Istri yang terabaikan Bab 154

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


154 Mode Serius.


Meski jual mahal dan kabur dari Binar, tapi dada Isyana mengembang sempurna, bayi Isyana juga bergerak aktif. Sepertinya bayi Isyana memberi dukungan Daddy barunya dan ikut bahagia seperti Isyana. 


Iya setiap kali Binar menggombali Isyana, Isyana dibuat kesal tapi kemudian tersanjung. Tidak bisa dijelaskan, tapi Isyana jadi terus terngiang dan mengingat semua kata Binar. 


“Huuhhh... apa iya dia Tuan Aksa Daddynya Putri? Memang aslinya dia seperti ini? Atau dia yang berubah karena ditinggal Bu Tiara? Ah entahlah,” batin Isyana senyum- senyum sendiri berjalan menuju ke kelasnya. Tidak sadar Isyana yanh buat Binar berubah bukan Bu Tiara tapi dirinya.


**** 


Binar segera pulang menemui Ibunya. 


Di taman balkon lantai dua rumah Binar, Bu Dini duduk anggun di kursi bulat.


Di atas meja tersaji satu teko cantik teh dan dua cangkir untuk dirinya dan putraya nanti. Tidak lupa satu piring kecil scones coklat.


Di sekeliling Bu Dini terdapat beberapa tumbuhan rambat menggantung subur dan indah, peninggalan Bu Ara yang membuat suasana sejuk di taman itu. 


Bu Dini pun menikmati secangkir teh sambil menunggu Putranya. Begitu Binar turun dari mobil, Bu Dini bisa jelas melihat Putra tampanya, termasuk sedikit lebam di sudur bibir Binar.  


“Hhhh.... apa aku salah berdoa ya Tuhan? Kenaapa semakin tua, Binar malah semakin bodoh, ngapain dia berantem lawan Lana? Aku bersyukur doaku terkabul, putraku cepat move on, bahkan sangat cepat. Dia tidak terjebak dalam duka yang menyiksa. Tapi kenapa dia malah gali lubang masalah begini?” batin Bu Dini. 


**** 


“Mamah dimana, Mbak?” tanya Binar ke asisten rumah tangganya. 


“Di balkon Tuan!” 


“Ok!” jawab Binar. 


Binar pun segera naik ke balkon menuju ke ibunya. 


“Mamah mau kesini kok nggak kabar- kabar, Mah?” tanya Binar langsung.


“Hhhh...,” Bu Dini hanya menghela nafas dan meletakan cangkirnya. 


“Mamah kenapa?” tanya Binar peka ibunya tampak menatapnya serius. 


“Kenapa kamu nggak dengerin kata Mamah?” tanya Bu Dini tegas dengan raut kecewa.


“Dengerin apa Mah?” tanya Binar merasa semua hal yang dia lakukan itu benar. 


“Dulu yang bilang Isyana tinggal di rumah ini bakal undang masalah siapa? Yang bilang Isyana hamil itu bisa bikin masalah siapa?” tanya Bu Dini langsung menohok ke Binar. 


Ya Binar yang dulu anti Isyana. Jelek- jelekin Isyana dan ingin Isyana tidak hadir di tengah mereka.


Binar menelan ludahnya malu, rasanya seperti sedang dikuliti ibu kandungnya sendiri. 


“Kenapa bahas masalalu sih, yang udah ya udah sih Mah! Maaf!” jawab Binar dengan wajah kusutnya dan keningnya mengkerut. 


“Kamu habis menemuinya dan bersamanya kan?” 


“Ehm... ya emang kenapa? Bukanya mamah seneng Binar sama Isyana?” jawab Binar lagi. 


“Mamah kan sudah bilang, jaga jarak dulu! Sabar dulu, tunggu dulu!” tutur Bu Dini mengadili. 


Binar semakin dibuat keki oleh ibunya sendiri. Niatnya mau minta dilamarin malah dimarahin, untung Isyana nggak jadi ikut, kalau jadi ikut kan tengsin. 


“Apa susahnya menahan?” imbuh Bu Dini lagi. 


