Istri yang terabaikan Bab 101

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


101. Kenapa Isyana di Situ?


Pagi Harinya. 


Meski sudah dijelaskan dan melihat bukti kalau suaminya pergi urusan pekerjaan. Akan tetapi hati Mika kembali didatangi gelisah hebat yang tak berujung.


Seharusnya malam istirahat, dia lihat ponsel Lana online, akan tetapi Mika diacuhkan. 


Mika merasa benar- benar merasa disakiti hatinya. Mika kembali menelpon tidak diangkat. Mika mencoba mengirim pesan semesra mungkin akan tetapi tak dibaca.


Bahkan sampai pagi ini dia bangun tidur tak ada notif dari suaminya. 


“Aaaaanjjjiiiinnnng,” Mika membanting ponselnya kesal sendiri dan mengatai suami yang dia cinta sendiri. 


“Huuughss.. hugsh,” Mika sampai menangis baru kali ini merasakan pedihnya dicueki. 


Mika pun menelpon Arbi, tambah terbakar hati Mika saat Arbi ternyata sudah kembali ke Ibukota bahkan dari kemarin siang. 


“Woaah... Lo udah balik?” tanya Mika tidak sopan ke Arbi. 


“Sudah Nyonya?” 


“Terus laki Gue kemana?” tanya Mika. 


“Ehm...,” Arbi berdehem. 


Sejujurnya otak nakal Arbi ingin adukan kelakuan Lana yang sangat ngebet menemui Isyana lagi, biar berantem sekalian itu suami istri. 


Sayangnya otak baik Arbi datang tak mendukung. Ingat Arbi kamu belum kawin, untuk melamar Alexa biayanya banyak, cicilan mobil dan rumah dikiit lagi. 


“Maaf saya kurang paham, Nyonya, katanya sih mau menemui seseorang,” jawab Arbi sopan, memberi jawaban tetap jaga rahasia tapi tetap memercikan api yang pasti nanti akan berkobar. 


“Menemui seseorang?” tanya Mika. 


“Ehm.. maaf Nyonya, saya harus segera mengerjakan sesuatu. Terima kasih,” jawab Arbi langsung menutup teleponya. 


“Hooooh...,” Mika pun langsung membuang nafas kasar “Iiiih,” keluh Mika kesal. 


“Jangan- jangan benar dia temui si gembel itu? Siaaalllan, belum kapok juga  dia, setelah kubakar rumahnya, berhasil ngerayu mertuaku, sekarang masih mau ngerayu suamiku. Awasss kamu! Lana milikku, tidak ada yang bisa memilikinya kecuali aku!” batin Mika bertekad dan cemburunya berkobar.  


“Tidak akan kubiarkan ada kesempatan mereka bertemu. Aku harus susul Mas Lana,” batin Mika nekad.


Mika kemudian bergegas mandi. Tidak menunggu sarapan, Mika meminta alamat hotel Lana pada Arbi.


Tidak peduli apapun Mika melajukan mobilnya ke kota B. Jarak tempuh Ibukota dengan kota B kalau tidak macet 2- 3 jaman. 


****


Seperti hari- hari sebelumnya, Nenek dan Dina selalu menjadi perempuan strong dan pekerja keras. Meski malam jualan, subuh hari Nenek dan Dina sudah bangun. Isyana pun jadi terbiasa mengikuti kebiasaan mereka. 


“Teteh matanya kok sembab?” tanya Dina selalu peka. 


Isyana hanya tersenyum simpul. 


“Kamu baik- baik saja Neng?” tanya Nenek mendekat mendengar pertanyaan Dina dan Isyana hanya diam saja, padahal mereka berdua biasanya tampak ceria. 


Isyana diam bingung mau bicara apa ke Nenek. 


“Apa masih sakit kaki, pinggang dan perutnya?” tanya Nenek lagi menerka. 


Isyana menggeleng. “Nggak, Nek. Sakit badan Isyana sembuh, pijatan nenek luar biasa!” jawab Isyana. 


Ya memang nenek mudahnya selain jadi dukun paraji juga pernah belajar pijat refleksi. Akupuntur pun nenek bisa, bekam juga. Akan tetapi nenek pensiun saat menemui suatu hal dan memutuskan jualan saja. 


“Lalu kenapa matamu sembab begitu?” tanya Nenek. 


“Isyana sholat dulu ya Nek!” jawab Isyana masih tidak ingin cerita. 


Isyana kaki dan pingganganya memang sudah tak ada keluhan yang berarti. Isyana berjalan cepat ke kamar mandi.


Nenek dan Dina memberi ruang Isyana. Mereka memilih menyelesaikan pekerjaan mereka masing- masing. 


Setelah semua pekerjaan rumah rapi seperti biasa mereka sarapan bersama. 


