Istri yang terabaikan Bab 152

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


152.Anak Nakal


“Bangun!!!” teriak Lana mendendang Mika yang masih meringkuk tertidur. Sejak kemarin Mika terbaring di lantaidan terkurung.


“Aaaakkh,” mendapat tendangan kasar, Mika terbangun dan teriak menahan sakit. Mika tersadar dan mencoba membuka matanya perlahan.


“Nggak usah manja kamu! Jangan repotkan aku! Bangun!” bentak Lana lagi menyeret Mika untuk bangun. 


“Aaaaakh... ampun Mas! Sakiiit!” teriak Mika lagi meringis, menahan sakit


“Ini hukumanmu karena membohongiku. Mika!” bentak Lana lagi mehempaskan Mika di atas kasur. 


Lana menjadi seperti psikopat, dia sangat benci ke Mika karena membohonginya, tapi dia juga menangis sendiri tidak tega. 


“Ampun Maas, ampun. Aku melakukan ini karena aku ingin bersamamu!” lirih Mika, Mika berusaha bangun dan memohon ke Lana. “Maafkan aku Mas!”


“Plaak!” Lana menampar Mika lagi sampai Mika mengeluarkan darah dan terjatuh tak berdaya. 


“Seharusnya kamu tahu Mika, aku benci dihianati dan dibohongi!” omel Lana lagi. 


“Maaf Mas, aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Aku ingin jadi satu- satunya untukmu!” lirih Mika lagi terus berusaha. 


“Tapi kamu merepotkan! Kamu benalu tidak tahu malu! Kamu tidak seperti Isyana yang memuaskanku!” jawab Lana mengatai Mika kasar.


Lana tidak suka dibantah, semakin dibantah semakin Lana marah. 


Mika pun tercekat menitikan air mata, merasa sangat sakit mendengar hinaan Lana. Dulu saja Lana bilang Mika perempuan yang pantas untuk Lana karena selalu ada setiap Lana sedih dan merasa Mika sederajat. Sekarang setelah Isyana cantik, dan bersinar Lana berbalik. 


Jika Isyana dulu dimaki dan dipukul diam, jadi Lana tak memukulnya berkali- kali. Mika berbeda dengan Isyana bahkan sekarang ketika Mika sudah tak berdaya otak Mika terus bergerak dan berfikir memberontak mencari cara melawan. 


“Maafkan aku Mas... aku janji aku akan melakukan apa yang Isyana lakukan, tapi tolong maafkan aku!” sambung Mika lagi. 


Lana tersenyum sinis. 


“Keluar dari kamarku dan bergabunglah dengan pembantu!” usir Lana 


Ya dulu Isyana juga berbeda kamar dengan Lana untuk beberpa saat.  Demi tidak merasakan sakit pukulan, Mika bersedia.


Bedanya, jika dulu Isyana patuh dengan penerimaan dan niat tulus, kali ini Mika patuh dengan berniat licik dan menyelamatkan diri. 


“Baik, Mas!” jawab Mika. 


“Cepat!” usir Lana lagi dengan kasar menyeret Mika. 


“Ijinkan aku mengambil pakaianku!” tutur Mika. 


Bukanya menjawab, Lana membuka lemari dan menghamburkan pakaian Mika lalu melempar ke Mika kasar. 


“Bawa semuanya! Pembohong. Benalu!” umpat Lana. 


Mika hanya menerimanya dengan mengeratkan rahangnya, sambil menahan perih dan pedih. Tanpa melipatnya, Mika memasukan pakaianya ke koper dan menyeret kakinya menuju ke kamar tempat Isyana dulu tinggal. 


Isyana dulu baik ke para asisten rumah tangga sehingga saat Lana marah ke Isyana, ART langsung menolong Isyana walau diam- diam. Jika Mika sekarang, asisten rumah tangga hanya menjadi penonton dan merutuki nasib Mika. 


