Istri yang terabaikan Bab 163

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


163 Bukan anak Nakal


Seperti matahari yang tetap diam, terserah kemana awan dan hujan bergerak. Terkadang menutupinya dan terkadang membiarkan dia menampakan dirinya pada bumi sahabat terkasihnya. 


Yang pasti Matahari kini ingin cepat membubarkan awan gelap yang menghalangi sinarnya menjadi hujan. Agar semua lega dan kembali terang. 


Akan tetapi, mau hujan ataupun terang, bumi selalu tersenyun. Matahari mau datang atau tertutup awan, bumi terus berputar.


Sebab baik hujan ataupun terang selalu membawa kesan dan cerita sendiri untuk dikenang. 


Tidak bisa dihubungkan, dan disamakan. Hanya Binar dan Isyana yang tahu rasanya. Yang pasti hari ini Isyana seperti dipermainkan oleh keadaan. Cukup banyak eneregi yang dikeluarkan, menahan sabar dan mengolah otak agar tetap jernih melangkah benar.  


“Gimana sih? Kok dimatiin?” gumam Isyana. Lalu mengetik pesan ke Binar. 


“Kok dimatiin? Nggak bisa dibicarakan lewat wa mas, harus ngobrol!” ketik Isyana. 


“Y tngg!” jawab Binar singkat.. 


“Ok!” jawab Isyana . 


Isyana kemudian sedikit lega. Dia hanya perlu bersabar. Binar kan selalu begitu saat dirindukan dia menghilang, tapi nanti sekalinya nongol langsung mengerahkan tenaga dalam menyerang membabi buta. Apa mungkin orang kaya sesibuk itu. Isyana kan juga masih belum bisa menebak, Binar itu aslinya receh dan ngeselin atau galak dan diam. Tapi Isyana suka keduanya.


“Huuuft!” Isyana menghela nafasnya dan memilih mencharge hpnya tapi tetap menyala agar nanti bisa puas telponan sampai malam.


Nomer Bu Wira Isyana blokir sementara. Daripada Isyana balas ngomel, menyakiti, bikin masalah dan dosa.


Toh Bu Wira nggak tahu, Isyana sangat kesal tapi tak kuasa melawan untuk saat ini. 


‘”Teteh kenapa?” tanya Dina melipat bukunya. 


Dina sudah selesai mengerjakan Prnya. Rupanya Dina diam- diam dengar dan memperhatikan Isyana. 


“Teteh masih nggak nyangka, Teteh sedih dan kesal, mertua teteh masih terus salahkan Teteh kuliah, Din!” jawab Isyana curhat, 


“Mantan mertua, Teh! Mantan!” jawab Dina bawel.


Dina kan kesal ke Lana, sampai ke ubun- ubun, dengan mata kepala Dina sendiri, Dina tahu pasti Lana itu seperti kelainan jiwa, mengingkari dirinya sendiri. Waktu itu mengatai Isyana dan tanya Isyana hamil anak siapa? Tapi sekarang kebalikaya. Dina yang anak kecil saja langsung kesal. 


Isyana pun mendengus. 


“Ya,” 


“Ya udah nggak usah diangkat, Teh! Nggak usah diladenin! Jauhi aja mereka!” jawab Dina. 


“Walau bagaimanapun, dia nenek anakku, Din! Dia juga dulu sahabat ayahku. Dia baik ke aku, kita pernah satu keluarga!” jawab Isyana. 


“Kalau baik, nggak bikin orang lain kesel. Teh. Kalau Dina mah ogah angkat telepon orang kek dia lagi!” jawab Dina. 


Isyana hanya diam. Dina tidak tahu siapa Bu Wira. Isyana masih ingat, Bu Wira tadi mengancam Binar akan dilaporkan ke polisi. Hal itu yang membuat Isyana gelisah melebihi apapun. 


“Kamu nggak ngerti, sih!” jawab Isyana. 


Isyana memilih meninggalkan Dina dan mengambil minum, setelah itu menunggu Binar telpon dan menghabiskan waktunya mengerjakan tugas kuliahnya. 


Akan tetapi ponsel Isyana amleng. Padahal Isyana terus memeriksa dan mengeceknya.


“Sudah jam 10, katanya mau telpon?” gumam Isyana kesal. 


Binar katanya mau telpon tapi nggak telpon- telpon. 


“Ihhhh...” keluh Isyana.


Rasanya sesesak ini ternyata, saat sedang butuh dan ingin seseorang tapi tak tersampaikan. 


Isyana kemudian telpon Binar lagi, tapi dirijek lagi. 


“Dia kenapa sih? Apa ingkar janji? Dia ketiduran kah? Atau gimana?” gumam Isyana jadi khawatir dan negatif thingking. 


Sungguh hal yang paling menyakitkan dalam sebuah hubungan adalah diabaikan. Apalagi saat kita berharap dan ingin dia ada di dekat kita, akan tetapi malah jauh tanpa kabar.


Binar tidak memberitahu apa alasan rijek.


Lebih dari sekedar ingin memberitahu ancaman Bu Wira dan bercerita, Isyana butuh Binar yang menenangkanya. Isyana rindu Binar. Isyana ingin dengar suara Binar.


“Kenapa aku jadi memikirkanya dan ketergantungan gini sih? Kenapa aku merasa aku mengandalkanya dan ingin berlindung padanya sih? Jadi kesal sendiri kan? Aku kan khawatir denganya? Ihhh...,”


Isyana jadi uring- uringan sendiri, ternyata sesakit ini saat Isyana coba menelpon lebih dulu tapi dicuekin. Sebelumnya kan Isyana terus dikejar dan jual mahal.