“Kamu bener udah sehat, Neng?” tanya Nenek lagi. 


“Udah, Nek. Ini Isya mau kuliah,” jawab Isyana. 


“Syukurlah,” jawab Nenek mengangguk dan memomperhatikan Isyana. Nenek tidak mau memaksa Isyana cerita. 


“Teh semalam, Tuan Aksa dateng ke pendopo lho Teh,” celetuk Dina. 


“Hoh,” pekik Isyana. 


“Dina,” seru Nenek. 


“Iya beneran. Dia nanyain Teteh, udah baikan apa belum,” cerocos Dina lagi. 


“Ehm... ehm...,” Isyana terbatuk dan mengambil air putihnya. 


“Dia katanya rindu istrinya, mungkin dia datang ingin mengingat masa- masa bersama Bu Tiara,” sambung Nenek. 


“Ih, Nenek. Orang dia nanyain Teteh kok,” sahut Dina lagi. 


“Diam kamu! Dia juga bilang ke Nenek begitu,” jawab Nenek lagi. 


Isyana hanya diam menyimak Nenek dan Dina berdebat.  


“Semalam Mas Lana kesini Nek!” ucap Isyana akhirnya.


“Whoaah!” 


Sekarang berganti Dina yang terpekik, sementara Nenek masih tenang mengambil nafasnya. 


“Jadi teteh nangis sembab karena dia? Dia ngapain Teteh? Bisa- bisanya dia temuin Teteh?” serbu Dina emosi. 


Sementara Nenek masih tenang menunggu Isyana cerita. 


“Teteh, juga nggak ngerti apa maunya? Dia tiba- tiba mengakui ini anaknya dan bahkan dia merasa punya hak atas anak ini? Entahlah, Teteh takut sekali, Din! Hiks....,” Isyana mengenang ceritanya dan kemudian tidak tahan menutup wajahnya dan tangisnya pecah lagi.


Dina lalu mendekat dan mengusap bahu Isyana memberikan dukungan. “Teteh jangan takut... ada Dina dan Nenek, Teh!” 


Sementara Nenek masih tenang memberikan kesempatan Isyana meluapkan emosinya. 


“Apa yang kamu katakan padanya?” tanya Nenek setelah beberapa saat Isyana menangis. 


“Aku usir dia Nek”


“Apa dia melukaimu?” 


“Ya.. dia melukai hatiku, walau tidak fisikku,” jawab Isyana masih terisak. 


“Apa yang dia katakan sehingga menyakiti hatimu?” tanya Nenek lagi.


Air mata Isyana lolos lagi, entah kenapa Isyana tak setegar biasanya. Akan tetapi Isyana mencoba menyekanya segera. 


“Dia masih saja, menuduh Isyana selingkuh Nek. Isyana tidak pernah selingkuh. Dia yang selingkuh, bahkan terbukti kan dia menikah dengan perempuan itu?” tutur Isyana sambil terisak. 


“Kamu sakit karena kamu merasa sudah setia dan dituduh, atau sakit karena kenyataanya dia yang selingkuh?” tanya Nenek lagi. 


Isyana masih terisak dan menunduk. 


“Nenek ini gimana sih? Udah jelas- jelas teteh itu difitnah ya tentu sakit Nenek. Nenek udah tua nggak ngerti sih!”celetuk Dina membela Isyana dengan sisi fikiran anak mudanya. 


Nenek kemudian tersenyum. 


“Dengarkan nenek Nak. Kamu punya Tuhan Kan?” 


“Iya Nek,” 


“Kamu sudah tidak ingin kembali denganya kan?” tanya Nenek lagi. 


“Nenek gimna sih tanyanya. Ya nggaklah, masa teteh mau balik sama orang jahat begitu!” potong Dina lagi. 


“Diam, kamu. Biar Neng Isya yang jawab!” ucap Nenek. 


Dina terdiam. 


“Kamu tidak ingin kembali dnegan suamimu kan?” tanya Nenek. 


Isyana menggeleng. 


"Kamu sakit bukan kecwa karena berharap diakui kamu setia kan?" tanya Nenek lagi.

Isyana diam. Iya Isyana ingin diakui kalau dia setia.


"Kalau benar iya? Untuk apa pengakuai itu? Hah. Bukan bukan untuk kembali denganya dan mendapatkan simpatinya lagi kan? Atau ingin dia menyesal?" tanya Nenek tepat sesuai ingin Isyana.


"Nenek!" pekik Dina ngeyel, Isyana masih diam.


“Dengar Nak. Untuk apa kamu berusaha membuktikan atau merasa sakit atas tuduhanya toh kalian tidak akan kembali lagi. Sayangi hatimu. Simpan tenagamu!"


