Istri yang terabaikan Bab 10

Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


10. Ragu.


Isyana meelpas sarung tangan dan mencuci tanganya setelah bergelut dengan cairan anti jamur untuk tanamanya.


Isyana kemudian diam, duduk di bangku kayu belakangan rumah sambil memandangi sahabat tenang yang berjajar rapi memancarkan pesona keindahannya.


Tatapan Isyana kosong menembus massa yang telah berlalu.


“Isya sayang sama Uti... Uti sehat terus ya Ti.... Uti jangan sakit!” 


“Lho... ya nggak bisa to Nduk. Kita nggak boleh serakah dan mengatur Gusti Pengeran. Semua yang hidup pasti akan mati, Uti nggak mungkin sehat terus.


Sudah jadi ketentuan, pernah sehat, suatu saat pasti akan sakit. Yang hidup juga pasti akan mati, kalau orang sehat terus, hidup terus, dunia nggak akan jalan nduk. Manusia berkembang biak, sementara Bumi tetap. Harus ada perputaran, istilahnya gantian, ada senang ada sedih juga seperti itu.


Semua ada masa dan jatahnya, yang sudah tua seperti Uti jika sudah habis waktunya, Uti akan pulang ke hadapan gusti, nanti tumbuh cucu- cucu Uti membuat kisah baru! Sepertimu” 


“Uti... kok bilang gitu? Isya mau bareng Uti terus, Uti harus tetap hidup, kalau Uti pergi, Isya sama siapa lagi?” 


“Nduk..., pahami kaya Uti. Hidup ini akan terus berjalan, berputar. Kamu tidak akan sendirian.


Uti meninggalpun, Uti akan tetap bersama kamu, di sini. Di hati kamu.


Kehidupan harus seperti ini, Uti juga tidak bisa kalau Uti harus hidup terus, waktu akan terus berjalan Nduk.


Cucu Uti juga nanti akan tumbuh besar, bertemu dengan banyak orang. Kamu juga akan menemukan teman hidupmu yang sudah digariskan. Uti yakin Kamu nggak akan kesepian!” 


“Utii....!” 


“Doakan jalan Uti terang, dan kamu di sini, jadilah cucu Uti yang bersinar dan bahagia. Kalau Isya mau sayang Uti, hiduplah dengan baik dan bahagia apapun yang terjadi! Kembalilah ke orang tuamu! Ikhlaskan Uti dan doakan Uti” 


“Uti... jangan bilang begitu! Isya nggak mau balik ke bapak sama Ibu, Isya mau sama Uti aja, Isya nggak mau hidup sendiri!” 


“Nduk... Uti sudah tua, gantian! Uti sudah banyak menghirup nafas segar di dunia ini, biar orang lain juga ikut merasakan.


Jangan sedih akan semua perlakuan ibu tirimu, nggak lama kok. Kamu kan perempuan, kelak akan ada pria yang meminangmu, membawamu dan membahagiakanmu. Hiduplah dengan baik, bahagialah, Nduk!” 


Masih teringat jelas dalam memory Isyana. Malam terakhir saat Isyana menunggu neneknya di rumah sakit. 


Tubuhnya begitu renta, kulit mulus dan kencang sudah berganti menjadi keriput. Meski nafasnya sudah dibantu dengan alat, nenek Isya masih bersikap biasa dan tersenyum tenang menasehati Isyana. 


Sebuah nasehat dan harapan nenek Isyana di pertemuan terakhirnya di dunia.


Isyana mengingat betul, harapan bahagia orang tua seorang putri adalah kelak putrinya bahagia, menemukan seorang pemimpin, suami yang menyayanginya dan membahagiakanya. 


Air mata Isyana pun menetes mengingat neneknya itu. 


Sayangnya kehidupan yanh Isyana temui tak seindah harapan Eyang Utinya. Isyana sampai bingung, dosa apa Isyana.


