Istri yang terabaikan Bab 91

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


91. Who Is Tante Bunga?


Seperti biasanya, nenek menjual makanan, lalu Isyana diiringi Dina mengamen di sampingnya.


Sejak hamil Isyana melewati usia 5 bulan, nenek sengaja mengurangi daganganya supaya cepat habis. Agar pemasukanya tetap banyak, nenek beralih, jualan lebih giat pagi hari saat Isyana kuliah. 


Pembeli malam ini relatif ramai seperti biasanya. Akan tetapi nenek sudah berpesan, Isyana tidak boleh sampai malam seperti awal- awal. Pokoknya habis nggak habis jam 22.00 pulang. Agar pulang cepat pula, nenek, Isyana dan Dina fokus tidak memperhatikan siapa penonton yang datang dan juga tak memperhatikan suara telepon bergetar dan berdering lama. 


*****


“Aku harus pastikan, anak siapa yang kamu kandung, Isyana?” gumam seseorang mengeratkan topinya di depan cermin di sebuah kamar hotel dekat dengan Isyana ngamen. 


Lana tidak memperdulikan Mika yang merajuk dan ingin ikut. Lana beralasan harus menemui beberapa klien. Lana nekat berangkat ke kota B seorang diri.


Sesuai dengan niatnya. Lana mengambil alih tugas tim marketing untuk promo ke kolega di kota B sendiri langsung. Akan tetapi sesampainya di kota B, bukanya Lana giat mengatur pertemuan dengan rekanya, Lana malah sengaja menunda dan ingin bermain berkelana seorang diri.


Malam itu, tanpa ditemani Arbi atau pegawai lain, Lana bersiap menemui Isyana, di tempat Isyana ngamen.


Lana memesan kopi dan beberapa gorengan ke nenek layaknya pembeli. Lana kemudian duduk di tikar yang disediakan bergabung dengan pembeli lain. Menikmati suara Isyana yang baru dia dengar padahal 2 tahun hidup satu atap, tentunya sambil menikmati gorengan hangat dari Nenek.


Lana menggunakan kaos hitam tanpa corak dan celana santai ¾. Tubuh Lana yang proporsional membuat dia tampak muda saat berbaur dengan mahasiswa. Isyana sama sekali tak mengenali apalagi malam. Lana juga memakai topi yang menutup wajahnya.


“Kenapa kamu semakin cantik saja, Isyana..,” batin Lana menyeruput kopinya, dan menatap Isyana dari balik kopi.


Malam ini Lana sengaja tidak ingin menampakan diri. Lana hanya ingin mengawasi Isyana dan ingin cari tahu tentang kehidupan Isyana. 


Dagangan nenek ternyata lebih laris dari biasanya. Sekitar jam 21.40 dagangan nenek sudah habis.


Sebagai terima kasih Isyana memberi bonus satu lagu milik penyanyi daerah, dengan judul kangen mantan.


Lana pun tersenyum ke GRan, merasa seperti Isyana sedang mengungkapkan perasaanya. Padahal lagu itu lagu yang disuka Dina dan beberapa mahasiwa yang nongkrong di situ. Mahasiswa di kampus dekat Isyana ngamen kan banyak perantau juga.


"Apa kau sungguh merindukanku? Hah...naif sekali kau selalu menentangku, padahal kau merindukanku?" batin Lana GR padahal dirinya yang nyata rindu Isyana bahkan sekarang mendatanginya.


Nenek sudah berkemas, Isyana dan Dina juga pamit pada penonton. Penonton bubar keculai Lana yang memang ingin membuntuti Isyana. Dina melakukan tugasnya menarik gelas kopi dan piring bekas makanan. 


“Ini orang kok mencurigakan sih?” gumam Dina. 


“Saya ambil piring dan cangkirnya ya Kang,” tutur Dina sopan.


Akan tetapi Lana diam dan menundukan topi.


"Ish...dasar aneh," gumam Dina.


Dina tidak ambil pusing lalu mengambil dan mencuci cangkir dan piringnya. Dina melirik ke Lana karena Lana tak kunjung pergi padahal yang lain sudah pergi. 


“Neek.. Teeeh,” panggil Dina ke nenek dan Isyana yang sedang beres- beres. 


“Ya.. ada apa?” tanya Isyana.


Nenek ikut menoleh tapi tidak menjawab. 


“Liat deh orang bertopi itu? Mencurigakan banget,” ujar Dina berbisik. 


