Istri yang terabaikan Bab 130

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


130. Dua Jemputan.


Hari itu pun tiba, akhir pekan dimana waktunya Isyana harus rutin memeriksakan kandunganya.


Trimester dua sebenarnya cukup satu bulan sekali. Akan tetapi saat bersama Tuan Aksa dan paginya jatuh, Isyana mengalami sedikit masalah juga keluhan jadi meski belum genap sebulan Isyana periksa lagi


Entah karena stress kelelahan atau apa. Isyana merasa naafsu makanya berkurang. Apalagi malam ini, Isyana seperti sangat tertekan dan bingung.


Kata orang sih karena hormon kehamilan Isyana jadi overthingking.


Voice mail dari Putri masuk beberapa kali, Isya tidak tega membiarkanya. Tapi Isyana memaksa diri mematikan ponselnya. Heranya Isyana sendiri yang tidak tahan, rasanya sakit


Entan karena Isyana sendiri yang merasa sudah nyaman dengan panggilan Mommy yang Putri berikan, ada rasa berharap lebih dari sandiwara dan takut sakit jika kenyataan di depan tak sesuai kenyataan, atau sakit membayangkan Putri kesal. Isyana tidak tahu.


Yang pasti Isyana gamang sendiri. Isyana jadi galau sendiri. Tidak bisa dijelaskan itu rasa apa namanya.


"Teteh nggak ada kuliah?" tanya Dina ke Isyana.


Isyana duduk termenung memandangi tanaman yang baru beberapa hari dia tanam. Belum rimbun, beberapa daun ada yang layu, tapi banyak juga yang bertahan malah seperti mau timbul kuncup.


"Ada," jawab Isyana lemah.


"Nggak siap- siap?" tanya Dina lagi.


"Iyah sebentar lagi!" jawab Isyana.


"Kamu kenapa to Neng?" tanya Nenek sembari menata sarapan.


"Nggak apa- apa Nek!" jawab Isyana bohong.


"Bohong!" sahut Dina seperti biasa langsung ceplas ceplos.


"Apa sih?" gerutu Isyana manyun.


"Teteh jadi periksa di antar mantan suami Teteh?" tanya Dina lagi sangat posesif ke kakak angkatnya itu.


Isyana diam tidak berespon.


"Jadi nggak?" tanya Dina tidak sabar dan emosi.


"Teteh ragu, Din. Tapi kalau Teteh tolak, salah nggak sih? Walau seperti apapun dia. Dia kan memang ayah bayiku. Meski kita tak ada hubungan lagi, dia berhak tahu kesehatan bayiku!" jawab Isyana memandang jauh bimbang, nenek juga ikut dengar.


"Kalau Dina sih nggak suka teteh dekat- dekat dia lagi. Iih laki- laki penjilat dia mah! Mallas!" jawab Dina tanpa saringan dan apa adanya.


Nenek masih diam sambil mondar mandir ambil piring. Bukan Isyana kurang ajar tak membantu. Nenek dan Dina yang sepakat. Isyana hanya boleh fokus kuliah sampai melahirkan. Yang penting Isyana tidak pergi dari rumah itu.


Nenek dan Dina sangat sayang Isyana, mereka juga ingin dan tidak sabar rawat bayi Isyana.


"Ya gimana lagi Din?" jawab Isyana.


"Asal kamu jaga sikap, jaga jarak, jaga hati, nggak apa- apa! Pergilah biarkan suamimu lihat bayimu lewat alat apa itu namanya?" sahut Nenek duduk.


"USG Nek!" sahut Dina.


"Ya itu!" jswab Nenek.


Kini sarapan sudah siap.


"Insya Alloh, Isyana jaga hati Nek!" jawab Isyana.


"Bener lho Teh. Jaga hati, jangan biarkan dia sakiti Teteh lagi apalagi provokasi teteh. Murni hanya untuk bayi Teteh!" sambung Dina semangat 45.


"Sarapan sudah siap. Yuk sarapan yuk!" seru Nenek.


Dina yang sedang nyapu pun meletakan sapunya dan cuci tangan sambil mulutnga komat kamit mengkerucut.