“Isyana sudah menikah, Ti, tapi Isyana tak bahagia seperti yang Uti bilang. Setelah Uti pergi, hidup Isyana sendirian. Tidak salah kan kalau Isyana memilih pergi dari suami Isyana!?” 


Isyana menangis menggenggam liontin peniggalan terakhirnya dari neneknya. 


“Huuuft hah!” Isyana menghela nafasnya dan menyeka air matanya.


Tidak mau larut dalam kesedihan mengingat masalalu. Isyana bangun masuk ke dalam kontrakanya.


Sebagai manusia yang hidup sebatang kara, Isyana memang harus mandiri, menghemat uang dan  bekerja keras.


Jika di rumah Lana, semua sudah ada. Kini Isyana harus mencari segala kebutuhanya sendiri ke pasar , termasuk masak dan bersih- bersih.


Setelah merapihkan rambut gelombangnya, melepas apron berkebunnya, Isyana memoles wajahnya dan sedikit berdandan agar tak terlihat pucat. Isyana mengambil uang dan bersiap pergi. 


“Ceklek!” Isyana membuka pintu rumahnya.


“Dheg!” 


Seketika jantung Isyana berdebar kencang dan Isyana menutup pintu kontrakanya lagi dengan cepat.


“Oh Gusti...! Bagaimana ini?” gumam Isyana panik. 


Di depan green housennya terparkir dua mobil besar dan mewah, berdiri beberapa laki- laki tinggi berpenampilan rapih dengan kemeja serba hitam. Satu dari orang itu Isyana sangat mengenalnya.


“Hooh, kenapa mereka bisa tahu aku ada di sini sih?” batin Isyana panik. 


Rupanya saat Isyana membuka pintu, orang- orang itu melihat Isyana. Mereka kemudian menghampiri Isyana, masuk ke greenhouse dan sekarang menggedor pintunya. 


“Nyonya Isyana... kami tahu anda di dalam, tolong buka pintunya!” ucap seseorang dengan suara sopan dan hormatnya. 


Isyana sangat kenal suara itu, bawahan suami kejamnya tapi selalu baik pada Isyana, Arbi.


Isyana tahu Arbi pasti disuruh Lana. Isyana tidak mau berurusan dengan Lana lagi. Sudah cukup Isyana merasakan sakit. Lana selalu membentaknya, tidak jarang memukulnya, lebih dari itu, hampir setiap hari Mika datang menyambangi suaminya. Di depan Isyana mereka tidak ragu bermesraan. Isyana sudah tidak tahan menghadapi kehidupan yang seperti itu.


“Nyonya... Saya mohon beri waktu saya untuk berbicara sebentar! Ada yang hendak saya sampaikan” tutur Arbi lagi dari luar. 


Mengingat Arbi orang yang bersikap baik. Isyana kemudian memutuskan untuk menemui Arbi.


Tapi Isyana bulat, Isyana bahagia hidup seorang diri sebagai penjual tanaman, apapun permintaan Arbi Isyana bertekad tidak mau pulang.


Isyana pun membukakan pintu rumah Isyana, yang penting temui dulu.

“Selamat pagi Nyonya!” sapa Arbi menundukan kepala sangat sopan. 


Arbi sebenarnya jauh lebih tua dari Isyana, Arbi tahun ini tepat berkepala tiga. Meski begitu, Arbi selalu menghormati Isyana yang masih jauh lebih muda, sebagai menantu keluarga Hanggara.


“Pak Arbi?” lirih Isyana gemetaran. Isyana harus bisa menolak ajakan Arbi.


Arbi tersenyum melihat penampilan Isyana sekarang. 


“Boleh saya minta waktunya sebentar Nyonya?” tanya Arbi. 


Isyana mengangguk. 


“Silahkan masuk Pak, tapi maaf, rumahku kecil dan kotor!” ucap Isyana menunduk. 


