Istri yang terabaikan Bab 150

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


150.Bu Wira mengadu.


Isyana kaget bukan kepalang kalau disuruh ikut. Mobil Binar kan hanya bisa untuk berdua, memang mau ditaruh dimana? 


Melihat keterkejutan Isyana, Binar tersenyum senang. Ketahuan kan Isyana melamun. 


“Nggak! Bercanda, Nek. Pertemuannya, sepertinya sampai malam. Dina juga, kalau Binar pikir lagi nggak usah ikut, besok aja kalau udah acc Binar jemput. Sini kubawa aja ijazahnya biar nanti diurus Saka!” tutur Binar ngeprank. 


Sontak saja Isyana langsung cemberut dan mendengus kesal, untung ada nenek, Isyana menampung kesalnya di dada aja. Coba kalau tidak, jebol pertahananya, melayang sendalnya. 


“Oalah... itu Dina nanti siap- siap beneran lho!” jawab nenek menghela nafasnya. Tega banget Binar php Dina.


“Ya nggak apa- apa. Barangkali mau jalan- jalan Nek. Kan di dekat balai kota ada pameran umkm,” jawab Binar 


Ya memang ada acara di alun- alun dekat nenek biasa jualan, malam ini acara pembukaanya. Nenek tahu itu.


Itu sebabnya Binar mau datang ke balaikota. Ikut menjadi tamu undangan meresmikan. 


Kalau nenek dagang pasti daganganya laris, sayang nenek malah jatuh. 


“Emang iya Nek ada pameran?” tanya Isyana malah tidak tahu,Isyana kan beberapa hari ini nggak ikut jualan. 


“Iya... makanya nenek belanja banyak itu, tadinya nenek pikir mau jualan, ya sudah bukan rejeki!” jawab Nenek bermuka sedih.


Isyana jadi ikut seding.


“Ya udah biar Isyana sama Dina aja yang jualan Nek!” sahut Isyana spontan keceplosan,Isyana ingin bantu Nenek.


Tentu saja Binar yang dengarv Isyana mau jualan, langsung pasang muka garang. 


“Ehm... ehm...,” dehem Binar memberi kode. 


Nenek menoleh tapi belum paham. 


“Berapa banyak yang nenek beli memang Nek?” jawab Binar. 


“Nggak banyak sih, tapi biasa nenek beli 4 kg terigu, ini nenek beli 6 kg. Tempe sama tahunya juga, biasanya beli 50 nenek beli 100,” jawab Nenek. 


“Oh segitu? berapa harganya?" tanya Binar lagi.


"Total 300 ribu, nggak apa- apa.Nak!" jawab Nenej tersenyum kecut bagi nenek uang segitu lumayan


"Binar ganti Nek!" tutur Binar.


"Nggak usah nggak apa- apa biarin aja. Nanti taruh di kulkas kan bisa! Tepung kan awet!" jawab Nenek lagi.


"Gini aja Nek. Isyana nggak usah jualan, tapi dimasak aja sekarang. Aku yang beli dengan harga dua kali lipat, gimana? Sekalian Binar bawa buat teman- teman Binar! Tapi Isyana yang masak!” jawab Binar melirik ke Isyana. 


“Hoh!” pekik Isyana kaget.


Binar tersenyum licik lagi dan mengangkat alisnya. Isyana pun mendelik manyun.


Sebenarnya Binar tidak ingin buat Isyana lelah, tapi Binar mulai posesif tidak mau Isyaa kelayapan malam- malam. 


Nenek jadi bingung sendiri, lama- lama diperhatikan Binar dan Isyana sering saling tatap dan lempar pandang sembunyi- sembunyi.


Naluri nenek peka sekali, Nenek pun membatin, kelau mereka berdua bukan hanya diam- diam suka tapi seperti sudah ada hubungan. 


“Aku bantuin. Undanganku jam 8 malam. Masih ada satu setengah jam lagi kan?” tutur Binar lagi dengan cepat sambil melirik jam tanganya. 


Isyana jadi mengusap tengkuknya. “Kena lagi deh,” batin isyana. 


“Tapi aku lelah, ada tugas kuliah yang harus kukerjakan,” jawab Isyana beralasan.


"Ck. Tadi katanya mau jualan?” sahut Binar. 


“He.. maaf tadi lupa,” 


“Sayang lho, nenek udah beli tempenya banyak, bisak busuk besok, udah masak aja yuk, kerjain tugasnya ntar!” sahut Binar lagi setengah memaksa. 


Isyana melirik Nenek. 


“Sebagaian tempenya memang ada matang besok ada yang sudah agak lama. Masak yang sudah agak lama saja jangan semuanya!” sahut nenek malah mendukung Binar. 


