Istri yang terabaikan Bab 146

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


146.Mas Binar!


"Hiiiks... hiiiiks....,"


Masih terbaring beringsut di lantai kamar, Mika menangis merintih merasakan perih di kedua sudut bibirnya. Pipi Mika merah lebam karena tangan suaminya.


Bayangan menjadi Nyonya Lana yang indah bergelimang harta, setiap saat bisa staycation kemanapun dia mau, sirna. Semua pudar, melebur berganti pedih dan tangis.


Jika bisa diputar waktunya, Mika ingin terus jadi pacar dan simpanan saja. Mika bebas bergaul dengan siapapun dan tinggal di apartemen yang dibiayai Lana. Lana hanya menemuinya saat dia minta. Tanpa aturan, curiga atau tekanan.


Mika memang sudah banyak menikmati harta Lana selama pacaran. Nafkah Isyana yang dia ambil, apartemen, mobil dan barang- barang lain. Hal itu membuat Mika semakin ingin memiliki Lana seutuhnya.


Mika memaksa meraih lebih, mengusir paksa Isyana dan masuk menggantikanya. Mika menempati kamar Lana, kamar luas dan empuk, tapi kini terasa penuh duri dan ranjau, menusuk pedih di setiap detiknya.


Keserakahan Mika kini berujung penjara. Mika tak bisa bergerak lagi, semua barang itu ditarik Bu Wira. Skripsinya juga sudah melebur kacau.


Perhatian Lana memudar dan menghilang seiring berjalanya waktu. Senyum manis berubah menjadi seringai yang menakutkan. Belai lembut dan penuh gairaah yang Lana beri, kini berubah menjadi sentuhan yang membawa lara.


Setiap detik dan hembusan nafas Mika terasa panas sesak membakar jiwanya menahan curiga dan cemburu.


Semakin hati semakin nyata, cinta Lana untuknya mengikis habis, akan tetapi cinta Lana untuk Isyana semakin kentara.


Kini bahkan tangan Lana tega memukulnya, membuat remuk seluruh tubuh Mika. Sudah begitu Lana meninggalkanya tanpa ampun.


"Kenapa semua jadi begini? Sakit sekali... toloong... hughs... hughs... tolong aku," rintih Mika dalam tangis tapi tak ada yang mendengarnya karena kamar Lana kedap suara.


Entah siapa dan untuk apa seseorang memanggil Lana.


Karena sudah sangat lelah, lamban lauun pupil dan retina Mika menyempit, suara seraknya semakin lembut dan Mika pun memejamkan matanya dengan helaan nafasnya yang pelan.


****


"Kenapa Mommy duduk di sini?" celetuk Putri saat Isyana ikut duduk di jok tengah mobil Binar.


"Ehm...," Isyana berdehem.


Isyana melirik ke Dina tidak ikut, canggung sekali rasanya jika harus duduk nerdua dengan Binar. Isyana memang merasakan, jantungnya berdegub kencang dan serasa ada banyak kupu- kupu menari di dadanya saat berasa di dekat Binar.


Tapi Isyana masih butuh waktu meyakinkan diri, apa yang dia alami, baik, nyata, lalu layak dikembangkan atau tidak.


"Mommy tidak suka di depan!" jawab Isyana cepat.


Sejak tadi dari makam Uti Isyana, Isyana sudah banyak berdebat masalah duduk. Masa sekarang mau kalah lagi. Binar menang banyak bisa pegang- pegang Isyana kalau Isyana di depan.


"Mommy Tiara, duduknya, di samping Daddy, Putri sudah besar di sini! Mommy Isya juga!" celetuk Putri lagi sok memberitahu.


Putri anak kecil, tapi cerewet sekali, seakan diajari Daddynya. Akan tetapi ternyata tidak, karena Binar sendiri terlihat menahan tawa menang, kaget sekaligus bangga, Putri terus membuat Binar menang banyak.


Isyana gelagapan dan melirik Binar yang tersenyum nakal.


"Perut Mommy sekarang sudah besar, Nak. Mommy nyaman duduk di sini. Mommy duduk di sini ya!" jawab Isyana beralasan cepat.


Karena ada Putri, Binar stay kalem, tak ikut campur ikut mengeluarkan akal bulus. Kalau hanya berdua pasti Binar mengeluarkan sejuta jurus agar Isyana duduk di sampingnya.


Putri mengerti dan tak cerewet lagi karena alasan Isyana tentang hamilnya.


Binar pun melajukan mobilnya menuju ke rumahnya.


Seperti biasa, sepanjang jalan Putri menggelendot manja pada Isyana, berceloteh ceria. Putri bercerita detail tentang teman- temanya di sekolah dan apa saja yang dia lakukan.


Binar pun memilih fokus mengemudikan mobil, ssesekali tersenyum melirik ke spion tengah. Isyana manis sekali saat tersenyum menanggapi Putri.