"Untuk kamu bisa raih bahagiamu tanpa melakukan itu. Tidak perlu merasa sesakit itu hanya karena dituduh olehnya. Toh semua itu salah! Kamu punya Tuhan kan?"


"Ya Nek!"


“Orang yang memfitnahmu, akan senang dan bahagia jika kamu menderita begini. Kalau kamu percaya Tuhan, Tuhan itu adil. Dia Maha Melihat, dia tidak akan tidur, kebohongan tidak akan bertahan lama. Kebenaran pasti akan terungkap. Sudah kamu santai aja... fokus ke kesehatanmu dan bayimu. Terserah dia mau ngomong apa!” 


“Sebenarnya Nenek tahu dari siang dan kemarin,ada orang yang sengaja membuntuti kita dan menanyai tempat tinggal kita. Sikap dia yang sampai seperti itu mencarimu dan memaksa mengakui anakmu, itu satu tanda. Bahwa hati kecilnya mengakui kebenaran. Dan tuduhanya padamu, semata hanya salah satu cara dia mengobati kegundahan atas kesalahanya, dia hanya mencari pembenaran atas kesalahanya!"


"Percaya pada Nenek, orang yang berbohong dan memfitnah, hatinya lebih sakit dari pada kita,” ucap Nenek panjang. 


Dina dan Isyana dibuat melongo dan terdiam. 


“Apa kamu mengerti sekarang?” tanya Nenek lagi. 


Isyana masih diam. 


“Kalau dia nanti ambil anak Teteh dan celakain teteh gimana Nek. Nenek mah Cuma ngomong doang!” celetuk Dina lagi. 


“Jawab terus, Nenek nggak ngomong sama kamu!” 


“Ya tapi susah Nek, untuk baik baik saja. Orangnya itu nyebelin banget emang, nenek sih belum lihat orangnya!” jawab Dina lagi. 


“Diam kamu!” 


“Iya...Nek. Isya takut dia ambil anakku dan menyakitiku,” celetuk Isyana kemudian. 


Nenek pun tersenyum. 


“Kamu kuliah beneran berangkat ke kampus dan mendengarkan penjelasan dosen kan?” tanya Nenek lagi. 


Isyana dan Dina diam manyun dan tersinggung. 


“Dia yang mau mengakui anaknya, tandanya sayang sama anaknya. Anaknya masih ada satu badan denganmu. Dia tidak mungkin menyakitimu. Masalah mengambil anakmu. Ini negara hukum, anakmu lahir setelah perceraian. Mana bisa dia mengambil anakmu begitu saja, kecuali dia tidak takut polisi,” jawab Nenek kemudian dengan tenang. 


Dina langsung terkunci mulutnya. Isyana pun mengangguk sedikit lega. 


Ternyata nenek sangat tangguh pintar dan tenang. Beruntung sekali Isyana bertemu Nenek.


“Sudah? Selesaikan sedih dan tangismu. Untuk apa kamu bersedih atas tuduhan yang tidak kamu lakukan padahal yang menuduhmu itu maling yang teriak maling. Itu tidak guna! Untuk apa kamu berusaha membuktikanya, kalau dia sendiri yang membuat cerita itu dan dia tahu sebenarnya tanpa kamu membuktikanya? Nggak ada untungnya, hanya perkara menang dan kalah atas tuduhan itu kan?” 


“Semua fana dan semu. Melelahkan jika kamu memikirkanya. Fokus ke kuliahmu dan anakmu. Mengerti maksud Nenek?” 


“Iya Nek,” 


“Kalau dia menemuimu lagi, jangan takut. Hadapi dengan tenang. Tunjukan kamu bahagia tanpanya. Kalau kamu bersedih dia akan merasa dirinya benar. Paham ya!” 


“Iya Nek,” jawab Isyana sekarang mengerti. 


“Ya sudah, ingat minum obatmu. Selesaikan kuliahmu dengan benar!” 


Isyana mengangguk.


“Oh iya, Nek. Isyana ijin, Isyana ingin mampir ke bekas kontrakan Isyana. Hamil Isyana sudah semakin besar, Isyana tidak bisa ngamen terus. Nek, Isyana ingin jualan bunga lagi, Nek!” tutur Isyana meminta ijin. 


Nenek tersenyum. 


“Boleh,” 


“Dina ikut boleh?” tanya Dina. 


“Boleh, jam 12 kamu samperin Teteh ke kampus ya!” 


“Oke Teh,” 


***** 


Meski mulut berkata A, tapi hati berkata B. Ya itulah Lana, orang yang membohongi dirinya sendiri dan tidak bisa mengendalikan dirinya. 


Seperti kata Nenek, meski mulutnya selalu ingin mengatai selingkuh, tapi hati kecil Lana berkata dia yang selingkuh.


Dia dikejar ketakutan dan amarah merasa orang lain akan membalasnya. Percikan api sedikit membuatnya buta sesaat. 


