Istri yang terabaikan Bab 34

 Istri yang terabaikan Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


34. Identitas Isyana.


Setibanya di kota B, Tuti pun menyambut Isyana dengan bahagia. Sedikit aneh memang, baru kemarin berpamitan akan tetapi sekarang balik lagi.


Isyana memang menyembunyikan jati dirinya pada Tuti. Alasanya Isyana tidak mau Tuti minder dengan Isyana, mengingat mertua Isyana seorang pejabat, sementara Isyana malah ngontrak di emperan.


Akan tetapi, keadaan sekarang berbeda. Isyana tak lagi menyandang  keluarga Atmadja meski putri kandungnya, tidak pula menyandang keluarga Hanggara karena suaminya telah mengusirnya. 


“Kamu baik- baik saja kan?” tanya Tuti sambil memegang pipi Isyana, setelah mereka masuk ke rumah. Kemarin Tuti tidak begitu fokus pada lebam Isyana, tapi pagi ini pipi Isyana lebih bengkak dan biru. 


“Aku baik- baik saja!” jawab Isyana menepis tangan Tuti. 


“Putri, sebenarnya siapa sih kamu? Siapa suami kamu? Ada apa dengan kamu?  Maaf bukan aku mencurigaimu atau ikut campur? Tapi kamu memang aneh! Aku ragu kalau hidupmu baik- baik saja! Aku juga ragu tentang identitasmu sebagai perantau!” ucap Tuti mengutarakan penasaran dan rasa curiganya. 


Isyana kemudian menunduk sejenak, sekarang waktunya Isyana menceritakan siapa dia sebenarnya. 


“Tapi kamu janji jangan katakan pada siapapun!” ucap Isyana serius. 


Tuti yang merupakan pekerja dengan gaji di nawah umr dan tidak berpendidikan  malah jadi tambah curiga. Kenapa ada main rahasia- rahasiaan segala. 


“Emang kamu siapa sih? Main rahasia- rahasiaan segala? Anak bandar narkoba? Istri simpanan presiden? Atau selir ketua mafia?” tanya Tuti nyeplos. 


Spontan Isyana langsung memukul Tuti dengan buku nota penjualan yang tergelatak di meja. 


“Ishhh...! Kamu! Enak aja!” jawab Isyana. 


“Ya udah atulah cerita!” 


“Aku tadi pagi ditalak suamiku!” ucap Isyana datar tanpa ekspresi. 


“Wuah!” pekik Tuti heran. 


“Yah!” jawab Isyana mengangguk. “Mulai sekarang aku akan mantap tinggal di sini lagi!” 


“Kamu sedih? Dicerai gitu aja?"


"Aku diusir! Aku udah kebal sedihnya!"


"Wuah! Tapi waktu itu kamu dijemput orang- orang keren. Ini kamu nggak akan dijemput para bodyguard suamimu seperti waktu itu, kan? Suami kamu siapa sih? Kamu orang kaya yah?” tanya Tuti lagi. 


“Hem....! Tidak akan!" Isyana menghela nafas dan memanyunkan bibir menatap Tuti.


"Aku miskin seperti yang kamu lihat sekarang. Aku sebatang kara tidak punya siapa- siapa!” jawab Isyana lagi. 


“Huh...iya tapi siapa mantan suamimu itu? Aku penasaran!” tanya Tuti lagi sambil menuang sendiri air putih dari dispenser yang berada di dekat bangku mereka duduk. Di kontrakan Isyana, Tuti memang berasa di rumah sendiri.  


"Suamiku anak Tuan Wira Hanggara!” ucap Isyana lagi dengan santai tapi mukanya sangat bete, tak ada kebanggaan yang terselip dan tatapanya. 


“Uhuuuk!” Tuti enyemburkan air di mulutnya kaget mendengar ucapan Isyana. 


“Iiiih jorok! Ish kalau minum yang bener dong!” tegur Isyana. 


“Aku nggak salah dengar kan? Kamu menantu Tuan Hanggara yang mau nyalon wakil Presiden itu?” tanya Tuti antusias dan menggebu. 


“Mantan menantu tepatnya!” tegas Isyana. 


“Hohhh!” pekik Tuti terduduk kemudian menepuk dadanya “Gue nggak salah dengar kan?” tanya Tuti lagi matanya terbelalak.


“Awas kalau kamu ember!” ucap Isyana. 