Binar tersenyum, menang lagi. 


“Iya Nek,” jawab Isyana patuh.


Waktu habis dikatain Bu Wira Isyana banyak dimanjakan Nenek sampai nenek, kelelahan. Tuduhan Bu Wira tak terbukti, nyatanya Isyana tetap sehat. Isyana pun berfikir tidak mau manja lagi, harus mengganti uang nenek agar tidak merugi. Isyaana bersedia mengeksekusi bahan- bahan yang sudah dibeli. 


Isyana kemudian ke bekalang.


Binar tidak mau tinggal diam ikut Isyana. Saat bertemu Dina yang sedang mengobrak abrik lemari, Dina pun dibuat bingung. Kok Tuan Aksa malah ke dapur?


Nenek kemudian masuk dan menceritakan , kalau Binar ngeprank. 


“Nggak apa- apa dandan aja Din. Nanti kamu ikut antar makanan aja!” sahut Binar tidak ingin buat Dina kecewa. 


“Ya... Tuan!” jawab Dina. 


“Sudah ketemu semua berkasnya?’” tanya Binar. 


“Belum,” 


“Susun dulu, jangan lupa akta kelahiranmu, biar Mas Saka besok nggak repot melengkapi!” tutur Binar lagi. 


“Nek akta Dina dimana?” tanya Dina panik tanya nenek. Yang simpan akta Dina, kan nenek, akhirnya nenek dan Dina disibukan mencari akta kelahiran Dina. 


Binar nyusul ke dapur menemani Isyana. Dapurnya tidak terlalu besar tapi terjeda ruang jemuran dan sumur jadi agak jauh dari kamar Dina. Binar kan senang jadi berduaan sama Isyana. 


Isyana tampak berdiri menghadap meja mengupas bawang putih


“Duduk, nggak pegel apa kakinya, perutmu kan berat,” bisik Binar memberikan bangku ke Isyana. 


“Ehm...terima kasih.” Jawab Isyana mendadak merinding di dekati Binar.


“Aku kan udah bilang, jangan jualan lagi, jangan ngamen lagi, bawel banget sih dibilangin!” tutur Binar lembut menghadap Isyana. 


“Jadi Mas suruh aku masak, biar aku nggak jualan? Sebenarnya nggak sungguhan mau beli? Terus mau buat apa ini?” tanya Isyana manyun. 


Binar garuk- garuk kepala ke Isyana, ada senang karena Isyana sudah panggil Mas, tapi masa Isyana nggak tahu kalau Binar mau berduaan dan nggak rela Isyana bekerja keras di malam yang dingin. 


“Ya kan kamu tetap jualan, tapi aku yang beli. Impas kan sesuai maumu. Makanan ya dimakanlah. Banyak nanti yang bisa makan ini, masakanmu kan enak. Makanya kubayar dua kali lipat. Udah cepat masak!” jawab Binar lagi sambil menatap Isyana lekat.


“Ehm....,” dehem Isyana.


Di tatap sedekat itu. Diperlakukan seperti itu Isyana pun jadi gemetaran. Isyana yang sedang mengupas bawang, tanganya jadi salah sasaran dan melukai ujung jarinya. 


“Aaaak,” pekik Isyana lirih. 


Binar pun langsung melihatnyaa. 


“Haiiissssh,” desis Binar melihat Isyana ceroboh. 


“Kamu gerogi aku temani?” tanya Binar. 


“Nggak! Biasa aja,” jawab Isyana tersipu dan segera bangun mencuci ujung jarinya yang lecet terkena ujung pisau.


“Kasih tahu aku harus ngapain? Biar ku bantu,” ucap Binar menoleh, matanya terus mengikuti Isyana dan tidak lepas dari memperhatikanya. 


“Saya bisa sendiri, sudah sana ke depan saja,” jawab Isyana mengusir.


Isyana seharian ini terut diuntit Binar. Isyana ingin bergerak bebas, tapi Binar seperti perangko, nempel terus maunya. 


Bukanya pergi Binar malah mengangkat ujung bawah kaos berkerah mahalnya itu. 


“Aaaakh, stop!” pekik Isyana sontak menutup matanya. 


“Haissshhh...” desis Binar tetap membuka kaosnya. Lalu meletakanya di jemuran. 


Isyana tetap posisi berbalik menutup mukanya dengan tangan beberapa saat. 


“Buka tanganya, nggak usah GR, aku nggak mau bajuku bau bawang makanya kulepas!” jawab Binar kemudian duduk dan mengambil alih tugas Isyana yang tadi pegang pisau mengupas bawang putih. 