“Mamah itu sebenarnya ngomong apa sih Mah? Bukanya mamah dukung Binar menikah dengan Isyana, kenapa kalau Binar dekat dengan Isyana, kok malah mamah marah sih?” jawab Binar lagi. 


“Kan mamah sudah bilang, jaga jarak dulu, apa susahnya menjaga jarak dulu!” jawab Bu Dini. 


Binar mendeesah kesal dan mengulum lidahnya. Bu Dini tidak tahu bagaimana tersiksanya Binar menahan deguban jantung yang menderu selalu ingin dekat Isyana.


Selama ini Binar bersusah payah menyembunyikan perasaan seperti menahan bom jangan sampai meletus, mana bisa jauh-jauh. Apalagi sekarang sudah pernah rasa manis dan hangatnya Isyana bisa kelabakan Binar.


Yang ada Binar selalu ingin nekad berbuat lebih. Tapi kan Binar tidak mungkin jawab itu ke Ibunya. 


“Putri nangis dan ngambek ingin bertemu denganya!” jawab Binar membela diri dan modus pakai nama anaknya. 


“Dulu katamu, Putri anak Binar, Binar bisa kendalikan Putri, bisa dong kamu kasih pengertian ke Putri, atau kamu bisa temukan Putri dan Isyana baik- baik tanpa bikin masalah!” jawab Bu Dini kembali membalikan perkataan Binar dulu yang sombong dan tidak suka Putri dekat- dekat Isyana. 


Binar jadi semakin tersinggung dengan ibunya sendiri. 


“Mamah apa- apaan sih, Binar jatuh cinta sama Isyana, Binar nggak bisa jauh- jauh dari Isyana!” jawab Binar menggebu dan nekad, akhirnya terang- terangan ngaku, bukan Putri yang saja yang butuh Isyana, tapi Binar. 


“Hhhhhh...,” Bu Dini menghela nafas sambil memijat keningnya. 


Binar jadi tersinggung. 


“Binar duda, Isyana janda. Nggak ada yang salah kan? Binar menghargai perasaan Tiara selama ini, itu sebabnya dulu Binar jaga jarak!” jawab Binar lagi. 


Bu Dini hanya diam menatap Binar dan membatin. Ternyata menghadapi Binar SMA dan menghadapi Binar dewasa lebih merepotkan saat dewasa, harusnya semakin dewasa lebih waras dan mandiri tapi malah sebaliknya. 


Bu Dini tidak menjawab, tapi langsung mengambil ponselnya dan menunjukanpesan Bu Wira ke Binar. 


Bu Dini kemudian duduk bersedekap dan bersandar di kursi menatap putranya yang sedang dimabuk cinta dan menunggu responya. 


Binar tampak mengeratkan rahang dan menajamkan matanya, kemudian menaruh ponsel mamahnya sambil tersenyum kecut, ingin menghardik Bu Wira dan keluarganya. 


“Mamah senang Binar, kamu tidak larut dalam kesedihan. Mamah tahu, Isyana sangat meyayangi Putri, begitu sebaliknya. Mamah juga tahu wasiat Tiara padamu. Mamah juga tahu Putri butuh Isyana, tapi jangan lupa siapa yang kamu hadapi!” tutur Bu Dini tenang. 


"Mereka benar- benar kacang lupa kulitnya, seharusnya aku lempar saja dia ke jurang kemarin! Mati aja sekalian!" balas Binar kesal.


Bu Dini yang dengar semakin menggelengkan kepala.


"Kenapa kamu memukulnya sampai seperti itu? Apa yang terjadi?"


"Lana itu ingin Isyana kembali padanya.Padahal kan Lana sendiri yang udah ceraikan Isyana. Dia jelek- jelekin Binar Mah!"


"Tapi seharusnya jangan dengan kekerasan!"


"Binar nggak mau kehilangan Isyana Mah!"


"Apa rencanamu? Kamu lihat kan apa yanh mereka lakukan?" tanya Bu Dini.


Bu Wira dan Lana licik mau serang Binar.


