Istri yang terabaikan Bab 140

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.

Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


140.Modusin Balik.


"Kok cuma satu?" tanya Teh Bila kaget Isyana hanya buat satu cangkir Teh.


"Udah sih.. Bawa aja ke depan, nanti Teh Bila tahu sendiri. Isyana pusing," jawab Isyana berwajah malas dan menyerahkan secangkir teh beserta tatanannya ke Teh Bila.


Teh Bila pun menatap Isyana curiga. Sedari tadi wajah Isyana ditekuk. Harusnya kan Isyana senang Binar datang. Secara semalam mereka habis bergosip tentang Binar.


"Apa terjadi sesuatu? Kamu kenapa?" tanya Teh Bila lagi kepo.


"Isyana pusing, Teh. Mereka bertengkar. Buruan dibawa tehnya!" ucap Isyana meminta.


"Mereka? Kan harusnya dua? Kok cuma satu?" tanya Teh Bila lagi.


"Udah sana keluar!" usir Isyana ke Teh Bila tidak sopan. Untung Teh Bila baik.


"Lah kamu nggak ikut? Ya ayo keluar bareng!" ajak Teh Bila lagi.


"Teteh aja dulu!" ucap Isyana menunduk.


Bila mengangguk, tapi tetap menatap Aneh Isyana. Iya Isyana aneh, bahkan setiap kali bicara tidak berani melihat Teh Bila.


"Aneh banget sih kamu?" gerutu Teh Bila.


Isyana hanya diam.


Betapa tidak aneh dan salah tingkah. Hati Isyana seperti mau lompat. Semua yang Binar lalukan masih teringat jelas buat Isyana.


Mengobrol berdua santai saja Isyana tidak pernah, saat bertemu juga selalu canggung, sopan dan jaga jarak. Tanpa permisi atau aba- aba, tiba- tiba Binar menciumnya. Sadar lagi. Isyana kan jadi syok.


Begitu Bila berjalan keluar, Isyana langsung menyandarkan tubuhnya ke tembok dapur dan menghela nafasnya panjang, sambil mengelus dadanya.


"Huuuuuft. Aku tidak mimpi kan?" tanya Isyana dalam hati sambil menepuk pipinya.


"Dia menciumku. Ya Tuhan? Ampuni dosaku? Dia sadarkan? Ah malunya aku? Dia seperti sangat bernaafsu, tapi kenapa aku menyukainya? Ah tidak-tidak. Astaghfirulloh"


Seumur- umur, meski Isyana tak memakai hijab, Isyana jaga pergaulan. Isyana juga tidak pernah pacaran.


Satu- satunya orang yang menyentuhnya adalah Lana. Itu saja setelah satu tahun lebih menikah, setelah Isyana diajari berdandan dan menata rambutnya oleh Bu Wira.


"Apa ini artinya aku diperebutkan? Hooh kenapa aku mendadak seperti keren? Ah tidak, tidak. Ini tidak keren tapi menyebalkan. Mereka semua tidak jelas!" batin Isyana lagi.


Isyana menelan ludahnya sambil menggelengkan kepalanya, lalu duduk dan mengambil air putih untuk dia minum, agar otaknya waras.


"Bagaimana kalau Putri dan Dina tahu? Ah tidak... malunya aku sama Bu Dini. Aku bukan anak didik yang kurang ajar kan? Bu Dini maafkan aku. Bukan aku yang kecentilan kok, Tuan Aksa aja yang aneh!"


"Bu Tiara maafkan aku.... sungguh aku tidak berniat lancang," batin Isyana merasa bersalah.


Tidak tahu Isyana kalau Bu Tiara baik padanya karena ingin dia jadi madunya.


Isyana selalu menganggap dirinya rendah, hanya sebatang kara yang ditolong Bu Dini dan Bu Ara. Itu sebabnya Isyana melawan perasaanya sendiri.


"Aku memang mengagumi kesetiaan dan kebaikan Tuan Aksa. Dia memang tampan. Tapi aku tidak selancang ini? Maafkan aku Bu Tiara. Aku ke sini juga menjauhinya, tapi dia yang menyusulku. Tau darimana juga dia aku di disini? Hah!"


Isyana melamun sambil meletakan wajahnya ke meja. Susah sekali membuang rasa panas dan debaran jantung yang kuat di dadanya.


"Ah ya... dia minta aku membersihkan lukanya? Ah bagaimana ini?" gumam Isyana ingat permintaan Binar.