"Kemarin Putri dapat juara mewarnai, Mommy!"


"Oh iya?"


"Iyah!"


"Mewarnai apa?" tanya Isyana


"Fish and flower!" jawab Putri.


"Waah pasti cantik sekali, nanti Mommy lihat ya!"


"Oke...!" jawab Putri.


Putri bangga sekali, menunjukan prestasinya pada Isyana. Isyana selalu, mendengar setiap keluh dan cerita Putri, memberikan senyum penghargaan dan apresiasi atas setiap perkembangan Putri agar selalu semangat dan tak merasa sendiri.


Isyana hadir menjadi suuport sistem yanh baik untuk Putri. Mengambil ruang kosong di hati Putri.


Mereka kemudian menyempatkan belanja di swalayan. Isyana beli beberapa bahan, ada sosis jagung manis, brokoli, wortel, buncis, kacang kapri daun bawang dan juga daging.


Meski berbentuk pizza Isyana tetap ingin ajarkan Putri suka sayuran. Putri pun patuh saja.


Selang beberapa waktu mereka sampai.


Mbak Nik yang baru saja menyelesaikan pekerjaanya tampak melebarkan senyum dan berjalan tergopoh menyambut Isyana.


Binar dan yang lain membuka pintu, turun. Mata Mbak Nik seketika terbelalak melihat ada sedikit lebam di bawah mata dan di sudut bibir Binar.


"Tuan, Non Putri, Mbak Isya?" tutur Mbak Nik matanya tertuju pada wajah Binar.


"Mbak Nik... ayo kita masak!" ajak Putri ceria berlenggang ceria.


"Ayok!" jawab Mbak Nik.


Binar tampak cuek membuka bagasi mengeluarkan belanjaan Isyana. Mbak Nik lalu mengambilnya. Mbak Nik mau tanya tapi takut.


Kalau sudah berkumpul para wanita, Binar jadi serasa tak punya teman. Binar kembali ke mode diam dan berjalan cepat masuk lebih dulu.


Putri sendiri langsung berjingkat dan melangkah ceria masuk ke rumah.


"Tuan Binar wajahnya kenapa?" bisik Mbak Nik ke Isyana sambil berjalan.


Isyana tidak berani menjawabnya.


"Tanya aja sendiri!" jawab Isyana.


"Ih, Mbak Isya... apa terjadi sesuatu? Kok lama banget sampainya sampai lewat waktu dzuhur? Saya kira Mbak Isya nggak jadi kesini!" tutur Mbak Nik lagi penasaran.


Isyana hanya bisa menelan ludahnya, apa yang terjadi di kampung Nenek adalah rahasia. Rahasia Isyana dan Binar.


"Aku selalu usaha penuhi janjiku pada Putri kok, meski telat, udah yuk kita bersenang- senang!" jawab Isyana.


"Hemm, tapi aku penasaran, Tuan Binar kenapa?" jawab Mbak Nik.


"Banyak penasaran urusan orang itu tidak baik!" tegur Isyana.


"Ih, Mbak Isyaa," dengus Mbak Nik.


"Udah yang penting kan aku di sini, ayo masak!" jawab Isyana tersenyum lembut.


"Tapi nggak apa- apa ding kalian datang sore, lebih baik sih. Daripada kalau Mbak Isyana datang tadi pagi ketemu nenek sihir!" jawab Mbak Nik lagi bergumam sambil mulutnya mecuucuu.


"Gleg!" Isyana langsung terdiam mendengarnya.


"Nenek sihir?" tanya Isyana.


"Iyah, Non Jessy dan Non Amanda!" tutur Mbak Nik lagi tanpa ekspresi bersalah.


Mbak Nik tidak tahu, seketika itu wajah Isyana langsung meredup. Rasanya seperti disambar petir, hati Isyana yang sedari tadi mengembang terasa seperti dicengkeram tangan dengan kuat, sesak.


"Siapa mereka?" tanya Isyana.


"Hemmm kasih tahu dulu, kenapa kalian lama datang ke sini?" jawab Mbak Nik cerdas.


Isyana jadi salah tingkah lagi, tidak bisa berkutik, Mbak Nik cerdik.


Meski Isyana mendadak jadi tak bersemangat, lesu. Jadi penasaran siapa Amanda dan Jessy tapi Isyana tetap tidak ingin orang lain tahu tentang rahasianya.


"Nggak ada... tadi kita main di rumah Nenek dulu!" jawab Isyana singkat.


"Oh!" jawab Mbak Nik mengangguk tapi tetap tidak puas.


Mereka kemudian mulai memasak di dapur cantik Bu Tiara. Putri memilih naik ke kursi tinggi dan ikut perhatikan Isyana.


Isyana juga mengajari Putri berebrapa hal, seperti susun masuk- masukin bahan adonan susun toping dan sebagainua.