Isyana pelan- pelan membuka tangannya dan kembali mendekat. Binar masih memakai kaos dalam yang tertutup, tapi press body.


Isyana menelan ludahnya, damage pria macho begitu nyata ada di depanya. Lengan gempal dan tonjolan otot dadanya tercetak sempurna. Entah, apa Binar sengaja memancing Isyana dan pamer tubuh atau tulus membantunya.  


Binar duduk di bangku dengan satu kakinya diangkat, lalu memegang pisau dan mengupas bawang. Entah lah, meski hanya melakukan hal sekecil itu, Binar tampak keren. Isyana jadi gugup dan menelan ludahnya. “Sabar- sabar, jangan tergoda”. Batin Isyana.


“Ngupas seberapa? Bumbunya apa aja?” tanya Binar memecahkan lamunan Isyana. 


Isyana ketangkap basah lagi sedang memperhatikan Binar. 


“Bengong terus, naksir yah? Bilang aja kalau iya!” goda Binar. 


“Issshh, nggak!” jawab Isyana lalu cepat- cepat mengambil daun bawang dan mencucinya. 


Binar hanya senyum- senyum dan melanjutkan pekerjaanya, mengupas bawang putih.


“Mana hasil kupasanya?" jawab Isyana berbalik.


"Ini!" jawab Binar memberikan.


"Biar kulembutkan. Ini dipotong- potong ya!” tutur Isyana berani memerintah. 


Binar pun dengan senang hati mengikuti arahan Isyana. 


“Iya, Mommy,” jawab Binar percaya diri memanggil Isyana Mommy.


Isyana hanya mendengus, meski masih tersipu, tapi sehari full digombali, Isyana mulai terbiasa. Karena pisau sudah dipegang Binar, urusan iris mengiris Binar. Isyana membuat adonan. Lalu di depan kompor. 


Tidak Isyana sadari, lambat laun Isyana sudah tidak kaku lagi dengan Binar. Isyana sudah tak peduli lagi siapa Binar. Yang ada mereka bekerja sama membuat gorengan yang harusnya Nenek jual di tempat biasa. 


“Enak... ternyata aku bisa masak ya, pasti Putri bangga nih sama aku!’” ucap Binar memakan hasil gorenganya sendiri. 


Setelah urusan iris mengiris selesai, Binar mengambil alih pekerjaan Isyana menggoreng dan meminta Isyana duduk saja. Jadi Binar merasa diirinya yang buat. 


“Ish... Pd, iris- iris doang juga, yang bikin adonanya kan aku,” jawab Isyana. 


“Tapi kan yang goreng aku!” jawab Binar lagi. 


Mereka jadi bertengkar kecil berebut jasa memasak, sampai Binar lupa masih ada yang digoreng, malah asik makan dan berbangga diri.


“Gosong Mas!" ucap Isyana. 


“Ah iya!” jawab Binar segera mengangkatnya. 


Isyana pun tertawa puas, melihat hasil gorengan Binar gosong. 


“Makanya jangan congkak! Gosong kan?” ejek Isyana. 


“Hmm, Yaya..., kan baru pertama jadi wajar” jawab Binar membela diri


“Hhh.. alasan. Habiskan lho ya, yang gosong!” tutur Isyana lagi mengerjai Binar.


Binar pun mendengus, tapi pasrah saja dan tetap dimakan.


Isyana ambil alih menggoreng lagidan mereka bekerja sama.


Sayangnya sama Binar begitu diangkat dimakan terus, jadi adoananya sudah habis dapat gorenganya sedikit.


Selesai menggoreng, selesai juga lapar Binar. Di rumah dan di kantor kan Binar makan makanan sehat, mana ada gorengan bala- bala macam jualanya nenek. 


Tanpa terasa adzan Isya berkumandang. Dina dan nenek sebenarnya sudah selesai dari tadi, tapi mereka hanya berani mengintip karena Isyana dan Binar terlihat akur dan hangat. Setelah suara minyak hilang barulah Dina mendekat. 


“Mana yang harus saya bawa, Tuan?” tanya Dina. 


“Ehm...,” dehem Binar malu tidak menjawab.


Binar duduk bersandar sambil mengelus perutnya kekenyangan makan bala- bala dan tahu isi. 


Isyana menahan tawa. “Inih,” jawab Isyana. 


“Cuma segini?” tanya Dina kaget.


Bayangan Dina ada satu baskom atau nampan, jadi harus Dina yang bawa, kan katanya untuk dibagi ke teman- teman Binar entah teman yang mana? Ternyata hanya dua kresek. 