****


Di Luar.


Teh Bila dengan sopan membawa cangkir dan sepiring tahu isi hangat beserta cabai mentah yang segar langsung dipetik dari pohonya.


Binar duduk di bangku teras berpagar dan banyak tanaman, dia tampak sedang mememijit pelan bawah matanya yang lebam


Seketika Binar kaget saat saling menyadari kedatangan Teh Bila.


"Pagi...," sapa Binar langsung berdiri sopan dan menganggukan kepala dengan gerakan tenang. Meski merendah tapi justru membuatnya terlihat berkelas.


"Pa-pa gi," jawab Teh Bila sedikit kaget, dan justru kikuk.


Teh Bila membawa nampanya ke meja. Lalu melihat Bina sejenak.


Binar tampak kacau. Bajunya kotor berantakan, rambutnya juga, bawah mata dan sudut bibirnya biru.


Tapi meski begitu, Bila masih bisa mendapati keindahan ciptaan Tuhan yang gagaah, seeksi berhidung mancung dan tampak berwibawa yang ada di Binar. Tak seperti suaminya yang lebih kecil dan sedikit pendek.


"Tidak usah berdiri, silahkan duduk aja" tutur Teh Bila.


Tuan Aksa mengangguk


"Maaf. Apa Anda yang namanya Aa Aksa?" tanya Bila menyapa.


"Ya. Saya Binar Aksa Priangga," jawab Binar lagi.


"Ah ya.. silahkan diminum teh dan gorenganya,"


"Terima kasih," jawab Binar sopan.


"Perkenalkan saya Nabila, pemilik rumah ini, saya Teteh jauhnya Isyana," tutur Teh Bila memperkenalkan diri.


Teh Bila lebih dewasa dari Binar jadi Teh Bila lebih percaya diri. Teh Bila juga belum tahu seberapa kaya Binar.


"Ah ya. Suatu kehormatan bisa berkenalan dengan Teh Bila. Terima kasih," jawab Binar lagi dengan sopan. Binar memperlakukan Teh Bila layaknya Binar sedang menghadapi klien penting


Teh Bila tersenyum dan memperhatikan luka Binat.


"Aa seperti terluka. Sebaiknya cepat diobati, takutnya infeksi!" tutur Teh Bila lagi.


"Ehm...," Binar pun berdehem.


Binar kan juga ingin segera diobati Isyana, ingin berduaan dan mau melancarkan aksi pedekatenya. Kalau udah di kota, ada Putri mana sempat Binar rayu- rayu Isyana. Tapi kenapa yang keluar Teh Bila.


"Iya.." jawab Binar, lalu menampakan wajah sakit berharap Teh Bila bersimpati.


"Puskesmas dan klinik dekat di ujung jalan sana!" ucap Teh Bila dengan lugunya malah mengarahkan disuruh ke Puskesmas.


Binar menelan ludahnya membatin, tidak sabar. "Aku butuh Isyana bukan puskesmas, mana dia?"


"Ah tidak perlu. Saya butuh washlap dan air bersih saja kok. Sama sedikit minyak angin. Katanya Isyana pandai mengurut, tadi dia bilang akan bantu saya, boleh minta tolong panggilkan dia? Dimana dia?" jawab Binar ngasal dan ngarang.


Mana ada Isyana bisa urut orang berantem.


"Oh gitu, jadi Isyana bisa urut ya?" jawab teh Bila dengan lugunya.


"Bisa! Suruh dia suruh keluar segera. Saya harus segera bawa mobil ke rumah sakit. Itu Mas Lana di mobil, kayaknya agak serius lukanya," tutur Binar lagi beralasan.


"Hoh!" pekik teh Bila baru ngeh sekarang.


Teh Bila kemudian melihat ke halaman rumah dan seberang jalan agak jauh. Ya ada dua mobil memang.


"Iya. Saya tidak bisa nyetir karena tangan dan kaki saya sedikit kaku, butuh dilemaskan sedikit saja, jalan di sini kan berkelok dan banyak tanjakan." jawab Binar lagi beralasan.


"Ah.Ya...baik tunggu sebentar," jawab Teh Bila mengangguk langsung masuk ke dalam


Binar kemudian duduk dan tersenyum. Sebenarnya mah masa bodo Lana di mobil kesakitan. Binar kembali ke Ibukota sekarang juga masih kuat.


Binar pun segera memyeruput teh hangat yang ada di sampingnya. Dia melirik ke mobil ingin pamer ke Lana barangkali diam- diam di mobil Lana buka mata.