"Teteh jangan sampai lho kemakan bujuk rayu saaiton nirrojim itu. Kessel banget aku liat mukanya!" imbuh Dina masih belum puas mengatai Lana.


"Dina makan itu berdoa jangan marah- marah terus!" tegur nenek.


"Dina khawatir. Teteh kan naif, bisa- bisanya teteh bersikap baik ke pria menyebalkan begitu!" sambung Dina.


Dina memang yang over protektif ke Isyana. Selama beberapa hari tutup pintu rapat buat Lana. Dina tidak mau Isyana meninggalkanya.


Dina juga yang suruh Isyana berangat kerja lewat jalan pintas. Tauan banget Dina lorong- lorong bahkan lewat sisi got air demi agar menghindari Lana.


"Teteh nggak akan goyah pendirianya Din. Nggak akan Teteh balikan sama dia. Masa iya Teteg mau balikan sama bekas Mika. Nggak ya!"


"Teteh juga akan tetap bersama kalian. Kata Nenek kan kita harus maafkan, Teteh nggak mungkin kan berantem di depan umum sama dia. Kenyataanya anak teteh anak dia. Anak Teteh kelak tanya dia. Anak teteh kelak tanya ayahnya Jadi Teteh ya bersikap begini," jawab Isyana bela diri.


"Yaya Teh. Oke," jawab Dina posesif.


"Sudah, sudah, ayo makan!" jawab Nenek mengambil nasi.


Isyana dan Dina kemudian sama- sama ambil tempat duduk dan makan. Mereka pun seperti hari -hari sebelumnya sarapan bersama.


Di akhir sarapan mereka, tetiba ponsel Isyana yang baru di hidupkan tadi pagi setelah semalaman dia matikan kini berdering.


Dina sigap mengambil ponsel Isyana yang dicharhe.


"Teh.. Tuan Aksa!" tutur Dina.


"Biarin aja!" jawab Isyana ragu.


"Kok biarin sih?" tanya Dina sewot.


Isyana kemudian diam dan melirik nenek. Isyana tidak mengerti dengan perasaanya.


Intinya tidak bisa Isyana jelaskan, itu cemburu, tahu diri atau ragu. Di samping perhatianya bagaimana Putri, tiba-tiba ada rasa sakit di hati Isyana, seperti kecewa yang membuat Isyana seperti memaksa dirinya untuk menjauh dari Tuan Aksa agar Isyana tidak sakit lebih parah.


"Nggak apa- apa!" jawab Isyana.


"Bohong!" sahut Dina lagi.


"Mungkin itu Putri?" jawab Isyana.


"Ya kan emang biasanya Putri, Siapa lagi? Tumben teteh nggak peduli Putri?" jawab Dina sangat menohok.


Isyana jadi tersipu dan tersudut.


"Teteh ingin biasakan Putri nggak tergantung sama Teteh Din. Teteh nggak nyaman," jawab Isyana beralasan.


Dina pun mendelik.


"Bergantung? Nggak nyaman gimana?" tanya Dina.


"Iyah.. Teteh nggak nyaman dipanggil Mommy terus,"


"Kenapa? Dina lihat kemarin- kemarin Teteh enjoy?" jawab Dina dengan muka usilnya.


"Teteh nggak mau sandiwara terus. Teteh nggak mau bikin Putri berharap kalau teteh ini calon Mommynya, padahal kan bukan?" jawab Isyana.


"Hooh, ya udah jangan dibuat berharap dong. Dibuat nyata aja. Anggaplah doa Teh. Iya kan Nek?" jawab Dina lagi dengan berani.


Isyana semakin mendengus.


"Din... Udah deh jangan menghayal banyak. Tuan Aksa itu orang kaya, Putra Tuan Priangga, pasti banyak perempuan di sekitarnya. Teteh nggak mau bikin orang salah paham, teteh tuh bukan siapa- siapanya," jawab Isyana beralasan.


"Lah bukanya dari awal Teteh udah tahu itu semua. Tuan Aksa juga yang minta kan? Kenapa Teteh baru protes sekarang?" jawab Dina lagi masih bawel.