“Tunggu... tunggu... ini kaya nggak masuk akal? Kok bisa? Terus kamu? Kenapa bisa di sini?” tanya Tuti. 


Akhirnya Isyana bercerita ke Tuti tentang hidupnya, awal mulanya dia kabur lalu kembali untuk memperbaiki keadaan namun nyatanya endingnya sama. 


Tuti kemudian menepuk bahu Jingga pelan.


“Sabar ya  Sya..., eh tapi aku manggil kamu Sya? Apa Putri nih?” tanya Tuti yang tadinya mau melo jadi buyar. 


“Terserah kamu!” jawab Isyana kemudian. 


"Aku panggil Isya aja deh!" jawab Tuti.


"Boleh! Eh... aku penasaran kok bisa ya suamiku dan pacarnya nuduh aku selingkuh sama Tukang Sayur!" ucap Isyana kemudian.


"Maaf Isy, sebenarnya aku curiga lama. Pas kamu kesini kemarin, ada Adnan juga, di depan situ ada mobil berhenti lama, emang ada cewek pakai kacamata item ngarahin kamera kesini. Terus semalam juga ada mobil bagus ke sini!" tutur Tuti lagi bercerita. Tuti ternyata sempat curiga ke Mika.


"Iih kok nggak cerita sih!"


"Ya mana kutahu. Pikirku apa iya mereka berurusan ma kamu begitu. Kupikir dia moto greenhouse kamu karena penasaran mau beli atau liat tempatnya bagus gitu!" jawab Tuti lagi berlasan.


Isyana kemudian menghela nafasnya.


Jawabanya ketemu, Mika memang memata- matainya. Adnan memang sering main dan dekat dengan Isyana. Akan tetapi Isyana masih belum curiga Adnan yang mengaku menjadi pacar Isyana di hadapan Lana.


"Ya udahlah udah terjadi mau diapakan? Mas Lana udah kasih talak ke aku. Mungkin kebahagiaanku di sini!" ucap Isyana kemudian pasrah dan tidak mau menyelidiki lagi.


"Pasti kamu nemuin bahagiamu Isya!" jawab Tuti memberi semangat.


"Iyah. Aku bahagia karena punya kamu Tut!" jawab Isyana tersenyum.


“Ternyata benar ya, tak selamanya harta dan kedudukan bikin seseorang bahagia, tak selamanya juga paras menjadi tolok ukur orang bahagia!” ucap Tuti menyimpulkan cerita Isyana yang ternyata menjadi menantu orang terpandang malah tersakiti.  

“Kamu ngatain aku?” tanya Isyana tersinggung.


“Lah nyatanya kan? Seharusnya kamu bahagua jadi menantu pejabat. Kamu juga cantik, kenapa suamimu nyeraiin kamu?” 


“Tetap saja ada yang kurang! Aku terlambat,” 


“Kok gitu?” 


“Kebahagiaan memang tidak harus dilengkapi dengan itu semua. Akan tetapi dalam hidup agar tidak disakiti, kita juga butuh harga. Lihatlah aku! Untuk bisa dihargai, tidak dilecehkan dan mempunyai kekuatan kita tetap harus mempunyai identitas diri sendiri, pernah denger nggak? Istilah ajing diri saka ucaping lathi, ajining raga saka busana, terakhir agama ageming diri!” 


“Nggak, apa itu?” 


"Diri kita dihargai dari ucapan kita dan sikap kita, lalu badan kita, raga kita atau wibawa dan harga kita dihargai dari penampilan kita, seragam yang kita pakai atau lebih tepatnya apa kedudukan kita. Dari kedua hal itu perilaku terbaik dan pakaian terbaik adalah norma atau agama kita. Untuk menjadi kuat dan tidak tersingkir sepertiku, paling tidak kita punya dua di antara tiga itu, lebih sempurnanya sih tiga tiganya! Tapi kan susah." ucap Isyana mengeluarkan pendapatnya sendiri atas takdirnya.


“Memang kamu gimana?” tanya Tuti masih belum nyanthol.


“Selama dua tahun ini, aku tidak pandai bertutur kata manis dan merayu suamiku, aku banyak diam dan pasrah. Lebih dari itu aku tidak bisa menjaga penampilanku, aku datang dengan diriku yang tak punya harga, kuliahku saja tidak lulus!" tutur Isyana lagi.


"Hemmm begitu ya?"


"Iya. Terbukti dua minggu terakhir ini, aku mencoba berani berkata dan mengubah penampilanku. Suamiku berbeda dan mulai menghargaiku, sayangnya aku terlambat dan tak punya banyak waktu!"