“Ini bukan kafe pribadi kita, ini tempat umum, ya mungkin dia ingin nongkrong.. sudah jangan diliat- liat, dan jangan curiga nanti tersinggung dia!” tegur Nenek. 


Meski ditegur nenek, Isyana diam dan tetap menoleh, bahkan memperhatikan “Kok dia kaya mas Lana ya?” gumam Isyana.


Walau bagaimanapun Isyana dan Lana kan pernah berbagi hidup, berbagi kamar bahkan melakukan penyatuan. Isyana sedikit- sedikit paham gestur Lana. 


“Dheg,” jantung Isyana mendadak berdebar. 


“Neek,” panggil Isyana mendekat ke nenek dan Dina. 


“Ya!” jawab Nenek menoleh. 


“Itu mirip mantan suami Isya,” bisik Isyana panik.


“Kan bener kata Dina! Nenek sih, samperin aja Teh! Ngapain dia kesini?” jawab Dina merasa benar dan menyalahkan nenek yang tak mempercayainya. 


“Suamimu? Bukankah di orang Ibukota? Kamu sudah kembalikan uang itu kan?” tanya Nenek berbisik. 


“Sudah, Nek! Tadi Isya sudah kembalikan!” jawab Isyana.


Kini semua jadi mengubah pendapat Dina yang menilai ke Tuan Aksa mendekati Isyana dan baik ke Isyana. Mereka jadi sepakat curiga ke Lana.


“Sudah jangan hiraukan. Kalau dia laki- laki baik dan dewasa, meski kamu mantanya, kalau ada perlu dia temui kamu baik- baik. Ayo kita pulang!” jawab Nenek mengajari Isyana agar cueki Lana dan tak menganggap keberadaanya. 


Nenek harus bentuk Isyana jadi perempuan yang tak dilecehkan.


“Ya, Nek!” jawab Isyana setuju. Meski Isyana yakin itu Lana, Isyana tak mau peduli.


“Ah nenek, nggak seru. Temui aja Teh, kita maki- maki aja lagi dia!” jawab Mika kesal berpendapat lain.


“Dina!” pekik Nenek lagi.


“Ish...,” Dina hanya manyun. 


“Bawa tas ini!” sentak Nenek ke Dina. Dina disuruh bawa tas berisi barang- barang nenek untuk dimasukan ke gerobak. 


“Selagi dia tidak berulah. Biarkan dia, kalau dia berulah, nenek yang temui! Sudah malam jangan buat masalah. Cepat pulang!” tutur Nenek lagi.


Isyana dan Dina patuh pada Nenek ikut pulang. Lana yang sempat dicurigai, kerasa. Sehingga dia segera pergi dan tidak jadi ikutin Isyana sampai rumah. 


“Huuuft...,” Isyana duduk di kursi sesampainya di rumah. 


“Untuk apa Mas Lana datang, jadi benar itu Mas Lana yang bayarin?” Isyana jadi melamun memikirkan Lana. 


“Tidur Neng, kamu besok kuliah kan?” tegur Nenek pas lewat depan Isyana melihat Isyana melamun. 


“Iya Nek, Isyana jadi kepikiran, untuk apa mantan suami Isyana datang ke sini? Untuk apa dia bayarin buku Isyana?” 


“Ingat Isyana kalian bercerai. Dia yang mentalakmu. Dia sudah beristri!" tegur Nenek takut Isyana goyah.


"Iya Nek. Isyana tahu ini. Isyana hanya penasaran, kenapa dia begitu? Tidak puas dia sakti Isyana?"


"Orang yang salah itu begitu. Cepat atau lambat, Dia akan menyesal sudah menceraikan istri yanh setia dan baik sepertimu!” jawab Nenek. 


Isyana hanya menunduk, walau bagaimanapun ada rasa sakit yang menyusup mengingat memory masalalu.


“Lelaki begitu nyebelin banget, sumpah. Tau nggak Nek? Kemarin dia hina Teteh,” sahut Dina ikut nimbrung. 


Nenek langsung mendelik, Dina anak kecil tapi selalu tidak mau absen di percakapan orang tua. 


“Dimana kalian bertemu?” tanya Nenek. 


“Iiih Nenek. Di pemakaman Bu Tiara, sama istri mudanya. Masa dia raguin anak teteh dan hina Teteh tidur dengan banyak laki- laki!” adu Dina akhirnya mengingkari pesan Isyana. 


