Istri yang terabaikan Bab 142

 Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.


Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰


142.Iyah.


Bersama semilirnya angin yang mengalir, bertiup mesra membawa jutaan oksigen yang menyejukan. Dedaunan hijau ikut menari manja, membuat embun yang murni ikut bergoyang berkilauan.


Mereka semua seakan bernyanyi, berdendang ikut merasakan bagaimana hebatnya detakan jantung Isyana dan Binar.


Meski untuk yang kedua kalinya, meski sudah lebih dewasa dan selalu mengalihkan gerogi dengan berbagai cara. Binar tetap manusia biasa. Binar tetap punya rasa khawatir, malu, takut patah hati.


Isyana pun mendadak salah tingkah. Kalaupun berdebar mungkin sudah kadaluarsa, sejak pagi Isyana selalu berdebar saat bersama Binar.


Kini dia justru berancang- ancang, menjaga dirinya dan meneguhkan hati. Isyana mau hati- hati agar tak merasa tertipu oleh rayuan yang menurutnya semu.


Walau hatinya tetap berbisik lembut, dan terus mendesak, jujur saja, akui saja. Jika berfikir instan harusnya langsunh terima, tapi Isyana harus belajar dari pengalaman.


"Ini nyata kan? Ah tidak aku tidak boleh gampangan," batin Isyana malah memejamkan matanya sejenak dan menggelengkan kepalanya.


Hal itu pun jadi celah untuk Binar melepas dheg- dheganya.


"Kenapa malah diam, dan merem gitu? Mau kucium lagi?" ledek Binar menghilangkan gerogi.


"Hoh," pekik Isyana, dan menyeringai.


Isyana kan sedang menyadarkan diri, kalau ini bukan hayalan. "Enak aja. Nggak!" jawab Isyana cepat. Karena tidak terima langsung reflek, duduk mundur dan menjauh dari Binar.


"Eiitss.. hati- hati!" pekik Binar reflek menarik Isyana mendekat lagi.


Isyana lupa, dia kan sedang duduk di tumpukan kayu sempit, sebenarnya bukan bangku.


Bukanya menjauh malah mereka kini semakin dekat merapat, pipi Isyana sontak langsung merona merah. Isyana pun segera melepaskan tangan Binar dan menegakan badanya.


"Nggak usah gerogi... biasa aja. Kita sudah sama- sama dewasa kan?" tutur Binar lagi.


Binar tahu Isyana terlihat sangat gugup. Apalagi usia Binar yang 8 tahun lebih tua, sangat bisa memahami Isyana.


"Ehm...," Isyana berdehem gugup.


"Kalau gugup tarik nafas dalam, hembuskan pelan, santai. Aku tidak akan memaksamu atau jahat ke kamu, kok!" tutur Tuan Aksa lagi mencoba menenangkan Isyana.


Padahal dirinya juga dheg- dhegan. Binar kan juga lama berperang sendiri, hanya saja laki- laki lebih pandai mengatur emosi.


Diperlakukan seperti itu Isyana kan makin malu ketahuan salah tingkah.


"Jawab pertanyaanku. Apa kamu mau jadi istriku?" serbu Binar lagi, padahal Isyana baru mau berancang- ancang.


"Anda sadar dengan apa yang anda tanyakan, Tuan!" jawab Isyana akhirnya.


"Issshh... jangan panggil aku Tuan!" desis Binar lagi mencairkan suasana.


Binar juga kesal, kenapa sudah ciuman masih saja formal. Isyana benar-benar berbeda dengan Tiara. Kalau Bu Ara dulu sat set sat set, didekati langsung welcome, ditanya langsung jawab Ya, tanpa ba bi bu.


Entah karena latar belakang pendidikan yang berbeda, atau masalah umur atau apa? Padajal kan Isyana janda. Tapi ini justru membuat Binar gemas dan dheg- dhegnya berkurang berubah jadi geregetan liat tingkah Isyana salah tingkah dan banyak alasan.


"Ehm...," Isyana hanya berdehem.


"Ulangi pertanyaanmu!" jawab Binar lagi jadi ingin ngeledek Isyana. Binar ingin Isyana panggil Binar, Mas.