"Kok gitu?"


"Karena Dua tahun selebihnya, setiap hari selalu datang perempuan yang pandai bersilat lidah dengan ucapan manisnya, dia berpendidikan dan juga  berpenampilan cantik sehingga menawan. Meski dia tak memakai norma tapi dia menang di dua langkah pertama dan kedua itu. Jadi suamiku lebih percaya padanya dan tunduk padanya! 2 minggu banding dua tahun!” ucap Isyana bercerita dengan sedih.


“Kamu masih salah Isyana!" jawab Tuti.


"Huh?"


"Ingat perempuan itu tidak melakukan hal ketiga Isyana! Berperilaku dan menghiasi pakaiannya sesuai norma dan agama. Dia pelakor dan tidak jujur!” jawab Tuti lagi.


“Iya, tapi kenyataanya kita butuh dua hal di depan tadi! Dan aku terlambat melakukan keduanya!” jawab Isyana lagi. 


“Tetap saja, dia belum lengkap memenuhi tiga hal yang kamu sebutkan, itu berarti dia tidak akan menang! Dia belum menjadi yang terbaik! Siapa tahukan ternyata dua minggumu itu nanti akan lebih membekas di hidup suamimu!” tutur Tuti pandai menyimpulkan. 


Isyana diam. "Tapi nyatanya aku sudah kehilangan rumah tanggaku dan suamiku!"


"Tapi kamu belum kehilangan hidupmu dan hargamu kan?" tanya Tuti lagi.


Isyana diam.


"Buat suamimu menyesal dan tunjukan perempuan itu tidak lebih baik dari kamu!"


"Aku pun berfikir begitu? Bahkan aku berkata begitu padanya. Tapi apa bisa ya? Aku jadi ragu sendiri! Bagaimana caranya? Apa aku tidak terlalu munafik dan sombong?"


“Isyana kamu cantik, kamu masih muda, kamu punya point nomer tiga dan nomer 1. Sekarang sempurnakan point nomer duamu! Jangan sepertiku, hargaku yang memang menjadi OB!” tutur Tuti lagi memecut Isyana.


Terdengar seperti merendah, tapi sebenarnya Tuti ingin memberitahu Isyana kalau Isyana lebih banyak kesempatan dan semangatnya harus lebih dari Tuti.


“Ih kamu kok ngomong gitu, sih! Kamu juga berharga kok. Tanpa kamu orang akan kalang kabut nggak ada yang bersihin! Kamu tetap berharga, Tuti!” jawab Isyana Tuti mengira jadi rendah diri.


“Aku dari kecil memang tidak sekolah Sya. Apa kamu tahu? Aku kejar paket juga pakai uangku sendiri hasil kerja jualan di pinggir jalan, panas, hasil nggak menentu sering digeruduk satpol pp. Impian terbesarku aku bisa kerja di ruang AC dan pakai seragam. Terus gajian tiap bulan. Jadi bisa mandiri dan bekerja seperti sekarang adalah pencapaian terbesarku"


"Itu gambaran kecil. Cakupan orang berbeda- beda. Begitu dengan kamu, kamu punya latar belakang dan kemampuan lebih dari aku. Kamu pasti bisa juga capai apa yang kamu ingin. Sekarang waktunya buat kamu Isyana. Aku dukung kamu!"


"Jika punya suami lagi, jangan ulangi kesalahan yang sama! Jangan mau direndahkan lagi! Kamu harus sukses dan jadi perempuan yang punya identitas seperti yang kamu bilang!” tutur Tuti menyemangati. 


Isyana menatap Tuti sejenak mereka kemudian merenung. Tuti benar, semangat Tuti juga luar biasa. Meski dia seorang tukang kebersihan dia disiplin dan semangat.


“Aku ingin melanjutkan kuliahku!” tutur Isyana kemudian. 


"Lakukanlah!" jawab Tuti enteng.


"Plak!" Isyana kemudian memukul Tuti.


"Apa sih? Aku mendukungmu dan support kamu, malah?"


"Bagaimana caranya? Uang saja aku tidak punya!" jawab Isyana.


*****


Hehehehe.


Mungkin nggak ya Isyana kuliah dan jadi orang hebat?


Bantu doa ya agar Isyana dapat kembali raih cita- citanya!


Bersambung.  🥰🥰 Lanjut bab 35


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 34"