Istri yang terabaikan Bab 139

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.

Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


139.Teteh Yang Sajikan


Siapa yang tidak kaget dan syok, saat hatinya berdebar tak terkendali, segala rasa bercampur, datang dalam satu waktu.


Marah, kecewa, sakit, berbunga tapi juga penuh curiga hanya jadi pengganti dan kemudian merasa dipermainkan, tiba- tiba diciium paksa.


Isyana syok, kaget, semakin marah dan terhina. Isyana mencoba melawan dan menolak. Namun, rupanya Binar begitu kuat, tenaga Isyana tak sebanding dengan cengkeraman Binar. Isyana sendiri tidak tahu kenapa Binar terasa begitu bernaafsu.


Iya, Isyana tidak pernah tahu, gejolak rasa yang Binar pendam lebih menggebu dari rasa yang berkecamuk di dada Isyana.


Rasa rindu Binar yang berhari- hari dia tahan seperti gunung es di bawah air yang siap meledak.


Terlebih rasa yang berbulan- bulan dia pendam bertarung melawan akal sehat.


Ya, sejak awal bertemu, jauh sebelum Isyana ketahuan hamil, lebih tepatnya sejak Tiara meminta Binar menikahi Isyana. Sejak Putri setiap hari berceloteh menceritakan dirinya, hati Binar memang terpaut pada Isyana, ada debaran yang tidak biasa setiap mereka bertemu.


Entah rasa penasaran kenapa Tiara memilihnya. Entah rasa terima kasih, karena Isyana meyayangi Putri. Entah rasa kasihan entah rasa iba terhadap hidup Isyana. Entah rasa kagum karena perjuangan Isyana. Binar tak bisa mengkasifikasikan kemana arah rasa itu awalnya.


Yang pasti, diam- diam memperhatikan Isyana. Tanpa ada yang tahu, sejak dulu Binar memikirkan Isyana dan selalu berdebar saat bertemu. Binar memang tidak mau putrinya dekat dengan sembarang orang. Dan kini muara rasa itu ketemu, Binar jatuh cinta.


Meski dulu, Binar terpenjara dalam pikiranya sendiri. Dulu hati nurani Binar masih waras, semua itu dia tolak dan lawan Binar tidak mau menerima jika itu cinta. Itu sebabnya Binar benci ada Isyana.


Binar sadar istrinya masih hidup. Ibu dari anaknya sedang dalam masa berjuang. Binar lebih memilih fokus pada akal, memperjuangkan kesehatan istrinya ketimbang hasrat bioloogis yang meronta atau isi otak yang berkecamuk.


Semua rasa itu, yang bertumpuk, bercampur rasa khawatir dan marah akan Lana yang terus menghinanya, membuat kekuatan Binar bertambah. Bahkan Binat tak peduli benar atau salah. Binar hanya ingin meluapkan semuanya.


Saat Isyana mendorong, justru Binar semakin memperdalam ciuumanya. Satu tanganya menarik tengkuk Isyana dan satu tangan menarik pinggang Isyana merapat padanya.


Isyana tidak bisa menolak, dia terkungkung tangan Bina. Dia hanya bisa menerima serangan Binar dengan pasrah, hingga air matanya menetes. Air mata yang sulit dia jelaskan apa sebabnya.


Batinya menolak, akal sehatnya terus memberikan bisikan padanya, Binar hanya mencintai Bu Ara, ini pasti hanya pelampiasan. Tapi kenapa Binar melakukan sejauh ini.


Lain dari akal sehatnya yang terus mencerca, tubuh Isyana pasrah menerima. Bahkan secara nyata saat tubuh mereka merapat, Isyana mendapatkan kehangatan yang tidak bisa dia tolak.


Hingga mereka larut dalam pagutan itu. Binar menggigit bibir Isyana lembut lalu semakin dalam menjulurkan lidahnya, seperti meluapkan semua emosinya dan menukarnya denga rasa yang tidak bisa dijelaskan. Isyana membiarkanya, bahkan tanpa sadar mengikuti iramanya.