“Siaalan....Aku harus pergi dari rumah ini! Aku tidak mau di sini! Kenapa aku baru sadar kalau Lana itu monster. Aku tidak mau mati berdiri di tanganya!” gumam Mika menyentuh luka di wajahnya. 


Mika baru menyadari kesialanya


Mika pun membersihkan kamarnya yang jauh lebih sempit meski sekujur tubuhnya terasa ngilu. Mika merasa harus bertahan dan mencari cara. 


Mika yang seorang mahasiswa hukum kemudian mengambil ponselnya dan memotret semua lebam di tubuhnya. 


Sementara Lana yang sudah diobati pergi bersama Arbi. Entah kemana hanya mereka yang tahu. 


**** 


Di rumah Binar. 


Kata orang, cinta itu membawa kekuatan. Saking semangatnya ingin menemui Isyana dengan dalih mengantar Dina. Sesuatu yang biasanya dan seharusnya dilakukan Saka atau anak buah lain, pagi ini Binar memilih mengubah jadwal pertemuanya dengan klien dan mendahulukan mengurus Dina. 


“Morning Sayang...,” sapa Binar ke Putri. 


Jika biasanya Binar membangunkan Putri jam 6 pagi, hari ini Binar membangunkan Putri jam 5 pagi. 


“Emmmmpt....,” Putri pun hanya menggeliat malas karena masih ngantuk. 


“Hey... wake up, Baby!” tutur Binar lagi memaksa Putri bangun mendudukan Putri yang masih memejamkan mata.


“Daaaddy...,” Putri yang tidak terbiasa jadi mengucek matanya kesal. 


“Bangun Nak. Kita ke rumah Mommy Isya gimana? Oke kan?” rayu Binar ke Putri. 


Putri masih duduk diam bingung dan mengumpulkan kesadaran, menatap Daddynya. 


“Ayo mandi, siap- siap. Kita ke rumah Mommy ya!” sahut Binar lagi memaksa. 


“Ke rumah Mommy?” tanya Putri sambil menguap, akhirnya mulai konek. 


“Iya kita ke rumah Mommy Isya, Sayang! Putri senang kan?” tanya Binar lagi bersemangat, kali ini semangatnya melebihi Putri. 


Putri mengangguk, karena mataya masih sayup dan baru bangun tidur, Putri hanya berespon mengangguk dan tersenyum, tidak ceria seperti biasanya.


Putri kemudian menggeliat lagi. Binar merentangkan tanganya menggendong Putri menuju ke kamar mandi. 


Ternyata satu kemajuan Binar, Binar sudah menyiapkan alat mandi Putri lengkap dengan seragam sekolahnya. Jika tas sekolah dan bekal, tugas mbak Nik.


Setelah mandi, Putri baru ngeh dan sadar. 


“Daddy kapan menikahnya sama Mommy? Kenapa Mommy Isyana tidak tinggal di sini saja? Putri ngantuk!” gerutu Putri. 


“Nanti kamu tanya sama Mommy ya. Kalau Daddy siap kapan saja, tapi kan Mommymu yang minta nanti!” jawab Binar malah meracuni Putri. 


"Hmm oke!"


Setelah Putri siap, Binar pun megajak Putri turun. 


Mbak Nik dan yang lain jadi kelabakan. Biasanya kan sarapan jam 06.30 bisa lebih, paling cepat jam 06.15. ini baru jam 05.45 pagi, Putri dan Binar sudah siap, sarapan belum matang.


“Sarapanya belum matang ya Mbak?” tanya Binar sampai memeriksa ke dapur. 


“Maaf Tuan baru ada telur mata sapi, sebentar lagi matang!” tutur Mbak Nik meminta maaf, ART lain tidak ada yang berani menghadapi Binar.


“Ya sudah nggak apa- apa, nanti saya sarapan di luar, masukan telur mata sapinya ke bekal makan Putri saja!” titah Binar. 