“Apa utu berarti mantan suamimu kenal dengan Tuan Aksa?” tanya Nenek. 


“Iya Nek,” jawab Isyana

Isyana juga baru tahu kalau Bu Dini dan Bu Wira teman satu arisan setelah bercerai, Lana dan Tuan Aksa ternyata sesama petinggi di Suntech Kingdom hanya beda gedung dan wilayah kekuasaan, juga baru Isyana tahu saat kenal Bu Dini.


Yang lebih mengejutkan Isyana ternyata suami Bu Dini alias ayah Tuan Aksa yang punya dan memimpin semua cabang Suntech Kingdom. Tapi Isyana tak pernah ingin kasih tahu ke siapapun tentang seberapa banyak kekayaan orang- orang di sekelilingnya. Isyana takut Dina dan nenek syok. Cukup tahu orang kaya saja.


“Apa mereka saling tahu?” tanya Nenek lagi. 


“Tidak Nek. Bu Dini sering tanya, tapi Isyana selalu jawab tidak perlu tahu. Bu Dini percaya pada Isyana. Kenapa Nek?” 


“Kamu jangan ngamen lagi ya! Sepertinya dia mencarimu dan ingin anakmu!” tutur Nenek lagi.


“Kalau Isya nggak ngamen lagi, Dina dan nenek gimana? Isya memang belum kasih tahu anak ini anak Mas Lana, Isya sakit hati, Nek. Isya hanya tidur denganya selama Isya menjadi istrinya, seharusnya dia tahu itu. Bahkan seharusnya kan dia tahu dia yang pertama” jawab Isyana. 


“Iya Nek. Kan bener dia sakiti Teteh. Kita nggak usah takut. Samperin aja harusnya!” jawab Dina semangat.


Dina kan suka berantem, melampiaskan amarahnya. Secara darah muda sedang berapi- api. 


“Dina!” pekik Nenek lagi.


“Kita perempuan semua, orang kaya bisa melakukan apa saja jika mereka menginginkan sesuatu. Nenek tidak ingin terjadi sesuatu denganmu dan anakmu.  Sebaiknya kamu hati- hati saja. Kita lihat besok, dia datang lagi atau tidak!” jawab Nenek memberi solusi. 


“Ya, Nek!” jawab Isyaa. 


“Ya sudah, ayo tidur, jangan lupa kunci pintunya!” tutur Nenek lagi.


"Ish..." Dina mendesis pendapatnya selalu ditolak.


Dina kemudian memeriksa pintu dan mematikan lampu depan.


Sebelum tidur sesampainya di kamar, Isyana memeriksa ponselnya. 


“Astaghfirulloh,” celetuk Isyana. 


“Ada apa Teh?” 


“Mbak Nik, Bu Dini dan Nomor Bu Tiara menelpon dua puluh kali. Aku kemarin bilang ke Tuan Aksa mau datang, ini kan malam peringatan 7 harinya Bu Tiara,” gumam Isyana curhat dan memeriksa pesan. 


“Tapi kan kata Nenek, Teteh nggak boleh datang kalau ada Tuan Aksa,” ucap Dina. 


Isyana tidak menanggapi Dina dan memeriksa isi pesanya. Kebanyakan pesan suara dari Putri. Ada 10an pesan suara Putri bertanya Putri jadi ke rumah atau tidak? Isyana sudah sampai mana? Isyana datang bersama siapa? Sampai video Putri menangis dan ngambek tidak mau tidur dengan tuan Aksa. 


**** 


Di Rumah Tuan Binar Aksa


“Daddy bohong... daddy bohong... Puteli benci Daddy!” 


Putri tantrum padahal di rumah banyak orang. 


“Maafin, Daddy Sayang, mungkin Tantemu itu ada keperluan kita telpon sekali lagi ya!” rayu Tuan Aksa. 


“No... Puteli benci Daddy, Puteli nggak mau pakai baju ini!” teriak Putri lagi melakukan unjuk rasa saking kesalnya merasa dibohongi. Pakaian yang tadi dipakai dan dipilih bersama Daddynya dilepas paksa sampai Putri hanya memakai pakaian dalam. 


“Astaghfirulloh, Sayang cucu Oma yang cantik, sini sama Oma yuk.. pakai bajunya nanti sakit lho! Dingiin” tutur Bu Dini merayu.