Isyana tidak bisa menerjemahkan rasa apa yang dia rasakan sekarang. Bahagia? Terlecehkan? Atau sakit? Isyana tidak tahu. Yang Isyana tahu seketika seluruh tubuhnya terasa panas.


Bahkan mereka lupa ada sepasang mata yang menatap tajam dengan tangis yang menyayat, tak terlihat mata tapi sangat terlihat dari ekspresi wajahnya.


Dan tanpa Binar dan Isyana pedulikan. Tidak kuat menahan perih hati dan perih luka pukulan Binar Lana roboh dan terhuyung jatuh.


Saat menyadari nafas Isyana mulai tersengal, perlahan Binar melonggarkan cengkeraman tanganya dan melepaskan bibisnya. Tatapanya masih tertuju pada manik mata Isyana.


"I Love you" bisik Binar lembut sambil mengusap air liurnya yang tersisa di sudut bibir Isyana.


Isyana masih belum menguasai dirinya, apalagi peduli Lana. Rasanya saking kencangnya jantungnya berdebar, dadanya seperti mau meledak.


Suasana hening sejenak. Mereka berhadapan sangat dekat, dengan nafas keduanya yang masih memburu dan tersengal. Binar menunggu jawaban Isyana dengan terus menatapnya.


"Aku mencintaimu," bisik Binar lagi.


"Aku bukan Bu Tiara!" jawab Isyana lirih, menjauhkan tubuhnya mundur ke belakang, menggelengkan kepala dan bulir air matanya kembali menetes.


Binar terhenyak mendengarnya.


"Kenapa kamu menghubungkan dengan Tiara? Aku mencintaimu Isyana. Menikahlah denganku! Aku akan menjagamu," ucap Binar pelan dan penekanan.


"Tidak... jangan lakukan ini. Sadar Tuan. Aku bukan Bu Tiara," ucap Isyana masih terisak dan menggelengkan kepalanya.


Binar semakin terhenyak dan terperanjak. Isyana terlihat sangat kecewa dan merasa sakit.


Binar segera maju dan menangkup wajah Isyana.


"Aku mencintaimu Isyana. Aku mencintaimu!" tutur Binar meyakinkan lagi.


Isyana pun menangkis tangan Binar.


"Tidak... ini salah! Anda berbohong. Aku bukan Bu Tiara! Aku Isyana. Aku bulan Bu Ara!" pekik Isyana lagi masih salah paham dan air matanya masih menetes.


Binar kembali mencekal Isyana meraih bahunya agar tidak menjauh.


"Dengarkan aku!" ucap Binar berusaha tetap menahan Isyana berada di dekatnya.


Binar ingin sekali menjelaskan semua perasaanya dan mengajak Isyana pulang. Binar juga tahu, Isyana berbeda dengan Tiara. Rasa yang Binar punya juga nyata dan utuh.


Sayangnya Isyana masih salah paham. Isyana tetap menolak, menangkis tangan Binar yang agresif menahanya.


Isyana meronta. Sehingga saat Isyana berusaha menghindar, Isyana menoleh ke samping dan menyadari ada Lana.


"Mas Lana," pekik Isyana terdiam.


Isyana melihat Lana pingsan.


Binar ikut menoleh dan mendengus kesal.


"Hah....," Binar melemas dan melepaskan Isyana


Isyana kemudian menatap Binar.


"Kita tolong Mas Lana, Tuan" ucap Isyana meminta Binar dan masih peduli Lana.


Lana memang sudah bonyok dan terkapar. Tapi entah dia terkapar karena tak kuat menahan sakit pukulan atau tak kuat menahan sakit hati.


"Kamu masih peduli denganya?" tanya Binar meraih tangan Isyana menahannya. Binar mulai menampakan rasa cemburu.