"Binar akan hadapi. Binar nggak bisa jauhi Isyana!" jawab Binar lagi menggebu.


Bu Dini menghela nafasnya lagi. Anaknya benar- benar berubah sekarang.


"Papamu masih berupaya damai dan meminta Bu Wira membatalkan rencana melaporkanmu ke polisi! Tapi Papa minta kamu jauhi Isyana dulu!" tutur Bu Dini lagi.


"Nggak!" jawab Binar tegas.


"Bukan melepas, menjauh sementara!"


"Nggak bisa. Lagian Papah ngapain sih usaha damai segala. Dia udah siksa Isyana selama jadi suaminya. Apa apaan dia mau ambil Isyana lagi, nggak! Isyana milik Binar sekarang!" jawab Binar lagi


"Oke kalau itu mau kamu. Mamah ke sini hanya ingin kamu mempertimbangkanya. Keluarga kita tidak pernah berselisih dengan mereka, tapi kalau ini pilihanmu. Kalau kamu memilih cara kasar begini. Bersiaplah! Siapkan taktikmu. Kamu harus lebih cerdas dari mereka!" jawab Bu Dini meski sempat menghakimi tetap mendukung.


"Lagian kenapa sih mereka. Mereka sendiri yang ceraiin Isyana, tapi mereka yang musuhin kita!" jawab Binar lagi.


"Kata Papah, Tuan Wira sempat bilang mau beli saham Pak Yosua!" jawab Bu Dini memberitahu.


Setelah berbagi kehangatan dan energi dengan suaminya semalam, Tuan Priangga dan Bu Dini sempat bercengkerama membahas keluarga Tuan Wira.

Tuan Priangga tahu berapa gaji Tuan Wira sebagai pejabat, tahu juga berapa penghasilan Lana dan Tuan Wira di Suntech. Tapi Tuan Wira seperti hampir melebihi Tuan Priangga pencapaianya.


"Oh ya?" tanya Binar kaget.


"Katanya Lana juga mau bangun pabrik di kota B. Di kampung ayah Isyana," sambung Bu Wira lagi.


"Pabrik? Pabrik apa Mah? Hebat banget?" jawab Binar mulai curiga.


Bu Dini menggelengkan kepalanya.


Belum mereka melanjutkan percakapan, Saka menelpon Binar. Binar kemudian pamit ke kantor.


"Oke. Pesan mamah jangan gegabah. Kamu harus hati- hati. Biar Mamah yang jemput Putri," tutur Bu Dini


"Ya Mah!" jawab Binar.


****


Binar pun segera ke kantor menemui Saka. Saka melaporkan semuanya.


"Tuan Darren juga ikut ke Lana?" tanya Binar syok.


"Ya Tuan. 3 klien kita beralih ke Pak Lana!" jawab Saka.


"Haisshh, kurang ajar. Apa maunya?" gumam Binar.


Sekarang Binar baru tahu Lana serakah. Sangat serakah.


"Bagaimana Tuan? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Saka.


"Oke nggak masalah, Lana masih bekerja di naungan Suntech. Setidaknya tetap menguntungkan Papah. Kita bisa cari pelanggan lain!" jawab Binar legowo.


"Tapi Tuan Hanggara marah kecewa pada tim kita Tuan!" jawab Saka.


"Nggak usah khawatir. Aku kenal siapa Papahku. Dia hanya berusaha bersikap profesional di depan kalian!" jawab Binar santai.


"Sepertinya Pak Lana juga ingin menjatuhkan reputasi anda Tuan. Dia membahas anda dan Bu Isyana di meja rapat!" adu Saka lagi.


Mendengar itu Binar tidak marah atau takut, Binar malah tertawa masam. Menurut Binar hal itu justru tragis dan memprihatinkan.


"Tidak profesional sekali dia urusan perempuan dan pribadi di bawa ke tempat kerja, memalukan," gumam Binar.


"Jika semua pelanggan kita lari, kita bisa merugi Tuan!" sambung Saka.