“Tapi baru telur Tuan!” tawar Mbak Nik.


“Nggak usah bantahh. Kerjakan!” ucap Binar tegas. 


Mbak Nik menelan ludahnya tidak berkutik, dan segera membungukus telur mata sapi. 


Binar menarik cepat bekal Putri dan langsung pamit. Binar memakai mobil muatan banyak seperti biasanya. 


“Kita nggak breakfast dulu, Dad?” tanya Putri. 


“Kita breakfast di rumah Mommy, minta Mommymu masak yang enak ya!” jawab Binar. 


“Tapi aku tidak mau makan sayur nenek yang kemarin, aku mau kerupuk aja!” jawab Putri. 


Binar hanya tersenyum, apapun terserah Putri yang penting Putri dukung Binar, Binar juga dukung Putri. 


Binar semangat pagi- pagi sekali ke rumah Isyana sebab sejak semalam Isyana belum juga membalas pesan Binar yang banyak sekali. Padahal dulu saat voice mailan dengan Putri Isyana gercep. Tapi semenjak Binar yang mengirim atas nama Binar sendiri Isyana lola balasnya. 


Karena masih sangat pagi, Binar sampai di rumah nenek lebih cepat.


Sayangnya sesampainya di rumah nenek, Isyana dan Dina malah berpapasan dengan mobil Binar sedang jalan pagi belum mandi apalagi siap- siap. 


“Itu Kak Dina dan Mommy, Dad!” pekik Putri. 


Binar pun segera menghentikan mobilnya, membuka kacanya cepat dan teriak memanggil Isyana, kesal. 


“Isyana....!” Teriak Binar..


Isyana tampak seperti berhenti tapi Dina dan Isyana malah kaya orang bingung. 


“Kaya ada yang manggil Teh!” ucap Dina. 


“Siapa ya?” tanya Isyana menoleh kanan kirinya tidak ada orang. 


Binar jadi kesal. 


“Isyana....!” panggil Binar lagi 


Isyana dan Dina berhenti lagi. 


“Kaya suara Mas Binar bukan sih? Tapi sepagi ini mau ngapain? Mana orangnya?” tanya isyana.


Isyana dan Dina tidak mencurigai mobil yang ada di belakang mereka di seberang jalan. Isyana hanya menoleh ke beberapa orang di samping kanan kirinya. 


Akhirnya Putri ikut andil. 


“Moommyyy!” teriak Putri, 


Barulah Isyana dan Dina yakin kalau mereka tidak salah dengar. Isyana dan Dina barulah mengedarkan pandangan lebih jeli. 


“Oh itu, mobilnya Teh! Di ditu, tah!” sahut Dina akhirnya melihat Binar melambaikan tangan. 


Dina dan Isyana kemudian saling pandang, heran sendiri, Binar pagi sekali ke rumah Isyana. 


Binar pun tampak putar balik dan meminta Isyana dan Dina naik ke mobilnya. Melihat Isyana masih pakai daster tidur dan Dina juga baju tidur jadi mendengus kesal.

Bisa – bisanya Binar sudah berdasi, wangi, bahkan Putri dipaksa mandi pagi, Isyana malah masih santuy. 


“Putri... pagi sekali Nak, udah cantik, siapa yang ikat rambutmu?” tanya Isyana ke Putri. 


Rambut Putri diikat masih agar berantakan. 


“Daddy! Daddy membangunkanku masih petang. Putri kesal, rasanya masih ingin tidur lagi!” jawab Putri polos dan jujur. 


Isyana dan Dina saling pandang dan melirik ke Binar yang tampak manyun menahan kesal dicueki. 


“Ehm... ehm...,” dehem Isyana. 


Isyana memang tipe perempuan yang tidak kecanduan gadget, karena dia tahu jadwal kuliah siang, begitu bangun tidur, sholat beraktivitas lalu jalan- jalan pagi bersama Dina. Sebab perut Isyana bertambah besar. Isyana tidak mau rebahan terus, Isyana mau sehat. 