"Tuan, Mas Lana pingsan dan terluka. Bagaimana kalau terjadi apa- apa?" jawab Isyana ngotot.


Isyana masih tetap memanggil Binar dengan panggilan Tuan.


"Kenapa kamu tidak peduli denganku, aku juga terluka," jawab Binar mulai manja dan meminta perhatian


Isyana pun mengernyit, dan mendengus kesal, Isyana menarik tanganya lepas tanpa menjawab. Isyana menyeka air matanya. Dalam hati Isyana membatin. Terluka apanya, Binar menahanya sangat kuat dan menciumnya seenaknya.


"Dia hanya pura- pura. Aku tidak memukul bagian vital tubuhnya, dia tidak akan mati. Sudah, dia nanti bangun sendiri!" lanjut Binar lagi.


Binar kesal, malas sekali disuruh tolong Lana dan angkat Lana.


"Tuan!" pekik Isyana galak dan kesal. Isyana sekarang berani.


Kenapa Binar yang selalu diam berwibawa dan menjaga jarak, tiba- tiba menjadi orang lain dan terdengar ke kanak- kanakan.


"Jangan panggil aku Tuan. Aku tidak pernah menjadi Tuanmu!" jawab Binar lagi.


"Cepat tolong Mas Lana. Anda punya hati kan?" omel Isyana lagi.


Isyana mendekat ke Lana.


Binar pun mengikuti Isyana.


Isyana mendekat dan berjongkok hendak memeriksa Lana dan membantunya. Isyana cukup panik. Walau bagaimanapun Lana, jika Lana meninggal Isyana akan merasa bersalah.


"Jangan sentuh dia!" cegah Binar lagi cemberut. Binar menarik tangan Isyana lagi, agar jangan menyentuh Lana.


Isyana pun melotot kaget. Binar benar-benar mendadak jadi aneh.


"Kita harus pastikan dia baik- baik saja Tuan. Anda bisa dipenjara karena ini, Tuan! Kita harus tolong dia segera!" ucap Isyana lagi menatap ke Binar.


"Ya. Tapi singkirkan tanganmu. Aku saja yang ngecek!" jawab Binar lagi.


"Hooh," Isyana hanya terbengong dan mundur.


Binar mendekat ke Lana.


Jika orang lain memeriksa orang pingsan dari nadi carotisnya, atau dari pupil matanya. Binar memencet bagian Lana yang terlihat biru dan lebam. Binar memang sangat iseng.


"Ehm...," Isyana berdehem dan melirik aneh ke Binar. Benar- benar daddynya putri ini.


Ya. Lana tidak menjerit atau bersuara, tapi saat disentuh Binar wajah dan kelopak mata Lana menegang. Binar tahu Lana masih sadar.


"Jadi kamu memintaku menolongnya, khawatir dia kenapa-kenapa atau takut aku dipenjara?" tanya Binar keras dan menatap Isyana dengan tatapan cintanya.


Sengaja sekali Binar memanasi Lana.


Isyana jadi salah tingkah dan menelan ludahnya.


"Cepat tolong dia sebelum ada orang lain lihat dan masalahnya jadi panjang!" jawab Isyana netral.


"Oke!" jawab Binar mengangguk. "Demi kamu aku tolong dia!" ucap Binar menatap Isyana lagi.


Isyana salah tingkah lagi.


Binar bangun mendekat ke mobil Lana yang ada di dekat mereka. Ternyata tidak dikunci.


Binar membuka mobil Lana. Lalu mengangkat tubuh Lana meski harus bersusah payah. Dan menghempaskan tubuh Lana kasar bahkan dengan sengaja dia benturkan di pintu mobil sebelum masuk sambil tersenyum.


Meski kelopak mata Lana menegang, heranya dia tetap menahan tidak buka mata dan bersuara.


Setelah Lana sudah ada di mobil, Binar menutupnya cuek. Lalu menatap ke Isyana yang berdiri mematung.