"Srruuup...ah segarnya, aku jadi ingin beli Vila di sini," batin Binar melihat sekeliling.


Binar lalu melirik jamnya.. "Kenapa Isyana tidak keluar? Apa dia marah? Atau malu lalu menghindariku? Apa aku keterlaluan menciiumnya?" gumam Binar berfikir.


Ya iyalah Isyana marah, bagi Isyana ciiuman belum menikah kan dilarang, dosa dan tidak boleh. Kenapa Binar lancang?


"Aku kan hanya ingin dia tahu, aku mencintainya, semoga dia tidak marah." batin Binar lagi berfikir dan berharap.

Binar kan tidak terlalu rajin ibadah meski dingin dan menjaga jarak dengan orang, dia lupa, tidak berfikir kalau tindakan yang dia lakukan sensitif.


Tapi Binar kemudian tersenyum tanpa dosa, rasanya manis dan hangat sekali. Apalagi, meski Bu Tiara meninggal belum lama, tapi Binar sudah lama tidak mendapatkan kehangatan itu.


Binar mungkin sering memberikan pelukan hangat untuk Bu Ara, tapi sebagai dukungan. Tanpa balasan hangat dari Bu Ara. Bu Ara sudah lemah menahan sakit.


Dan baru saja, Binar seperti mendapatkan semangat dan gaairah baru. Sulit dijelaskan, yang pasti Binar ingin lagi. Tapi yang pasti tidak mudah kan. Masa mau maksa terus.


Meski awalnya Isyana menangis dan sempat mendorong, di akhir Binar merasa Isyana membalasnya dan menikmatinya. Binar yakin Isyana juga merasakan apa yang Binar rasa.


"Maafkan aku Isyana, please keluarlah. Ayo pulang, Putri menunggumu," batin Binar kemudian meletakan cangkirnya dan menoleh ke pintu berharap Isyana segera keluar.


Sudah beberapa saat ada mungkin 10 menit Isyana tak kunjung keluar.


"Isyana kamu kemana? Jangan salahin aku kalau Lana pingsan beneran lho!" batin Binar menghentakan kakinya tidak sabar.


Lalu Binar memilih menyantap tahu isi.


****


"Isyana...," panggil Teh Bila mencari Isyana.


Di meja ada baskom kecil berisi air matang, di sampingnya ada minyak telon. Tapi Isyana tidak ada.


"Apa dia beneran bisa mijat, sejak kapan Isyana belajar mijat?" gumam Teh Bila dalam hati.


"Isyana kamu dimana?" tanya teh Bila mencari Isyana. Karena di lantai bawah tak ada sahutan, teh Bila ke atas.


"Lhoh kok malah di kamar?" tanya Teh Bila kaget.


Isyana tampak berkemas. Isyana belum jawab.


"Kamu mau pulang? Bukanya kamu mau obatin Si Aksa? Oh ya sejak kapan kamu bisa mijet?" tanya Bila.


Isyana hanya mengernyit dan fokus merapihkan diri. Cuekin pertanyaan Teh Bila.


"Ih ko diam sih? Ini yakin kamu mau pulang?"


"Iya Teh. Isyana harus segera pulang sebelum banyak masalah," jawab Isyana sekarang sudah siap pulang.


Tadi Isyana berfikir dan merenung, dia harus hadapi dua laki- laki nggak jelas itu, tegas. Isyana sekarang mengerti Tuan Aksa dan Lana memang sedang bermodus.


Kalau stay di kampung nenek, kasian teh Bila. Isyana harus pulang ke Nenek Tjutju. Barusan Isyana sempat cek hape ternyata Dina terus menghubunginya, sayang signalnya pulang pergi.


"Masalah gimana? Kamu nggak jadi bawa media tanam sama bibir anggrek ma philodendron?" tawar Teh Bila.


"Nanti aja Teh, gampang," jawab Isyana.


"Katanya Lana terluka parah ya? Kok bisa sih mereka bertengkar begitu? Si Aksa katanya nggak bisa nyetir mobil, dia minta diobatin sama kamu?" tanya Teh Bila lagi.


Isyana pun menghela nafasnya.


"Isyana juga nggak ngerti Teh. Modus sih kayaknya itu. Berantem- berantem sendiri, Isyana yang suruh obatin," gerutu Isyana.


"Dia bilang nggak bisa nyetir,"


"Nanti Isyana yang nyetir," jawab Isyana nekad.