"Din... Teteh marah nih kalau kamu gini terus," jawab Isyana kesal.


"Ya maaf, Teh. Dina cuma kasian sama Putri, teteh janji juga kan besok pagi ke rumahnya? Kan nanti bisa dijelasin pelan- pelan. Nggak harus menghindar kan?" protes Dina lagi.


"Teteh mau konsen ke anak Teteh, Din. Lagian kan nggak enak juga kan Tuan Aksa ditinggal Bu Ara belum genap sebulan. Masa teteh main- main terus?" jawab Isyana terus beralasan.


"Hemmm... nggak enak sama siapa juga? Perasaan biasa aja. Eh tapi terserah teteh deh. Tapi kata Dina, lebih ngeri pergi ama pria beristri lho teh, timbang sama duda!" lanjut Dina lagi nggak bosen komporin Isyana dan semakin berani.


"Dina! Teteh juga nggak pergi sama pria beristri kok. Males banget. Yeee...Dia hanya ingin pastikan keadaan anaknya. Teteh kan nggak berhak larang! Karena ini memang anaknya. Udah ahh teteh mau siap- siap berangkat ke kampus!" jawab Isyana terus bela diri dan tidak terima.


Nenek hanya diam membiarkan cucu dan Isyana beradu pendapat. Nenek yakin mereka akan punya keputusan masing- masing. Isyana dan Dina toh memang tiap hari adu pendapat. Tapi saling sayang.


Isyana yang terus didesak Dina jengkel lalu siap- siap dan berangkat ke kampus.


Sepanjang hari di kampus Isyana pun banyak murung dan diam. Entah kenapa hati Isyana gelisah sendiri, dia ingin pergi dan tunaikan janjinya pada Putri. Tapi Isyana terbayang- bayang kata Lana. Heranya Isyana ngerasa sakit dan jadi malas pergi membayangkan Tuan Aksa bersama orang lain.


Padahal dulu Isyana tidak pernah merasakan hal itu. Tidak peduli ada Bu Ara ibu kandungnya, tidak peduli bagaimaba Tuan Aksa, Isyana tulus. Sejak Putri sering memanggilnya Mommy, Isyana jadi ada rasa berbeda.


Waktu terus berlalu. Meski tak semangat seperti hari- hari lalu, perkuliahan selesai. Ponsel Isyana pun sudah dipenuhi pesan dari Lana.


"Aku periksa kembali ke dokter sebelumnya lah. Jangan ke rumah sakit kemarin? Nggak mungkin kan aku punya dua ayah berbeda?" batin Isyana saat Lana tanya dimana Isyana biasa periksa.


Isyana kemudian keluar dengan perasaan lesunya. Berjalan bersama mahasiswa lain ke luar gerbang kampus. Sesaat langkah Isyana berhenti. Matanya terbelalak.


"Tuan Aksa?" pekik Isyana ketika sampai di depan gerbang.


"Hoh? Kenapa dia di sini?" Isyana gelagapan melihat mobil Tuan Aksa.


Isyana pun jadi gugup dan ingin putar balik. Saat Isyana putar balik, dari arah berlawanan datang juga mobil Lana.


"Hooh Mas Lana juga datang? Gimana ini?"


****


Di dalam mobil.


Tuan Aksa yang gelisah dua hari Isyana tidak telpon Putri dan Putri ngambek terus nekad menyambangi Isyana setelah kasih tugas ke Saka.


"Duh aku alasan apa ya kesini?"gumam Tuan Aksa.


Tuan Aksa mengambil cerminya dan menata rambutnya, lalu berdehem


"Ehm....Nyonya Isyana maaf. Apa ponsel anda rusak? Atau bagaimana? Anda baik-baik saja kan?"


"Ah bukan... bukan?"


"Ehm... besok jadi kan ke rumah saya? Ehm Putri... Putri sudah tidak sabar ditmani belajar masak? Emmm saya harus belanja apa? Ah tidak- tidak. Ayo kita belanha apa yang diperlukan?"


"Ahhh... bukan begitu?"


Tuan Aksa tidak melihat keluar dan malah sibuk merangkai kata.

****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 130"