Istri yang terabaikan Bab 159

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


159 kencan itu apa


Isyana tetap berada di posisinya mencoba setenang mungkin. Bu Wira sejauh ini selalu baik pada Isyana, dan tidak ada ajakan yang membayahakan, jadi Isyana tidak ada alasan mengusir atau menolak.


Apalagi Bu Wira adalah orang yang selalu menyelamatkan Isyana dulu, jika Lana hendak kasar. 


“Ya sudah tidak usah dipikir, ayo dimakan!” tutur Bu Wira mempersilahkan Isyana makan. 


Isyana mengangguk dan makan. Sekitar setengah porsi Isyana makan spageti, dari arah pintu masuk berlari seorang gadis manis dan imut yang sangat familiar. 


“Mommy!” panggil Putri berlari ke Isyana. 


“Hhh...,” Bu Wira pun mulai menampakan muka aslinya, mengeratkan giginya dan sorot matanya meredup kesal menatap gadis secantik Putri yang tanpa dosa. 


“Sayang...,” jawab Isyana senang bukan main putri cantiknya datang. Putri cantik yang selalu sweet dan posesif. 


Putri langsung gelendotan di kaki Isyana. 


Bertemu Putri, rasanya seperti melihat Binar. Pria tampan yang terus membuat Isyana melayang dan gemetaran.


Ya, setelah tahu sifat asli Binar, Isyana yakin, Putri adalah fokopian bapaknya. Anak perempuan kan memang biasanya mirip bapaknya, sweet dan posesif.


Beberapa detik lalu, Isyana dan Binar kan baru saja membahas Putri. Putri dan Bu Dini tidak ada yang tahu, kalau Binar bahkan sudah membayangkan menghamilii Isyana dan memberi Putri adik yang banyak. 


Seteelah Putri masuk di belakangnya terdengar suara hak sepatu tidak terlalu tinggi tapi menimbulkan bunyi khas perempuan yang tak kalah anggun dan matang dengan Bu Wira, siapa lagi kalau bukan Bu Dini. 


“Lhoh... Ses Mutia? Kapan sampai kota B? Nggak kabar- kabar?” sapa Bu Dini ramah dan manis. 


Bu Wira sebenarnya sangat kesal tapi Bu Wira memaksakan tersenyum pada rivalnya itu. 


“Baru kok!” jawab Bu  Wira. 


“Boleh gabung?” tanya Bu Dini. 


“Oh ya... silahkan, silahkan!” jawab Bu Wira terpaksa. 


“Mommy kenapa tidak kasih tahu, Putri mau kesini, Putri kangen! Kan kalau kasih tahu bisa bareng!” celetuk Putri bermanja. 


Isyana tersenyum membelai rambut indah Putri. 


“Maaf, Nak, tadi kita juga buru- buru! Ya sudah, Putri mau pesan apa? Biar dipesankan!” tutur Isyana. 


“Seperti biasa Mom!” jawab Putri polos. 


“Gleg” 


Isyana menelan ludahnya dan melirik ke Bu Wira, dan pas kebetulan sekali Bu Wira juga sedang menatapnya. Yah, ketahuan, Isyana spagetinya saja masih sisa banyak. Isyana tahu tempat itu karena kencan dengan Binar dan Putri. 


“Iya Sayang!” jawab Isyana. 


Sementara Bu Dini menatapnya tersenyum. 


Isyana pun memanggil waitres memesan makanan kesukaan Putri, Pizza dengan keju terbaik yang gurih, lalu daging dan jagung manis, tomate dan capsium. Ya kenal dengan Isyana, Putri diaarkan suka sayuran. 


Bu Wira dan Bu Dini sampai terbengong saat Isyana memesan detail pizza untuk Putri. “Nggak usah sama saos cabainya ya Mbak, keju aja,!” 


“Iya Nyonya!” 


“Minumnya jus strawbery sama air mineral!!” tambah Isyana lagi. 


Waitres mencatat dengan baik dan undur diri. 


“Thank you Mommy!” ucap Putri sweet ke Isyan. 


“Yas!” jawab Isyana mencium puncak kepala Putri yang wangi. 


“Putri mau duduk!” ucap Putri lagi. 


Spontan Isyana sedikit menunduk dan hendak mengangkat Putri untuk duduk di dekatnya. 


“Eeeeh stop! Stop!” tegur Bu Wira murka. 


Sontak Putri langsung menoleh takut, begitu juga Isyana langsung melepas cengkeraman tanganya dari bahu Putri. 


“Kamu bisa naik ke sofa sendiri kan? Tantemu itu sedang hamil, ada adik bayi di perutnya. Kamu berat! Jangan repotkan tantemu!” hardik Bu Wira ke Putri. Bu Wira sangat tidak suka, Putri dekat- dekat dengan Isyana. 