"Kamu bisa nyetir?"


"Liat aja Ntar!" jawab Isyana asal.


"Ya udah kalau gitu. Kasian Lana tuh, yuk turun! Main ke sinii lagi lho ya. Kalau lahiran apa 7 bulanan kabari, Teteh." tutur Teh Bila.


"Ya Teh," jawab Isyana.


"Keknya Binar lebih ganteng dari Lana lho,"bisik Teh Bila masih sempat godain Isyana.


"Iiih apa sih Teh," jawab Isyana tersipu.


Mereka kemudian turun dan keluar.


Binar pun tersenyum lega mendengar langkah Isyana, tapi mendadak hilang senyumnya saat Isyana dan bila muncul di depanya. Yang Isyana bawa bukan minyak urut tapi tas.


"Ehm...," dehem Binar kecewa. Binar kan ingin berduaan dan disentuh- sentuh Isyana.


"Sepertinya sudah cukup lama kita istirahat. Kasian Mas Lana, Putri juga baru saja telepon. Ayo Tuan kita ke kota," tutur Isyana.


Binar pun plintat plintut mengusap tengkuknya.


"Tapi, tanganku pegal dan kaku. Aku lecet juga. Tidakkah kamu mau membantuku dulu? Nyetir ke kota jauh lho!" ucap Binar beralasan.


Isyana pun mendengus. Binar saja tadi mencengkeram pinggangnya, menahan Isyana saja kuat, belum masih mengangkat Lana, masa nyetir nggak bisa.


"Tapi saya rasa setir mobil dan tubuh saay," ucap Isyana terhenti hampir saja keceplosan mengingat pas ciuuman tadi, bisa curiga Teh Bila.


"Maaf maaksudnya tubuh Mas Lana, lebih berat tubuh Mas Lana lho Tuan, masa tadi kuat angkat mas Lana, nyetir nggak bisa?" jawab Isyana lagi .


"Ehm...," Binar berdehem terskak.


"Tapi beneran Isyana, jari- jariku agak kaku," jawab Binar beralasan modus.


"Ya sudah kalau gitu saya saja yang nyetir," jawab Isyana tidak mau kalah.


Binar pun menelan ludahnya.


"Memang kamu bisa nyetir?" tanya Binar.


"Ya liat aja nanti, paling nanti kita nyebur jurang bareng?" jawab Isyana tidak mempan dimodusi.


Binar sudah menang banyak peluk Isyana dan ciium Isyana.


"Ehm.. ehm..," Binar pun berdehem kalah. Isyana tidak mudah dimodusi.


"Oke. Tapi kamu temani aku ya. Ayo kita ke puskesmas dulu, setelah itu balik ke sini?" jawab Binar memutuskan dan tak kalah cerdas.


"Kok balik?" tanya Isyana


"Kan mobilnya ada dua. Kita antar Lana ke puskesmas pakai mobilnya. Kita tinggal di sana biar nanti istri Lana atau anak buahnya yang jemput. Kita balik ke sini jalan kaki ambil mobilku. Kita pulang bareng, gimana? Ya!" ajak Binar tersenyum


"Ya sudah saya tunggu di sini saja kalau gitu?" jawab Isyana.


"Mana bisa. Nanti kalau orang puseksmas tanya identitas Lana, kan kamu mantan istrinya yang tahu," jawab Binar lagi beralasan.


Isyana tidak bisa menolak dan akhirnya nurut.


Binar tersenyum, sebenarnya sedari awal dia tahu, puskesmas tidak jauh dari rumah Teh Bila, sekitar 700 meter, kalau memang peduli Lana, Binar bisa bawa Lana sejak awal.


Tapi Binar tahu, Lana modus. Binar modusin balik. Biar aja Lana kesakitan di mobil. Binar mau modus pacaran berduaan jalan kaki di jalan pegunungan yang indah itu.


Pokoknya Binar mau tembak Isyana dan harus dapat jawaban Isyana.


"Isyana cukup jual mahal dan tangguh, dia tak selembut dan tak seagresif Tiara. Aku harus gerak cepat, dan lebih cerdas," batin Binar menatap Isyana tajam.


Teh Bila yang memperhatikan hanya senyum- senyum sendiri.


Kuranglebih begini pemandangan di belakang rumah Teh Nabila. Hehe. Kalau bagian depan jalan raya n rumah nggak keshoot. Hehe.


****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 140"