Istri yang terabaikan Bab 105

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


105. Beli Skincare


Pov Isyana.


Isyana yang beberapa kali lewat tapi Tuti ijin dan Tuti yang menunggu Isyana tak kunjung datang membuat mereka tak pernah bersua lagi setelah kebakaran terjadi.


Ponsel Isyana rusak bersama terbakarnya rumah. Setelah itu Isyana disibukan kegiatan kuliahnya dan pekerjaanya. Baru hari ini merwka bertermu lagi.


Tuti hanya dengar Isyana aman ditolong orang kaya. Akhir-akhir ini Tuti tahu Isyana ditolong Tuan Aksa dan itu membuatnya tenang.


"Aku kira kamu nggak kesini lagi," tutur Tuti sedih.


"Aku udah kesini kok. Tapi klinik tutup. Pernah lagi kami nggak ada," jawab Isyana.


"Oh ya?" tanya Tuti kaget.


Tuti kemudian baru memperhatikan perut Isyana dan gadis remaja di belakangnya. Isyana pun mengikuti arah tatapan Tuti.


"Oh iya... kenalin ini Dina. Adik aku," ucap Isyana menarik tangan Dina.


"Adik?" tanya Tuti heran.


"Dinaa...," ucap Dina mengulurkan tangan. Tuti menyambutnya tapi dengan tatapan penuh tanda tanya.


"Dina dan Neneknya orang yang tolong aku. Kasih tempat tinggal dan makan buat aku!" jawab Isyana.


Tuti kembali mendelik


"Bukan Tuan Aksa?" tanya Tuti.


Dina pun langsung melirik ternyata Tuti tau Tuan Aksa juga.


"Bukan... Oh iya kamu udah tahu? Bu Tiara udah meninggal," turur Isyana lagi memberitahu.


"Innalillahi, terus Putri apa kabar?"


"Baik," jawab Isyana tersenyum


Tuti liatin perut Isyana lagi.


"Kamu gendhutan? Apalagi hamil?" tanya Tuti lagi heran.


"Aku hamil" jawabku tersenyum.


Sayangnya Tuti malah terlihat sedih.


Tuti malah terduduk membuat aku dan Dina heran.


"Kamu kenapa Tut?"


"Bagaimana dengan cita- citamu? Apa mantan suamimu tahu kamu hamil? Apa kabar kamu sekarang? Kamu kerja dimana? Kerja apa?" tanya Tuti ternyata mengkhawatirkan aku.


Aku pun tersenyum senang.


"Bu Dini bantu aku kuliah Tut. Anggaplah sebuah hutang, aku harus lulus tepat waktu dan nanti aku bekerja denganya!" jawab Isyana.


"Bu Dini?" tanya Tuti tersentak


"Ya! Omanya Putri!"


"Ibunya Tuan Aksa?"


"Iyah!" jawabku jawab Isyana dengan polosnya..


Entah kenapa Dina dan Tuti jadi terbengong.


"Kamu nggak apa- apa kuliah sambil hamil? Anak kamu gimana?" tanya Tuti lagi.


Isyana tersenyum, bahagia, Tuti hari itu memberondong pertanyaaan banyak ek Isyana menunjukan kekhawatiranya.


Isyana pun bercerita bahwa Bu Dinilah yang awalnya mendorong Isyana tetap lanjut. Selain itu ada nenek yang siap bantu Isyana mengasuh anak Isyana kelak.


"Syukurlah aku bahagia mendengarnya!" jawab Tuti.


"Aku kesini mau ambil sisa- sisa bibir tanamanku. Aku pengen Dina lanjut sekolah Tut!" ucap Isyana lagi.


Tuti pun melirik ke Dina. Dina hanya tersenyum


"Iyah sayang Tuh. Masih banyak yang selamat. Meski sekarang nggak subur aku yakin di tangan kamu jadi subur!" ucap Tuti.


Isyana mengangguk. Beberapa pot tanaman mahal Isyana batangnya memang selamat jdi kena hujan bisa tumbuh lagi.Orang yang tidak kenal tanaman tidak tahu jika iti bisa jadi uang.


"Iyah," jawab Isyana.


"Oh ya. Mertuamu waktu itu mencarimu!" ucap Tuti kemudian.


Isyana masih diam.


"Dia ninggalin nomer hape. Dia ingin kamu menghubunginya!" ucap Tuti lagi.


Isyana tidak merespon. Ketika Tuti cerita Bu Wira Isyana jadi kelakuan mantan suaminya.