Sekarang hidup isyana terpaku pada ponsel gegara Binar. Ya, sesuai kata Binar, dengan sendirinya hal yang Isyana terus tunggu ponsel menyala ada panggilan dari Binar. 


Saking emosinya Binar terus rijek panggilan, Isyana sampai menitikan air mata. 


"Hiks... hiks....," keluh Isyana selalu benci dengan emosinya sendiri yang tidak bisa dikendalikan kalau sudah rindu.


“Kenapa aku begitu mengandalkanya. Apa benar dia itu hanya mempermainkan aku, aku hanya ingin telpon saja tidak bisa? Bagaimana bisa aku begitu khawatir dirinya dan menggantungkan harapan padanya? Sadar, hubungan ini masih seumur jagung” lirih Isyana melawan geloranya yang menggebu karena rindu.


Akhirnya memilih merebahkan tubuhnya. 


Sepuluh menit berlalu, Isyana terlelap. Tapi kemudian Isyana dibangunkan suara ketukan dan panggilan.


Isyana bangun dan mempertajam pendengaranya. 


“Apa ada yang bertamu?” gumam Isyana.

Isyana bangun dan duduk. 


Ketukan kaca itu terdengar lagi. Bukan dari depan tapi dari samping. 


Isyana mendadak merinding. Seseorang mengetuk jendela kamarnya. 


“Hoh..., siapa?” gumam Isyana. 


Ketukan itu terdengar lagi. “Apa ada hantu? Nggak hantu nggak ngetuk kan?” gumam Isyana. jantungnya berdebar kencang.


Isyana akhirnya turun dari kasurnya. Dengan nafas yang memburu, dan mengerjapkan matanya yang setengah sadar Isyana memberanikan diri membuka tirainya. 


Begitu tirai dibuka, Isyana langsung membelalakan matanya. 


“Ataghfirulloh!” gumam Isyana langsung menutup tirainya lagi. 


“Dasar gelo!” batin Isyana benar- benar jantungnya seperti diajak perang. 


"Ini aku nggak mimpi kan?" gumam Isyana jadi ingin gebugin orang.


Hp Isyana kemudian berbunyi. Binar menelpon. 


“Katanya mau ngobrol!?” tanya Binar to the point dengan suara recehnya tanpa dosa.


“Ya nggak gitu juga caranya Mas? Ngapain? Ini udah malam?” jawab Isyana gemas.


“Udah cepetan keluar!” jawab Binar lagi.


“Ini udah jam setengah 11 Mas, nggak baik!!” jawab Isyana menolak kalau ngobrol malam- malam. Meski di kota Isyana kan memegang ajaran tata krama.


“Bentar aja!” 


“Mas, Mas Daddynya Putri lho!” tegur Isyana menyadarkan Binar. 


“Tau... aku Daddynya Putri yang paling tampan, udah cepet keluar! Penting!” 


“Tapi janji nggak usah aneh- aneh” 


“Aneh- aneh gimana? Tadi katanya mau ngobrol penting?” 


“Ya lewat telpon kan bisa?” 


“Udah jangan bertengkar cepat keluar. Nanti semakin malam lho!” jawab Binar.


Isyana diam meski masih agak pening karena baru saja terlelap tapi dibangunkan, Isyana, mau tidak mau keluar.  


“Ya, aku ke depan!” jawab Isyana


“Jangan!” cegah Binar cepat 


“Kenapa jangan?” jawab Isyana mendelik, kan aneh. Terus kalau nggak ke depan gimana mau ketemu.


“Lewat belakang aja!” jawab Binar lagi. 


“Mas jangan gila deh!” jawab Isyana semakin kesal ke Binar. 


“Udah... ikutin aja kata Mas!” jawab Binar. 


“Mas... kita bukan anak nakal yang pacaran umpet- umpetan. Kaya nggak tahu adab?” jawab Isyana. 


“Iya, tahu! Udah ikutin aja! Mas udah di depan pintu dapur!” jawab Binar lagi. 


“Hm...Ya!” jawab Isyana.


Mau tidak mau akhirnya manut.  Binar sudah di depan.


Isyana benar- benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Binar. Sampai Isyana berfikir ini mimpi. Bisa- bisanya ditelpon nggak mau angkat, malah Binar datang padahal sudah lewat jam 9. 


Isyana keluar kamar, ternyata lampu depan, lampu tengah sudah nenek matikan.


Hanya kamar Isyana yang nyala. Sebab Isyana tadi kan tidak berniat tidur. Isyana hanya berniat merebahkan diri karena kesal. 


Meski merasa ini tidak sesuai dengan akal sehatnya, Isyana buka pintu belakang.


Binar benar- benar di depanya dan langsung mengeluarkan senyum tengilnya. Sama kaya Putri kalau lagi centil. Ah entahlah mereka berdua memang sangat mirip. 


Senang tapi Isyana jadi geram. Kenapa Binar selalu membuatnya begitu.


“He... boleh aku masuk?” tanya Binar melirik ke dapur yang kemarin dijadikan tempat mereka masak bersama. 


“Kalau nenek dan Dina bangun gimana Mas? Apa kata mereka? Tahu kelakuan Mas?” jawab Isyana masih berfikir waras. 


“Ya udah makanya jangan berisik!” jawab Binar melangkah masuk meski Isyana belum mengijinkan. 


Binar nyelonong masuk dan duduk di dekat kompor. Entahlah, Binar tidak risih dan jijik, padahal dapur Nenek tak begitu luas, alasnya saja masih asian bukan keramik.

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 163"