Itu sebabnya, setelah amarahnya reda. Hati kecilnya justru menuntut mempercayai kalau bayi itu miliknya. Kini berganti ingin memiliki.


Lana bahagia sekali akan menjadi seorang ayah di usianya yang memang sudah saatnya mempunyai anak. Akan tetapi saat dia menyadari Isyana sudah bukan miliknya lagi, rongrongan rasa takut dan gelisah dan khawatir kembali menyerangnya.


Lana takut dan tidak terima kalau dia tak bisa mendapatkan haknya sebagai ayah. Lebih takut lagi kalau Isyana dimiliki orang lain beserta anaknya.


“Anak itu punyaku!” gumam Lana duduk bersila di bangku sudut kamar hotel, melihat luar jendela sambil menghisap rokok. 


Seharusnya Lana bersiap- siap pulang ke rumah karena istrinya menunggunya. Akan tetapi Lana justru sibuk mikirin bagaimana agar dia bisa terus memantau perkembangan Isyana. 


“Bagaimana caranya agar Isyana bisa tidak marah- marah denganku lagi? Memalukan sekali jika ku harus minta maaf,” gumam Lana berfikir. 


“Mamah!” timbul ide di otak Lana.


 “Aku harus kasih tahu Mamah, tunggu! Isyana hanya jadi pengamen dan tinggal bersama perempuan itu, sebanyak apapun penghasilanya sepertinya itu tidak cukup untuk bayar semester dan biaya kuliah. Apa jangan- jangan mamah yang bayarin kuliah Isyana?” gumam Lana lagi berfikir. 


“Ya aku harus temui Mamah sekarang!” ucap Lana memutuskan. 


Lana bergegas mandi, sarapan lalu kembali ke ibukota meninggalkan kota B. 


Lana tidak langsung ke rumah, melainkan menemui ibunya di rumah dinas  ayahnya. 


**** 


Berkebalikan dengan suaminya yang menuju ibukota. Dengan membawa amarah Mika menuju kota B dan bersiap melakukan operasi terhadap suaminya. 


Mika melajukan mobilnya sekencang mungkin, untung saja malaikat maut masih malas bertemu denganya. Sekitar satu jam Mika sampai di tempat tujuanya. 


Mika pun langsung menuju ke resepsionist dan bertanya keberadaan suaminya. 


“Aku istri Tuan Lana Hanggara Saputra. Apa dia menginap di sini? Katakan dimana kamar sumiku menginap?” 


“Ya, Nyonya anda benar. Ada nama pelanggan kami yang bernama Tuan Lana Hanggara Saputra. Beliau baru chek out sekitar 40 menit yang lalu,” ucap resepsionist memberi tahu. 


“What?” Mika langsung gusar kecewa mendengar suaminya baru saja pergi. 


“Iya Nyonya,” 


Tanpa mengucapkan terima kasih Mika langsung melengos pergi. 


“Ih...,” keluh Mika membanting setir. “Apa aku salah jika aku menyusulnya kesini?” gumam Mika menggigit bibirnya. 


“Gawat. Bisa marah dia kalau dia sampai rumah aku tidak ada?” gumam Mika lagi. 


Mika mendadak seperti orang bodoh yang diperbudak cemburu. Bertindak gegabah tanpa berfikir dan membuat dirinya membuang tenaga dan waktunya sia- sia.


Padahal sekarang seharusnya kesempatan terakhirnya menemui dosen setelah 2 kali melanggar janji temu. 


“Aku harus balik!” ucap Mika segera menuju ke mobil dan harus pulang.


Beberapa menit dalam perjalanan Mika mobilnya macet di perempatan lampu merah sekitar kampus Isyana. 


“Ih siaal... kenapa macet sih,” gerutu Mika emosi. Belakang Mika mobil antri, depan juga antri panjang. Mau tidak mau Mika tetap sabar menunggu di tengah kemacetan. 


Sambil menunggu macet tanpa sengaja Mika menoleh ke sebuah kafe yang dindingnya kaca dan bertemmakan out door. 


“Gembel itu?” pekik Mika membulatkan matanya. 


Isyana terlihat sudah tertawa kembali bersama dua temannya yang lebih muda darinya dan berpakaian bersih dan trendi.


"Siapa mereka? Kenapa Isyana di situ? Blagu banget!"


Isyana juga tampak anggun dan cantik, memakai dress warna peach longgar dan sopan tapi elegan. Rambut lurus Isyana terjatuh saat menunduk seperti sedang membaca sesuatu dari sebuah laptop di depanya. 


Kemudian Isyana merapihkan rambut di telinganya dan lesung pipit manisnya terlihat jelas. Dia dan dua temanya seperti sedang berdiskusi seru.


Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 101"