"Mertuaku memang baik Tut, tapi aku tidak ingin terlalu dekat denganya. Aku tidak mau ke depanya terjadi sesuatu yang tidak nyaman. Mantan suamiku udah nikah lagi soalnya. Maaf ya!" jawab Isyana berfikir menolak menghubungi Bu Wira.


Bukan Isyana durhaka. Isyana memang sangat takut jika harus berurusan dengan kehiduapn Lamanya, rasanya masih sakit. Bahkan nenek berulang kali menasehatinya, Isyana merasa butuh waktu bisa jadi seperri yang nenek ingin.


Kedatangan Lana tadi malam juga cukup jadi goncangan buat Isyana. Semua masalalunya masih teringat jelas, Lana yang selalu kasar, lalu ibunya yang membujuknya akan tetapi akhirnya, Iyasana lagi yang jadi korbanya.


Isyana tidak ingin mengulang cerita yang sama. Biarkan hubungan Isyana dan Bu Wira menjadi kenangan indah, setidaknya sampai Isyana berhasil mengelola hatinya seperti kata nenek.


"Oke... aku bisa ngerti! Jika itu keputusanmu. Tapi kamu hamil Sya... kelak anakmu akan tanya bapak dan nenek kakeknya," tutur Tuti lagi.


Isyana diam sejenak dan menunduk berfikir.


"Masalah anakku, kita pertimbangkan nanti. Toh dia belum lahir kan. Sekarang yang dipedulikan kan hatiku!" jawab Isyana enteng.


Tuti tidak tahu kalau mantan Isyana baru menemuinya.


Tuti mengangguk. Di saat yang bersamaan Tuti dipanggil bosnya hendak dimintai tolong.


"Aku kerja dulu!"


"Ya udah sana kerja!" jawab Isyana.


"Aku minta nomer kamu dong!"


Isyana dan Tuti kemudian tukaran nomer hp. Setelah itu Isyana dan Dina ke bekas pekarangan Isyana.


Greenhouse Isyana berantakan memanh, banyak rumput, sampah dan pot tak berisi berantakan dan terlihat sisa terbakar. Akan tetapi beberapa pohon masih tampak mengeluarkan kuncup.


Isyana pun mengajari Dina agar mengambil sisa- sisanya yang bisa dijadikan indukan. Dian patuh, mengambil banyak indukan. Isyana memilih tanaman yang punya harha jual tinggi.


"Kreseknya nggak muat Teh!"


"Di depan ada toko kelontong. Beli sana, nih uangnya!" ucap Isyana.


Dina mengangguk dan pergi. Ke depan.


"Itu mobil Tuan Aksa bukan sih?" gumam Dina selalu peka.


****


Di dalam mobil


Saka yang curiga kalau Tuan Aksa naksir Tuti jadi ikut memperhatijan Tuti. Rasanya cukup mencengangkan dan membuat Saka berfikir harus segera pergi dari situ.


Meski memakai seragam OB, Tuti memang tak kalah cantik, dia berwajah dewasa, luwes dan manis. Bedanya Tuti lebih besar dan berisi.


"Mau sampai kapan tuan Aksa mantengin si OB itu ngobrol. Ya Tuhaan. Bagaimana ini? Parah sekali bosku?" gumam Saka gelisah.


Lalu dari pandangan mereka terlihat Tuti dan yang lain berdiri berpisah.


"Ini nih waktu yang ditunggu!" batin Saka senang. Saka mengira Tuan Aksa akan turun dan menemui Tuti.


Tapi Tuan Aksa terlihat menghempaskan badanya bersandar ke jok mobil. "Dia pekerja keras, ternyata dia mau berdagang lagi?" gumam Tuan Aksa lirih.


Saka sedikit tercenung.


"Ehm....," Saka berdehem. "Tuan?" panggil Saka mau mengingatkan.


"Ya!"


"Mereka sudah bubar," ucap Saka mengingatkan ingin tahu apa yang hendak Tuan Aksa lakukan.


"Aku masih ingin di sini!" jawab Tuan Aksa sangat random.


"Ehm...- ehm...," Saka pun tercekik.


Apa yang bisa Saka nikmati duduk di dalam mobil tepi jalan.


"Maaf Tuan. Mereka siapa? Kenapa kita harus ke sini?" tanya Saka tidak tahan menahan keponya.


"Kita di sini sedang cari tahu siapa mereka!" jawab Tuan Aksa semakin membuat Saka pusing.


"Lalu kita mau apa kesini?" tanya Saka lagi.