Bu Dini dan Mbak Nik juga sudah berusaha merayu Putri. 


“Nggak mau.... huu... hu..., Daddy bohong. Oma bohong. Puteli benciii...” teriak Putri lagi.


Putri yang sedari kecil dimanja dan tidak punya saudara, membuat tidak mudah mengendalikan diri. Apalagi dengan pertumbuhanya yang selama ini ditekan hidup menyaksikan ibunya dalam kesakitan dan ayahnya yang sibuk. 


Jika kecewa dan Putri selalu ingin melampiaskanya sesuka hatinya.


Putri masih kecil tak peduli kata orang atau malu. Saat pertama bertemu dengan Isyana, Putri kan juga sedang tantrum, berlari menangis ingin keluar rumah. 


Susternya baru- baru karena mereka baru pindah. Sementara Mbak Nik pelayan lama tak pandai mengambil hati Putri. Dulu ada yang sangat dekat dengan Putri tapi sudah menikah dan keluar.


Saudara Bu Tiara dari luar negeri memang banyak yang seusia Isyana. Akan tetapi mereka jarang bertemu Putri. Putri tidak mau dan merasa asing. 


“Putri...! Diam nggak!” bentak Tuan Aksa malah emosi saking pusingnya, di rumah kan sedang ada pengajian dan ramai orang, Putri malah tantrum dan menangis kencang.


Tuan Aksa maju hendak menggendong paksa Putri.


Di bentak ayahnya emosi Putri malah semakin menjadi dan melempar barang- barang di sekitarnya, Puri bahkan mengguling di lantai dan teriak sekencangnya. 


Saudara- saudara Bu Tiara dan saudara Bu Dini jadi mengintip dan membuat Putri jadi tontonan. Para ART sedikit kaget dan takut Tuan Aksa membentak. 


“Binar! Bukan begitu menangani anak kecil!” lerai Bu Dini menghalangi Tuan Aksa yang mau memakai jalan kasar. 


“Tapi nanti kebiasaan Mah. Putri jadi tidak bagus jika begini terus,” jawab Tuan Aksa. 


“Huaaa.... huaaa....,” Putri tambah menangis sekencang- kencangnya padahal itu malam. 


“Tapi bukan begitu caranya! Keluar kalian semua, tinggalkan kami, biar Mama yang urus Putri. Tutup pintunya!” tutur Bu Dini meminta para ART dan sepupu Bu Tiara tidak menonton Putri yang sedang kecewa marah dan tantrum. 


Semua bubar meninggalkan Bu Dini dan Putri. Bu Dini tahu meski tak dapat menyembuhkan kecewa Putri, tapi menghadapi anak tantrum memang harus tenang.


Biarkan dan latih anak kecil mengendalikan emosinya. Setelah suasana sepi Bu Dini mendekat ke Putri dan memeluknya erat. 


“Maafkan Daddy dan Omma ya...,” bisik Bu Dini menggendong paksa Putri agar ke kasur. 


Putri yang badanya sudah besar dan memberontak memang sedikit merepotkan Bu Dini.


Sambil menahan berat dan sempoyongan Bu Dini tetap membaringkan Putri dan menenangkanya. 


**** 


“Hooooh...” Tuan Aksa hanya menghela nafasnya kecewa. 


Menghadapi anak yang tumbuh besar, memang tak sesimple saat bayi, menangis diberi susu dan ditimang akan diam.


Kini Putri sudah mempunyai emosi dan sensitif. Hanya membacakan buku cerita mengantuk saja Putri marah. 


Tuan Aksa kemudian berjalan ke ruang tamu menyapa para tamunya yang datang untuk berdoa. Kyai yang diundang Tuan Binar Aksa juga sudah datang, untun ada Tuan Priangga. 


Sepupu- sepupu Bu Tiara kemudian saling berbisik. 


“Who is Tante  Bunga or Tante Isyana?” tanya Jessi sepupu Bu Tiara pada Mbak Nik. 


“Beliau teman Bu Tiara... yang dekat dengan Putri,” 


“Oh... Ara punya teman?” 


“Ya.... dulu Mbak Isyana jualan bunga, Bu Tiara sering pesan, kalau Tuan dan Nyonya ke rumah sakit Putri sering menghabiskan waktu di sana! Jadi akrab,” jawab Mbak Nik bercerita. 


Saudara Bu Tiara pun mengangguk mengerti.


Bersambung


Lanjut bab 92


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 91"