"Sebelum tolong Lana ke rumah sakit. Aku juga mau minta ditolong, dong!" tutur Binar mendekat.


"Hoh!" pekik Isyana terbengong.


"Kamu tidak lihat aku juga lebam dan terluka?" tanya Binar lagi mengeluarkan sisi badboynya.


"Tuan kan bisa sekalian periksa ke rumah sakit," jawab Isyana berharap Binar segera membawa Lana pergi.


"Aku tidak manja sepertinya yang butuh dokter rumah sakit. Aku mau cukup kamu yang bersihkan!" pinta Binar lagi.


"Ehm...," Isyana berdehem salah tingkah.


"Apa kamu tidak ingin menyuruhku masuk dan berkenalan dengan saudaramu?" tanya Binar lagi.


Isyana tidak menjawab dan menoleh ke mobil.


"Bagaimana dengan Mas Lana? Bukankah dia harus segera ditolong dan dibawa ke rumah sakit?" tanya Isyana.


Binar pun tersenyum dan berjalan enteng.


"Sudah tenang saja. Biar saja dia tidur dan istirahat. Cepat obati aku!" jawab Binar enteng berjalan menuju ke arah teras rumah Teh Bila meninggalkan Isyana.


Isyana jadi bingung dan ikut Binar ke arah rumah Teh Bila. Binar benar- benar terlihat santai meninggalkan Lana di dalam mobil.


Tanpa di suruh, Binar duduk di kursi teras Isyana.


"Rumah sebesar ini, kenapa sepi sekali?" tanya Binar.


"Karyawan Teh Bila libur. Suami dan anak- anaknya berkunjung ke rumah orang tua Teh Bila," jawab Isyana masih berdiri padahal Binar sudah duduk di kursi rotan yang ada.


"Oh nama saudaramu teh Bila? Aku lapar! Di sini juga sangat dingin!" ucap Binar nyeletuk memberi kode.


Suhu di situ memnh sangat dingin emosi mereka saja yang membuat panas.


Isyana menghela nafas pelan. Isyana paham kode dari Binar.


"Ya Tunggu!" jawab Isyana.


"Jangan lama- lama. Kasian tuh bayi di mobil. Nanti nangis lagi!" ucap Binar lagi santai yang dimaksud bayi adalah Lana.


Isyana tidak menjawab dan segera masuk.


Rumah Teh Bila memang besar. Teh Bila sedang masak sendirian. Jika hari minggu apalagi berkabut sepi. Kalau biasanya ramai petani karyawan Teh Bila.


"Bagaimana? Aman kan? Dia sudah pergi?" tanya Teh Bila.


Isyana tidak menjawab dan mengambil cangkir dan teko.


"Tunggu!" ucap Teh Bila menelisik


"Bibir kamu kenapa?" tanya Teh Bila.


Isyana gelagapan, ada sisa darah Binar menempel. Bagaimana menjawabnya, Isyana habis ciuuman dengan Binar lama.


"Kamu menangis?" tanya teh Bila lagi. Jika diperhatikan mata Isyana lembab.


"Mereka bertengkar!" jawab Isyana singkat.


"Whoah? Mereka?" tanya Teh Bila tidak paham maksudnya.


"Tuan Aksa datang juga," jawab Isyana.


"Ups!" Teh Bila langsung menutup mulutnya mau tertawa.


Isyana hanya menunduk tersipu.


"Bagaimana ceritanya?" tanya Teh Bila antusias.


"Ceritanya panjang. Dia di depan!" jawab Isyana.


Teh Bila mengangguk dan segera mengangkat gorengan Tahu isinya. Teh Bila sedang membikin tahu isi.


"Kamu bikin teh hangat kan? Teteh yang sajikan ya. Teteh mau kenalan!" ucap Teh Bila centil


Teh Bila penasaran seperti apa Binar. Belum tahu saja Teh Bila kalau di mobil juga ada pria yang pura- pura pingsan cari perhatian malah ditinggal.


****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 139"