“Emm... kalau boleh tahu, ada apa gerangan ya? Kok pagi banget? Apa di sekolah Putri ada kegiatan?” tanya Isyana hati- hati. 


Isyana malah ingat kemarin, Putri mengigau ingin tunjukan ke teman- temanya kalau Putri punya Mommy. 


Binar tidak menjawab malah menikung tajam belok ke gang rumah nenek. Binar ngambek. 


“Putri turun dulu sama Kak Dina ya!” ucap Binar cerdas, hanya di mobil tempat Binar bisa berduaan dengan Isyana leluasa. 


Dina melirik Isyana, Isyana menelan ludahnya. Siap- siap nih, untung bukan mobil pintu dua. Isyana aman duduk di belakang. 


"Ayo Putri ikut Kak Dina!" tutur Dina cerdas.Dina kan tauan banget. Putri dan Dina pun turun dari mobil. 


Kini di mobil tinggal Binar dan Isyana berdua.


“Ada apa ya Mas?” tanya Isyana hati- hati.


Binar masih terlihat murung dan kesal. Tapi karena Isyana panggil Binar mas, hati Binar sedikit mengembang. Binar kemudian membalikan badan, masih dengan ekspresi marah menatap Isyana. 


“Kamu tidak sadar apa kesalahanmu?” tanya Binar. 


“Aku?” tanya Isyana tidak mudeng, “Salah?” 


“Haiiissshh,” desis Binar gemas. Isyana tidak merasa salah padahal sudah cuekin pesan Binar banyak.


Isyana menelan ludahnya heran sendiri. Binar aneh. 


“Mulai sekarang jadikan ponsel prioritasmu!” ucap Binar poseesif dan memaksa dengan wajah ngambeknya.  


Isyana jadi mendelik, bukanya kebalik, hidup nyata harus lebih prioritas. 


“Kenapa begitu?” tanya Isyana polos. 


Binar menggigit bibirnya gemas lagi. 


“Apa kau lupa, sekarang ada aku. Kecuali kamu mau tinggal di rumahku sekarang, baru kamu tidak usah banyak- banyak lihat hp!” sambung Binar lagi memposisikan mereka sudah berhubunhan dan ingin dijadikan prioritas.


“Ehm...,” Isyana berdehem lagi. Mereka kan belum jadian kenapa Binar mulai terdengar mengatur dan posesif. 


“Dengar tidak?” tanya Binar. 


“Ya...,” jawab Isyana pasrah.


Sebenarnya Isyana ingin jawab, ngapain kamu ngatur- ngatur aku, tapi karena ekspresi Binar terlihat seram, Isyana jadi tidak bisa mengutarakan itu dan pasrah saja. 


“Kenapa wa-ku tidak dibalas?” tanya Binar lagi. 


“Maaf aku ketidurran,!” jawab Isyana asal.


Isyana ingat semalam Binar kirim pap. Tidak tahu sekarang sudah disusul pesan yang banyak.


“Memang pagi ini ngapain aja. Kenapa nggak diliat?” tanya Binar lagi. 


“Aku tidak terbiasa pagang hp pagi- pagi,” jawab Isyana lirih dan menunduk.


Isyana berasa diadili dan disidang pacar yang galak.  


“Mulai sekarang dibiasakan, settiap bangun tidur liat hapemu!” titah Binar lagi. 


“Ehm...,” dehem Isyana agak keberatan, “ya!” jawab Isyana akhirnya.


“Siapkan sarapan untukku dan Putri! Setelah itu bersiap antar Dina!” ucap Binar lagi. 


Mendengar perintah Binar sebenarnya Isyana gatal ingin bertanya, bisa- bisanya Binar minta sarapan. Tapi kata mengantar Dina lebih menarik. 


“Mengantar Dina kemana?” tanya Isyana.