"Nggak usah khawatir. Kita bisa dapatkan kontrak kerjasama yang lebih besar. Jika jangkauan Lana hanya merebut pasar kita. Aku akan tembus pasar internasional. Kamu cukup lihat aku!" jawab Binar penuh tekad.


Jika sudah berada di mode serius dan keluar wajah garangnya Binar, Saka pun tak berani membantah. Semustahil apapun, jika Binar berani sesumbar, Saka percaya Binar juga bergerak menuju ke sana.


"Ya Tuan!" jawab Saka.


"Selidiki tentang Tuan Atmadja!" tutur Binar kemudian.


"Bukankah beliau ayah Nyonya Isyana?" tanya Saka pernah ingat nama itu saat Binar meminta Saka mencari tahu jatidiri Isyana.


"Ya!"


"Apa hubunganya Tuan?"


"Lana mau bangun pabrik di sana! Mamah curiga pabrik apa itu dan dari mana sumber dananya?" jawab Binar.


"Baik Tuan!"


"Cari tahu kenapa Tuan Atmadja menjodohkan Isuana dengan Lana!"


"Ya Tuan!"


"Lana melaporkanku ke polisi." tutur Binar lagi.


Sontak Saka kaget.


"Polisi?"


"Kita harus punya senjata buat serang balik dia!" jawab Binar lagi.


Saka pun menganguk tidak menyangka.


"Atas tuduhan apa melaporkan anda Tuan?" tanya Saka.


"Aku memukulnya!"


"Wah banci sekali?" jawab Saka tidak mengira, bagi pria adu jotos seharusnya perkara biasa kenapa sampai dibawa ke polisi. Toh mereka sama- sama sehat.


"Cari tahu semua tentang Lana, termasuk perempuan yang dia ajak takziah ke rumahku. Selidiki semua usaha yang keluarga Hanggara punya!" titah Binar lagi.


"Siap Tuan!" jawab Saka.


Binar pun mengeluarjan laptopnya. Meski ke kantor sudah selepas dzuhur, jika Binar sudah berniat dan mengeluarkan jurus seriusnya Binar akan menjadi manusia yang tidak kenal lelah dan sangat fokus.


Sekitar 3 jam Binar berkutat dengan Laptop.


Binar kemudian menelpon Saka.


"Kumpulkan semua kepala divisi sekarang. Kita meeting!" jawab titah Binar.


Hari itu Binar pun lembur sampai malam di kantor.


****


"Kok tumben dia nggak berisik sih? Katanya aku harus prioritasin hp. Giliran aku pantengin hape dia nggak wa. Issh dasar!" gumam Isyana di duduk di depan tv menemani Dina yang sedang belajar.


Hari kemarin kan Binar memborbardir Isyana dengan rayuan.


Sejak Isyana kabur dari Binar, Binar tidak menghungi Isuana lagi. Isyana yang sudah sering dikerjai Binar jadi kangen.


"Teteh kenapa manyun- manyun sendiri?" tanya Dina.


"Ehm!" dehem Isyana gelagapan. "Manyun gimana? Enggak kok!" jawab Isyana tersipu ketahuan galau.


"Teteh nggak ada tugas kuliah?" tanya Dina lagi.


"Udah teteh kerjain!" jawab Isyana.


Padahal sebenarnya masih ada, tapi Isyana mulai merasa gelisah saat Binar tidak menghubunginya. Isyana jadi tidak fokus.


"Ya udah sini bantu Dina teh. Tugas Dina banyak banget! Pusing Dina!" ucap Dina cerdas mau memanfaatkan kakaknya yang nganggur dan gabut.


"Yeeey," Isyana mencebik kesal. "Baru sekolah sehari oge, ngeluh. Katanya pengen sekolah. Kerjain sorangan ih!" jawab Isyana ngomel.


"Teteh Maaah. Daripada teteh nganggur! Mending bantu Dina geh. Dapat pahala atuh Teh," jawab Dina nggak mau kalah.


"Nggak teteh lupa, masih aya kene tugas Teteh!" jawab Isyana


Daripada dikerjain Dina mending ngerjain tugas sendiri. Isyana kemudian ke kamar

****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 154"