Kontrakan Isyana tidak ada 1/10 nya rumah Lana. Perbandingan 1 rumah Isyana dengan satu taman belakang saja luas taman rumah Lana.


Arbi masuk dan duduk dengan tenang di ruang tamu sempit kontrakan Isyana. Isyana kemudian ikut duduk. Isyana terus menunduk bersiap mendengarkan penuturan Arbi dan menyiapkan susunan kalimat penolakan. 


“Saya hampir tidak mengenali Anda, Nyonya. Sepertinya anda hidup jauh lebih baik dan bahagia! Anda terlihat lebih cantik dan muda,” ucap Arbi tiba- tiba dengan senyum ramahnya. 


Meski sisa jerawat Isyaa masih ada, tapi Isyana lebih cerah. Isyana berpakaian layaknya anak muda, bahkan tidak terlihat Isyana sudah menikah. Isyana menggunakan dress cantik, rambutnya rapi berpita. Isyana juga memakai lipstik, sesuai ajaran Tuti. 


Tentu saja, pujian dan perkataan Arbi bukan kalimat perkiraan Isyana. Isyana pun hanya tersenyum, tersipu.


“Ah... iya!” jawab Isyana. 


“Saya sudah takut tidak bisa menemukan anda Nyonya. Padahal saya bolak balik ke jalan ini sudah 3 kali tadi malam, akhirnya ketemu juga!” ucap Arbi lagi, 


“Haaa.. iya!” jawab Isyana hanya nyengir- nyengir saja dan mengangguk. 


“Saya ikut bahagia Nyonya dengan Nyonya yang sekarang!” ucap Arbi. 


“Terima kasih!” jawab Isyana. 


Sungguh di luar dugaan Isyana. Arbi benar- benar pria yang baik. Arbi datang malah memuji Isyana.


Arbi kemudian diam, Arbi menunggu Isyana bertanya apa maksud kedatangan dirinya. Sementara Isyana juga menunggu Arbi mengatakanya. Arbi juga bingung, menjemput Isyana merupakan keputusan tepat atau salah. Mereka jadi sama- sama terdiam. 


“Ehm...!” Arbi pun menyampaikan niatnya. 


“Nyonya Wira sakit, Nyonya!” ucap Arbi to the point. 


Arbi tahu, sisi lemah Isyana. Arbi juga tahu Isyana tidak akan peduli tentang Lana. Arbi langsung tepat membahas Nyonya Wira, meski sebetulnya Arbi sendiri belum bertemu dengan Nyonya Wira.


“Glek” 


Isyana langsung menelan ludahnya kaget mendengar ucapan Arbi. Semua susunan kata penolakan Isyana untuk ikut Arbi hilang. Kini di otak Isyana terkumpul rasa khawatir dan rasa bersalah yang besar. 


“Mama, sakit lagi?” tanya Isyana. 


“Iya, sekarang beliau ada di rumah sakit!” ucap Arbi lagi. 


Mendadak Isyana merasakan sesak sehingga menstimulasi saraf matanya untuk mengumpulkan air mata, dan kini mata Isyana berkaca- kaca tergenangi air, hanya saja belum turun. 


“Apa Mama tahu aku pergi?” tanya Isyana. 


“Iya, Nyonya Wira tahu semuanya, dan ingin bertemu dengan anda! Saya tidak akan memaksa anda pulang ke Tuan Lana. Setidaknya temui Nyonya Wira, Nyonya!” ucap Arbi sopan meminta ke Isyana


“Tes...!” 


Satu bulir air mata Isyana akhirnya menetes. Tekad Isyana yang begitu bulat akhirnya goyah. Isyana jadi ragu. 


Meskipun Lana tidak pernah baik pada Isyana, tapi Tuan dan Nyonya, Arbi sangat baik pada Isyana. Isyana tahu mertua perempuanya baru saja melakukan serangkaian pengobatan penyakit jantung.


Bersambung.  🥰🥰 Lanjut bab 11


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 10"