Bu Dini langsung tersinggung dan  memberi kode Putri untuk mendekat. Puntri langsung menciut, bahkan matanya berkaca- kaca. Apalagi penyebutan kata, tantemu, oleh Bu Wira begitu tajam. 


Isyana yang lihat ekspresi Putri langsung tanggap. 


“Maafkan Isyana, Mah. Putri nggak salah, Isyana nggak apa- apa, kok, Putri nggak berat!” jawab Isyana membela Putri. 


“Isyana, kamu ini gimana sih? Ibu hamil itu nggak boleh angkat- angkat beban berat, kamu harus utamakan anakmu ketimbang anak orang lain? Dapat apa memangnya kamu?” omel Bu Wira. 


Putri pun semakin mendekat dan berpegangan erat ke Bu Dini, bahkan Putri mulai terisak menitikan air matanya tanpa suara. Putri masih kecil tapi paham, arti anakmu dan ank orang lain. Putri paham dirinya anak Mommy Tiara, bukan anak yang lahir dari Mommy Isyana. 


Isyana sendiri langsung speechless, untuk pertama kalinya Isyana melihat mertuanya yang manis lembut dan dia jadikan panutan kasar ke balita imut dan manis seperti Putri. Isyana melirik ke Putri, rasanya teriris, entah kenapa, Putri yang disakiti tapi Isyana yang sakit. 


“Maah... maaf bisa lembutkan suaranya, Isyana tidak pernah memilih anak orang atau anak Isyana, Mah. Tidah ada yang membahayakan. Isyana bisa mengukur kekuatan Isyana!” jawab Isyana akhirnya melawan BU Wira. 


“Ses Mutia benar, Isyana, ikuti saja katanya, maafkan cucuku, Ses,” lerai Bu Dini bijak tetap tenang tanpa emosi. 


Bu Dini kemudian menoleh ke Putr, mengambil tissu dan menyeka air matanya. 


“Say sory ke Oma Mutia, Sayang. Jangan nangis, everything ist oke, kok! Hummm,” tutur Bu Dini lembt. 


Putri pun menatap Bu Wira dengan tatatapan benci dan takut. 


“Iam sorry Oma. Putri tidak akan bahayakan dan repotkan Tante Isya!” tutur Putri lembut. 


“Ehm.. ya!” jawab Bu Wira. 


Suasana yang tadinya hangat dan manis jadi berubah, tegang. Isyana jadi tersentak seperti tidak rela dan sakit saat Putri mengatakan Tante Isya. Isyana suka dengan panggilan Mommy yang tersemat dinamanya. Apalagi kini, Isyana benar menyadari perasaanya pada Daddynya Putri. Hati Isyana sudah terpaut dengan Binar. 


“Good job, Cantik, sit down in here, sama Oma sini, kita tunggu makanan datang ya!” tutur Bu Dini mencairkan suasana. 


Bu Dini kemudian menatap ke Bu Wira. 


“Oh ya... Ses Mutia dengar- dengar di kabupaten Rimba, ada kebanjiran ya...? itu masuk wilayah kabupaten yang di bawahi Mas Wira bukan yah?” tanya Bu Dini mencairkan suasana. 


Isyana dan Putri jadi diam menyimak, sementara Bu Wia kembali berusaha mengatur emosi dan tenang. 


“Iyah... Papanya Lana sudah cek ke sana.” 


“Oh... ngeri ya? Aku lihat di tivi, kok bisa sampai airnnya gede gitu? Apa sebabnya ya?” 


“Yah masyarakat jaman sekarang susah diatur!” jawab Bu Wira. 


“Iya sih, budaya membuang sampah pada tempatnya memang harus dari diri sendiri setiap warga, perlu ada sanksi tegas untuk yang buang sampah sembarangan!” imbuh Bu Dini. 


“Papanya Lana sedang mengusulkan aturan itu,” jawab Bu Wira lagi. 


“Putri, kalau buang sampah pada tempatnya ya!” imbuh Isyana mengembalikan mood Putri agar tidak takut. 


“Iya .Mom.. tan- te!” jawab Putri lirih dan melirik ke Bu Wira, ternyata Putri masih takut.  


“Tapi, sebanding dengan menjaaga sungai  tetap bersih, penegakan hukum, perlindungan alam, agar menjaga hutan tidak gundul dan dibangun banyak pabrik dan perumahan juga penting, Ses! Iya kan?”  tanya Bu Dini mulai menyindir Bu Wira yang kabarnya mau buka PT di pegunungan daerah tempat ayahnya Isyana. 


“Oh ya, tentu!” jawab Bu Wira lagi. 


“Dengar- dengar Bu Wira mau buka pabrik yah? Itu bener nggak sih?” tanya Bu Dini lagi semakin tajam. 


Isyana mulai menangkap aura tidak sehat di kedua perempuan ini. 