"Berisik!" bentak Tuan Aksa malah marahin Saka.


Saka pun diam.


"Aku mau tidur. Kalau perempuan hamil dan temanya itu pergi bangunkan aku!" ucap Tuan Aksa lagi seenaknya.

"Heeh?" Saka terbengong, apa- apaan ini? Saka malah disuruh nungguin bosnya tidur dan jadi satpam.


Sekitar 15 menit mereka di situ terlihat Dina pergi. Saka yang fokus ke Tuti, tidak ngeh Isyana berfikir Dina pergi ya dikira Isuana pergi.


"Mereka pergi Tuan!" tutur Saka memberi tahu dan membangunkan Tuan Aksa.


"Hah...? Ya?" Tuan Aksa terbangun mengerjapkan matanya.


"Mereka sudah pergi!" ucap Saka memberi tahu.


"Oke! Ayo ke klinik!" titah Tuan Aksa. Tuan Aksa tidak tahu kalau Isyana masih di belakang kontrakan sedang mencabuti sisa tanamanya.


Tuan Aksa kan menunggu karena tidak ingin ketahuan ingin jadi detektifnya Isyana.


Saka semakin bingung tapi tetap melaju ke klinik.


"Fiks... Tuan Binar naksir OB, ya Tuhaan apa kabat Bu Amanda?" batin Saka.


Tuan Aksa turun dan menyapa pegawai klinik lalu menanyakan Tuti. Tuti yang batu pulang beli makan segera keluar.


"Tuan Aksa?" sapa Tuti tercengang.


Saka memperhatikan Tuti dari atas sampai bawah mencari letak keistimewaan Tuti yang membuat bosnya tertarik. "Tidak ada," batinya.


"Bisa bicara sebentar," tutur Tuan Aksa tenang, tanpa canggung atau gelisah sedikitpun.


"Saya?" tanya Tuti kaget.


"Ya Duduklah!" ajak Tuan Aksa duduk di bangku pelanggan yang terjejer rapi.


Tuti mengukutinya dan menunduk, Saka pun dibuat speechless di tempatnya. "Benar- benar gilaa. Tuan Aksa sungguh menemui Tuti,"


Tuan Aksa dan Tuti duduk bersisihan di bangku pelanggan klinik kecantikan itu


"Ada apa ya Tuan?" tanya Tuti.


"Apa kau masih punya foto mobil yang menjemput Nona Isyana waktu itu?"


Tuti diam berfikir mencoba mengingat.


"Saat awal Nyonya Isyana di sini!" imbuh Tuan Aksa mengingatkan.


"Oh ya. Masih Tuan!"


"Kirmkan padaku!" tutur tuan Aksa lalu menyalakan ponsel menunjukan no hpnya.


Tuti segera mencatat dan mengirim foto itu.


Saka sepeti mau pingsan rasanya. Bu Amanda saja tidak doperbolehkan menyimpan nomer ponsel pribadi Tuan Aksa. Tuan Aksa memberikan cuma- cuma pada Tuti. Saka kan tidak tahu apa isinya.


"Oke, terimakasih!" tutur Tuan Saka bangun.


"Hanya itu Tuan?"


"Ya!"


"Kalau boleh tahu untuk apa ya?" tanya Tuti kepo.


"Ehm... ehm... Saya naksir dengan mobil ini," Tuan Aksa yang gengsian tidak mau memberitahu sejujurnya dan tetap berlalu pergi. "Terima kasih,"


Tuti mengernyit dan mengangguk heran. "Oh ya," jawab Tuti.


Padahal Tuti kalau Tuan Aksa mau jujur bisa kasih tahu kalau Isyana ada di situ dan bisa kasih bocoran. Tapi kan Tuan Aksa malu sekali kalau sampai ada yang tahu dirinya begitu kepo terhadap Isyana.


****


Dina yang hafal mobil Tuan Aksa segera kembalu setelah dapatkan kresek.


"Teh ada tuan Aksa, dia kaya buntutin Teteh," adu Dina heboh.


"Apaan sih Din? Kamu makin parah aja sih? Udah buruan dirapihkan kita pulang!" jawab Isuana memasukan bibir tanamanya ke kresek.


"Ih Teteh nggak percaya. Itu di depan. Dina yakin ini nggal kebetulan. Dia naksir Teteh!" ucap Dina lagi.


Isyana tidak menghiraukan. Terus merapihkan setelah rapih Isyana bangun.


"Udah. Yuk pulang!" ajak Isyana ke Dina pulang.