“Apa kamu lupa, Dina segera haruss segera sekolah dan mengejar ketertinggalan!” tutur Binar kali ini mulai kembali lembut. 


“Oh... jadi Dina jadi sekolah?” 


“Haissh, ya jadi Sayang. Kamu pikir aku main- main,” jawab Binar lagi. 


“Ehm... terima kasih. Anda baik sekali! Semoga Tuhan membalas kebaiakan Mas Binar berlipat ganda!” jawab Isyana sopan dan hati- hati. 


“Ck!” Binar berdecak keras, kesal lagi dan menatap Isyana.


Isyana jadi kaget. 


“Aku tidak ingin balasan dari Tuhan, aku ingin balasan dari kamu!” ucap Binar.


“Hoh?” 


“Kamu pikir ngapain aku melakukan ini?” 


“Kemarin katanya kan Tuan, ehm.. masksdunya mas Binar nggak suka orang putus sekolah, Mas Binar tulus kan? Kenapa sekarang jadi aku?” 


“tapi nggak gratis juga!” 


“Terus. Apa artinya aku berhutang?” 


“Ya iya. Masa nggak ngerti?” tanya Binar kesal. 


Isyana sungguhan tidak tahu, ngebeleng dan bingung sendiri, mungkin karena belum sarapan. 


"Aku harus bayar berapa? Kapan?"


"Sekarang!"


"Sekarang?"


"Hah bagaimana bisa?" tanya Isyana gugup.


“Bilang I love you Mas Binar aku mau jadi istrimu! Cepat!” ucap Binar akhirnya tanpa tahu malu memaksa. 


“Hoh!” pekik Isyana bergidik. Binar terlihat kekanakan.


Belum Isyana bilang, Putri yang sedari tadi menunggu berteriak kesal, kenapa daddy dan Mommynya malah di mobil. 


“Cepat!” tutur Binar memaksa.


Isyana menelan ludahnya kesal dan illfeel sendiri ke Binar. 


“Cepar!” paksa Binar lagi. 


“Ya! Ai... ,” ucap Isyana terbata. 


Binar mengangguk menunggu. Isyana jadi gelagapan. Kenapa bilang I Love you harus ditekan begini.


"Ayo lanjutkan!"


“I love you Mas Binar, iya aku mau jadi istrimu!” jawab Isyana cepat karena terpaksa, tapi kemudian mencebik. 


“Bagus... mulai sekarang jangan berhubungan dengan lelaki manapun kecuali aku, ayuk turun. Anak kita sudah tidak sabar!” jawab Binar tersenyum puas dan berlenggang.  


Isyana hanya memicingkan matanya heran sendiri.


Isyana kemudian turun masuk dan segera bersiap.


Isyana juga menyampaikan ke nenek dan Dina, hari ini Dina langsung mulai sekolah. 


Pagi ini sebagai wali dari Dina setelah mengantar Putri, Isyana dan Binar mendampingi Dina ke sekolahnya. 


***** 


Di rumah Binar. 


“Kok sarapanya masih utuh, Mbak Nik?” Bu Dini yang rindu Putri dan ingin mendapat konfirmasi dari Binar sudah sampai di rumah Binar. 


Bu Dini memang detail, teliti dan titen. Bahkan Bu Dini bisa tahu hanya dengn membuka tudung saji makanan kalau anak dan cucunya tidak sarapan di rumah. 


“Tadi pagi, Tuan dan Non Putri berangkat pagi- pagi sekali, Nyonya!” jawab Mbak Nik. 


Bu Dini pun mendelik. 


“Pergi kemana?” 


“Tuan dan Nona pakai seragam sih!” jawab Mbak Nik. 


“Hhhhhh,” Bu Dini pun hanya menghela nafasnya. Sepertinya Binar beneran tidak sabaran, gumam Bu Dini. Bu Dini tahu pasti anak nakalnya ke rumah Isyana.

****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 152"