“Putri... Mommy mau ke kamar mandi, mau ikut?” tanya Isyana menyela. 


Putri mengangguk, lalu mereka pergi, dan kini tinggal Bu Dini dan Bu Wira. Berbeda dengan Tuan Priangga yang tenang, Bu Dini sama seperti Binar, rasanya geram. 


“Tau darimana Ses?” tanya Bu Wira. 


“Hanya dengar, benar atau enggak?” jawab Bu Dini. 


“Saya tidak tahu, itu urusan suamiku,” jawab Bu Wira cerdas. 


“Oh... ya.!” Jawab Bu Dini. 


“Saya yakin, Mas Angga sudah kasih tahu kan? Tentang Binar dan Lana, saya berharap hubungan kita tetap baik, Ses. Kalian tidak ingin kan Binar dipenjara?” tutur Bu Wira mulai mengancam. 


“Lhoh... hubungan kita memang baik kan?” jawab Bu Dini.


“Cucumu masih kecil dan polos, dia pasti tahu ajaran orang tuanya. Isyana itu bukan Mommynya!” tutur Bu Wira yang berarti menegaskan agar Bu Dini menjauhkan Putri dari Isyana. 


Bu Dini paham dan tersenyum. 


“Oh itu... itu perkara anak kecil, terserah mereka, Isyana juga terlihat nyaman? Tapi kalau Ses Mutia tidak nyaman, nanti kuberitahu Putri!” jawab Bu Dini. 


Bu Dini sesuai instruksi suaminya diminta mengalah dulu, sebab posisi Binar sedang gawat. Sebelum Tuan Priangga menemukan senjata balik diminta mereka mengagungkan keluarga Hanggara dulu.


“Aku percaya kamu nenek yang bijak!” jawab Bu Wira. Bu Dini pun tersenyum. Lalu mereka saling diam. 


**** 


Di kamar mandi. 


“Apa Oma itu, Mamahnya Mommy?” tanya Putri cerdas, kalau di belakang panggil Isyana Mommy. 


Isyana menggeleng. 


“Kenapa Mommy panggil dia Mah?” 


“Karena dia baik sama Mommy, dia juga ingin Mommy panggil dia begitu,” jawab Isyana asal, Isyana mau menjelaskan tentang mantan mertua agaknya terlalu rumit.  


“Oh.. apa dia baik? Kenapa menurut Putri jahat?” jawab Putri jujur. 


“Dia baik, dia hanya terlal sayang sama Mommy dan adik bayimu ini? Nanti kalau Putri sudah kenal Oma, juga Oma baik,” jawab Isyana lagi. 


“Oh gitu? Tapi Mommy tetep jadi Mommynya Putri kan?” 


“Iyah...,” jawab Isyana tersenyum. “Sudah nggak usah bahas Oma.. Putri kangen Daddy nggak?” tanya Isyana. 


“Kangen, banget!” jawab Putri. Isyana tersenyum, dalam hati, Mommy juga. 


“Kita telpn Daddy ya!” ucap Isyana.


“Kata Oma Daddy sibuk, hanya bisa ditelpon setelah maghrib!” jawab Putri jujur. 


“Gleg” Isyana jadi menelan ludahnya. Sibuk apaan setiap saat dan setiap detik Binar mengirim kata meesum terus ke Isyana. 


Sebenarya kata Putri, adalah rangkaian aturan Bu Dini agar Putri sekolah fokus, tidur siang dan mengaji, baru pegang hp dan telpon Daddynya. 


“Mommy coba telpon ya!” ucap Isyana. 


Isyana pun memencet tombol video dan diloudspeaker. Binar bahagia sekali, Isyana duluan yang mengajak video callan. Binar yang sedang di hotel, dia baru saja berkumpul dengan temanya dan ternyata disuguhi arak. 


“Hallo Sayang? Udah nggak sabar dipeluk aku yah? Kita kencan besok yah!” tanya Binar keras dan spontan. 


Tentu saja Isyana langsung menyeringai dan mematikan panggilanya. 


Putri di samping Isyana sempat lihat benar itu Daddynya, Putri kemudian menoleh ke Isyana. Isyana  jadi gelagapan. 


“Kencan itu apa? Kenapa dimatikan? Kan Putri belum ngomong sama Daddy?” tanya Putri polos. 


“He....” jawab Isyana tersenyum. 


“Ponsel Mommy lowbat, nanti saja telpon Daddy yah. Pesanan pizzanya seprtinya udah jadi, kita ke depan yuk!” ajak Isyana. 


“Oke!” jawab Putri, untung Putri manutan sama Isyana. 


“Dasaaar Mas Binar gelooo, bahaya, kalau Putri tanya ke Bu Dini kaya waktu itu tanya suami itu apa? Harusnya aku wa dulu sedang bersama Putri,” gumam Isyana dalam hati sambil bawa Putri ke depan.


****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 159"