"Sok liat aja sendiri!" gerutu Dina sambil berjalan membawa kresek.


Dan benar saja di depan kontrakan Isyana Tuan Aksa dan Saka berjalan keluar menuju mobil sehingga mereka berpapasan.


"Ehm... ehm...," baik Isyana dan Tuan Aksa jadi salah tingkah


"Tuuh kaan benar?" gumam Dina senyam senyum.


"Tuan Aksa?"


"Nyonya Isyana?"


Keduanya tampak saling menyapa kikuk.


"He...," keduanya melempar senyum bingung dan gugup mau menyapa apa.


Apalagi Tuan Aksa. Jangan sampai Isyana tahu niatnya. Sementara Isyana jadi memikirkan kata Dina. Ngapain Tuan Aksa di sini, benarkah dia ada rasa.


"Mmmm," Tuan Aksa gugup mau buka percakapan. "Itu apa? Kontrakan ini sudah beres semuanya, kok! Apa anda ingin menyewanya lagi?" tanya Tuan Aksa random yang penting menyapa.


"Oh tidak. Ini... saya ambil sisa jualan saya. Mau saya remajakan lagi, Sayang kan?" jawab Isyana ramah.


"Oh ya... bagus itu!" jawab Tuan Aksa.


"Tuan Aksa sendiri? Ada apa di sini? Maaf apa masih ada urusan tentang ganti rugi di sini?Apa boleh saya ikut..," tanya tuan Isyana masih merasa hutang budi.


Isyana sudah pernah tanya ini ke Bu Dini,dan Bu Tiara, ingin ikut bertanggung jawab. Tapi keduanya selalu bilang tidak perlu pikirkan tentang ganti rugi kontrakan Itu musibah. Semua sudaj diurus.


"Tidak... tidaak tidak ada. Saya hanya abis beli skincare!" sanggah Tuan Aksa kesal dan asal berbohong.


"Oh!" jawab Isyana mengangguk.


Tentu saja kepala Saka tambah pusing dibuatnya. Kenapa ada acata berbohonh segala.


"Baiklah kalau begitu. Mari permisi!" sapa Isyana mengajak Dina pulang.


Dina mengekori Isyana. Berjalan menjauh ke arah angkot.


Tuan Aksa dan Saka ke mobil.


"Sudah selesai Tuan?" tanya Saka.


Tuan Aksa masih terdiam.


"Jam 14.00 kita ada kunjungan evalusi, Tuan!" ucap Saka mengingatkan.


Sayangnya ternyata Tuan Aksa sedang memperhatikan Isyana yang berjalan sesekali menyeka keringat di keningnya.


"Tuan!" panggil Saka lagi.


"Kejar mereka. kita antarkan mereka dulu!" jawab Tuan Aksa tenang.


"Ibu hamil tadi?" tanya Saka


"Namanya Nyonya Isyana," jawab tuan Aksa tidak terima.


"Ya Tuan!" jawab Saka patuh.


Mereka kemudian mengejar Isyana dan berhenti di dekatnya.


Dina semakin lebar tersenyum.


"Permisi Nyonya," sapa Saka.


"Ya!" jawab Isyana.


Tuan Aksa ikut keluar.


"Jalan menuju ke tempat angkutan umum masih lumayan. Naiklah kami akan mengantarmu!" ucap Tuan Aksa.


Pasar kan di ujung jalan sudah keliatan. Bagi Isyana tidak jauh.


"Terima kasih Tuan sudah keliatan, kok!" jawab Isyana.


Dina pun menyenggol gemas untuk menerima.


"Maaf, bukankah Nyonya Isyana baru sembuh, naiklah! Aku lihat anda juga banyak berkeringat dan lelah. Kami hanya ingin berbuat baik!" tutur Tuan Aksa merayu.


Dina pun mengkode mau, bahkan menjawabnya. "Ya Tuan benar sekali. Teteh kan baru sembuh! Ayo, Teh!" ajak Dina dengan sigap masuk kapan lagi naik mobil bagus.


"Silahkan, Nyonya!" tutur Tuan Aksa membukakan mobil.


Isyana tidak bisa menolak masuk. Saka yang melihatnya pun tak bisa berkata- kata. Otaknya terus berputar. "Sakit? Baru Sembuh? Ob tadi atau perempuan hamil ini? Kenapa Tuan Aksa jadi gugup dan sebaik ini?" gumam Saka semakin bingung.


Sebab Tuan Aksa meminta dia yang nyupir.


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 105"