“Mana berkasmu?” tanya Binar bangun mengalihkan pembicaraan mau kabur karena malu.


“Ada di meja depan, Tuan!” jawab Dina. 


“Berikan padaku!” tutur Binar sambil ke arah kran air, Binar cuci tangan wudzu lalu mengambil kaosnya. 


"Ya!" jawab Dina


Tanpa jadi mengambil gorenganya, Binar melangkah ke depan. Dina pun ikut. 


“Ini uangnya Nek..., berkas Dina, Binar bawa!” tutur Binar berpamitan meletakan uang merah 10 lembar di atas meja dan mengambil map berkas Dina.


“Naak... ini kebanyakan! Lah gorenganya mana?” tanya Nenek. 


“Ambil saja Nek. Saya harus segera ke berangkat pamit ya Nek!” tutur Binar pamit dan menganggukan kepala lalu pergi. 


Dina dan nenek pun berdiri terpaku. Lalu mereka segera balik menemui Isyana yang sedang membereskan sisa masak. 


“Ini gimana ceritanya sih?” tanya Dina bingung.


Di meja tergeletak gorengan dua kresek, tapi nenek dikasih uang 1 juta. Dina dan Isyana juga tidak jadi pergi. 


“Udah..dimakan kita aja!” jawab Isyana. 


“Dia bayar 1 juta Neng!” jawab Nenek. 


Isyana menghela nafasnya dan tersenyum.


“Ya sudah nenek simpan saja. Mas Binar nggak mau Nenek jualan aja sebenarnya! Itubg- itung ini rejeki nenek yang libue jualan sampai sembuh,” jawab Isyana. 


Mendengar Isyana bilang Mas Binar, Dina dan nenek semakin yakin mereka ada hubungan. 


“Teteh pacaran ya sama Tuan Binar Aksa? Jadi udah jadian beneran?” tanya Dina.


“Ehm..., teteh kebelett... misi,” jawab Isyana tersipu dan menghindar. 


“Hooohhh...,” nenek dan Dina kemudian saling pandang tersenyum. Fiks, mereka jadian, batin Dina.


**** 


Di Ibukota. 


Tidak Isyana dan Binar kira, ternyata keluarga Lana melalukan visum atas lukanya. Bu Wira juga membuat aduan ke kantor polisi. Tidak lupa mengirimkan pesan dan gambar ke Bu Dini. 


“Jadi ini, kelakuan Putra terhormatmu, Bu? Menghalalkan segala cara demi mengikuti ego biirahinya? Saya tidak pernah menyangka, Binar seliar ini? Isyana menantuku, apa jangan- jangan kalian sama- sama selingkuh,bagaimana bisa?” tulis Bu Wira ke Bu Dini. 


“Hooohhh...,” Bu Dini langsung meletakan ponselnya dan duduk di sofanya dengan lemas. “Binar apa yang kamu lakukan?” batin Bu Dini. 


“Ada apa Mah?” tanya Tuan Priangga membawa secangkir kopi mendekat ke istrinya. 


Mereka bedua baru saja tiba di kediamanya setelah melakukan kunjungan bisnis ke luar negeri. Itu sebabnya Bu Dini seudah seminggu lebih tidak menjenguk Putri. 


“Binar bikin masalah!” jawab Bu Dini. 


“Masalah apa? Setahu papah, Binar orang yang sangat tenang dan hati- hati!” jawab Tuan Priangga. 


“Siapkan pengacara saja, kita akan berhdapan dengan Mas Wira!” jawab Bu Dini. 


Tuan Priangga pun melotot. 


“Ada apa dengan Mas Wira? Hubungan kita baik- baik saja kan?” jawab Tuan Priangga. 


Bu Dini kemudian memberikan ponselnya dan menunjukan foto Lana yang mukanya lebam. 


“Itu ulah Binar! Lana dan Binar bertengkar!” tutur Bu Dini. 


“Astagah... kenapa bisa jadi begini?” tanya Tuan Priangga. 


“Isyana itu menantu Mas Wira yang di sembunyikan Lana!” tutur Bu Dini lagi. 


Tuan Priangga pun melotot kaget. 


“Isyana istri Lana?” tanya Tuan Priangga. 


“Mantan istri!” jawab Bu Dini mempertegas. 


“Hhhhh,” Tuan Priangga pun hanya bisa menghela nafasnya. “Semoga mereka profesional tidak mencampur adukan urusa pribadi dan bisnis,” gumam Tuan Priangga lirih.


Tuan Priangga kan selama ini memuji kinerja Lana. 


Bu Dini tidak merespon Tuan Priangga dan menelpon putranya. 

****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 150"