Semua itu bertujuan, agar Putri menyukai sesuatu di luar gadget. Agar otak kana dan kiri Putri bekerja dengan baik dan gembira.


Akan tetapi semangat Isyana jauh berkurang. Tadinya Isyana janji mau bikin beberapa resep, Isyana hanya fokus buat pizza. Padahal awalnya pizza malah menu kedua.


"Putri tunggu Pizzanya matang, di depan aja ya!" ajak Isyana meninggalkan dapur.


"Lama nggak?" tanya Putri.


"Nggak!" jawab Isyana.


Putri mengangguk lalu ke depan.


Binar sejak tadi belum keluar kamar. Entah kenapa Isyana jadi rindu dan ingin melihatnya.


Tapi apa kata Mbak Nik, terngiang lagi dan buat Isyana badmood.


"Putri mau nonton Prinscess Ana," ucap Putri meminta.


Isyana mengangguk, sayangnya Isyana tidak tahu dimana file dan kasetnya.


"Kemarin Mbak Nik yang bereskan!" ucap Putri.


"Ya udah Putri tunggu dulu ya!" jawab Isyana.


Isyana ke dapur untuk tanya Mbak Nik. Mbak Nik ternyata sedang cuci alat-alat kotor.


"Mbak Nik minta tolong carikan dan setelkan film Princess Anna. Aku nggak tahu dimana?" tutur Isyana.


"Waduh!" jawab Mbak Nik menunjukan tanganya yang penuh dengan busa.


"Udah nggak apa- apa. Ke Putri dulu aja. Aku yang bereskan!" ucap Isyana.


"Beneran?"


"Dikit inih. Daripada Putri ngambek ribet lho!" tutur Isyna.


Mbak Nik mengangguk cuci tangan dan segera keluar. Isyana pun memakai apron dan mulai mengambil spon sabun pencuci piring.


Dengan cekatan Isyana mulai mencuci alat masaknya. Meski hamil, sejak awal Isyana tidak manja.


Kemarin di rumah Nenek, Isyana tidak bekerja karena stress dikatain Bu Wira tidak menomorsatukan anak. Padahal kehamilan Isyana dan bayi Isyana sih baik- baik saja.


Tiba- tiba


"Dheg!" jantung Isyana berdebar keras.


Isyana bisa merasakan ada hembusan hangat di belakangnya dan melewati lehernya. Terulur tangan kekar mematikan kran dari belakangnya. Isyana tahu tangan siapa itu.


Isyana terpaku tak bisa berkata- kata. Tidak masalah kalau dia dilarang cuci piring. Masalahnya, kenapa Binar berdiri sedekat itu, Isyana bisa merasakan kini tubuhnya seperti di kungkung tubuh besar itu, bahkan seperti merapat hampir memeluk.


"Ibu hamil nggak usah capek- capek!" bisik Binar ke telinga Isyana pelan.


"Ehm...," Isyana berdehem.


Risih sekali rasanya, mendadak tubuhnya memanas. Isyana tahu kalau berbalik pasti mereka akan langsung berhadapan.


Isyana memilih diam dan membiarkan Binar pergi. Sayangnya bukanya pergi, malah jelas sekali Binar tampak mengendus kepala Isyana dan menyentuh pundaknya.


Sungguh, tubuh Isyana seperti tersengat listrik. Tapi akal sehat Isyana masih bekerja dengan baik, apalagi ingat nama Amanda dan Jessy. Isyana langsung menangkis tangan Binar dan menghindar.


"Maaf, Tuan. Tolong jaga!" ucap Isyana berbalik badan hendak pergi.


Benar saja, begitu berbalik wajah mereka malah langsung berhadapan. Bukanya pergi Binar malah tersenyum, dan tangan Binar semakin mengungkung Isyana dengan kedua tanganya diletakan ke badan wastafel agar Isyana memagari Isyana.


"Jangan panggil, Tuan. Berapa kali sih aku bilang!" tutur Binar menatap Isyana.


Isyana hanya menghela nafas dan menatap Binar kesal.


"Panggil, Mas Binar!" tutur Binar lagi.


"Ehm...," dehem Isyana berat sekali panggil Binar, Mas.


"Cepat!" tutur Binar semakin mendekatkan wajahnya ke Isyana.


Isyana menjauhkan wajahnya ke belakang, tapi badanya sudah mepet ke badan wastafel jadi sedikit pegal karena punggungnya mentok.


"Tolong jangan begini!" tutur Isyana mengalihkan.


"Kenapa? Aku ngapain emangnya? Ini kan rumahku," jawab Binar santai.


"Kalau Mbak Nik dan pegawai lain lihat, bagaimana? Mereka bisa salah paham dan...?" ucap Isyana terpotong.


"Salah paham gimana?" sahut Binar lagi tambah nakal.


"Saya nggak mau mereka salah berfikir kita ada apa- apa!" jawab Isyana cepat.


"Mereka nggak salah berfikir kok. Di hatiku kan memang ada cinta buat kamu! Kita memang ada apa- apa!" jawab Binar lagi malah menantang.


Tentu saja Isyana jadi gemas, kenapa Daddynya Putri jadi nakal dan agresif begini.


"Tuan!" pekik Isyana.


"Mas!" jawab Binar


"Tolong biarkan saya pergi" tutur Isayana mau menabrak tangan Binar


"Panggil Mas dulu. Kalau nggak kupeluk nih!" jawab Binar mengancam.


"Oke! Mas, tolong jangan begini!" tutur Isyana lirih.


Binar tersenyum dan menurunkan tanganya.


"Gitu dong!" jawab Binar tersenyum.


Isyana pun segera menggeser tubuhnya, akan tetapi, "Brak!"


Begitu Isyana bergeser dari kungkungan Binar, Mbak Nik yang kembali mau cuci piring, syok kaget, malu, dan ingin segera berbalik. Karena gugup, jadi kakinya kesrimpet nabrak pintu.


Binar dan Isyana langsung menoleh.


"Mbak Nik," lirih Isyana langsung gelagapan


"Mau kemana Mbak Nik? Hati- hati kalau jalan!" tanya Binar keras tanpa malu dan sengaja.


Mbak Nik jadi tidak bisa pergi dan menunduk.


"Maaf, Tuan!"


"Selesaikan cuci piringnya. Jangan biarkan dia cuci piring!" ucap Binar lagi memerintah.


Isyana menunduk malu bingung mau ngomong apa.


Mbak Nik pun melirik Isyana dan mengangguk.


"Iya Tuan, Maaf!" jawab Mbak Nik.


Binar kemudian menuang air putih ke gelas yang ada di meja dapur, lalu membawanya pergi dengan santai.


Selepas Binar pergi wajah Isyana langsung merah berkeringat, sementara Mbak Nik langsung melirik Isyana penuh selidik. Mbak Nik pun mendekat.


"Mbak Isya ada main ya sama Tuan Binar?" tanya Mbak Nik to the point.


"Main apa? Nggak!" jawab Isyana cepat.


"Kalau iya, juga nggak apa- apa kok. Aku seneng kalau punya nyonya kayak kamu, Mbak?" jawab Mbak Nik.


"Issh....apaan sih?" desis Isyana wajahnya merona.


Isyana menghindari Mbak Nik dan mengangkat Pizzanya.


Mbak Nik tersenyum. Sementara Isyana cepat pergi membawa Pizzanya.


Isyana dan Putri kemudian makan pizza bersama. Pizza mini dengan toping full daging dan sayur, ditambah keju mozarella yang melted. Adonan kuenya juga gurih, manis dan asinya pas. Teksturnya juga empuk mantap.


Bahkan Putri yang tadi rumah Nenek makan hanya diacak- acak dipilih sayur jagung dan wortel, sekarang habis banyak dan kekenyangan.


"Sisakan Buat Mbak Nik,Mbak Nur, Teh Ecih dan Mas Wawan yah yang satu!" tutur Isyana ajari Putri berbagi.


Putri jadi rakus dan ingin buat Putri semua, padahal Isuana bikin 3 loyang ukuran 6 orang.


"Ya.. tapi besok Mommy buatin lagi!" ucap Putri.


"Oke!"


"Kapan sih, Daddy dan Mommy menikah? Putri mau Mommy nggak usah pulang, di sini aja. Masakin Putri terus!" celetuk Putri lagi


Isyana hanya tersenyum tidak bisa menjawab. Isyana mengedarkan pandangan, untung nggak ada Binar.


"Putri belum tidur siang kan? Kita tidur yuk!" tutur Isyana mengalihkan pembicaraan.


Putri mengangguk mau, karena kenyang, Putri juga ngantuk. Apalagi tadi lelah berlarian main ma Dina.


Isyana dan Putri kemudian ke kamar, ajak Putri bersih- bersih dna membaringkan Putri. Isyana mau sebelum ashar, pulang sendiri naik ojek online.


Sayangnya saat menidurkan Putri, di luar terdengar suara hujan, suasana jadi syahdu. Isyana jadi memeluk Putri dan ikut terlelap.


Mbak Nik dan yang lain tidak ada yang berani membangunkan Isyana. Tidak Isyana rasa Isyana tertidur sampai pukul 5 sore.


Hingga tiba- tiba Isyana merasakan sesak, ada tendangan dari dalam perutnya. Isyana kembali merasakan ada tangan kekar melingkar di perut besarnya.


"Mas Binar!" pekik Isyana lirih begitu membuka mata.


Binar benar- benar nekad dan menyebalkan.


****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 146"