"Pertanyaan saya kan cukup jelas. Jawab saja pertanyaan saya," jawab Isyana tidak meladeni Binar.


"Hhh....," Binar mendengus. "Kamu tidak lihat aku bisa berdiri, berbicara. Ya jelas aku sadar," jawab Binar.


"Kenapa Anda ingin saya jadi istri Anda?"


"Sudah kubilang, aku jatuh cinta ke kamu!" jawab Binar lagi.


"Bohong!" jawab Isyana cepat.


Binar pun mendelik lagi makin gemas, bisa- bisanya keberanian yang dia kumpulkan setelah tersiksa sekian lama, dibilang bohong.


"Astagah, bohong gimana? Apa kau tidak lihat kesungguhanku?" jawab Binar lagi.


"Saya sudah dengar semuanya. Maaf, saya Isyana, saya bukan Bu Tiara. Saya juga tidak bisa, menjadi dia," jawab Isyana lagi.


Mendengar jawaban Isyana, Binar malah tersenyum. Isyana jadi menatap aneh. Kok Binar malah senyum- senyum.


"Kenapa anda malah tersenyum?"tanya Isyana. Lalu Binar mendekat.


"Jawab pertanyaanku dulu, apa kamu tidak merasakan apapun saat bersamaku?"


"Tidak!" jawab Isyana cepat.


"Yakin?"


"Yakin!" jawab Isyana tidak berani melihat Binar karena dia bohong.


"Apa kamu pergi ke sini karena mendengar percakapanku dan Mas Lana?" tanya Binar langsung menohok


"Ehm...," wajah Isyana pun bertambah merah, "Tidak," jawab Isyana bohong lagi.


"Masa?" tanya Binar makin tersenyum dan menelisik wajah Isyana.


Isyana yang salah tingkah dan tersipu membuat Binar jadi senang sepertinya lampu hijau. Binar tahu, kalau cewek nolak pasti langsung bilang tidak, tanpa Ba bi bu. Kalau beralasan apalagi sampai sakit, berarti Isyana ada rasa.


"Saya ke sini karena mau ke makam, Nenek," jawab Isyana alasan


"Oke.. tapi kenapa kamu harus lari, dan tidak kabari Dina ataupun nenek?" tanya Binar lagi mendesak.


"Hp saya lowbat," jawab Isyana beralasan.


Binar senyum lagi, sepertinya Isyana tidak akan ngaku meski dia pancing-pancing dan pasti punya sejuta alasan. Padahal ekpresi Isyana sangat terlihat salah tingkah. Ya sudah Binar langsung mantap dengan pendapatnya.


"Aku tahu, kamu sakit karena pasti kamu mengira aku mendekatimu karena Tiara. Awalnya memang iya. Tiara sakit sejak hamil Putri, Putri dari kecil banyak diasuh maid, itupun berganti-ganti, karena kami belum nemu maid yang benar," tutur Binar tiba- tiba cerita jujur dan pelan kali ini Binar bicara serius kembali ke mode tenang.


Isyana juga jadi terdiam mendengarkan.


"Aku tidak tahu entah mantra apa yang kamu berikan padanya. Dia sangat menyukaimu, dia tidak banyak murung dan tantrum seperti sebelumnya. Mungkin dari situ juga Tiara yang meminta aku mendekatimu, Putri butuh kamu," tutur Binar lagi.


"Tapi bukan berarti saya harus jadi istri anda kan? Saya bisa jadi temanya. Kelak Putri juga akan tumbuh dan mengerti. Saya juga punya anak yang harus saya besarkan," jawab Isyana beralasan.


Binar tersenyum lagi.


"Tapi masalahnya, sekarang yang butuh kamu nggak hanya Putri, tapi aku juga," lanjut Binar lagi.


"Gleg," Isyana menelan ludahnya mati kutu dan tersipu.


Melihat gelagat Isyana, Binar terus mendesak.


"Kita bisa besarkan anak kita bersama. Katakan saja, kamu menyukaiku atau tidak?" tanya Binar lugas ingin jawaban yang thas thes, sat set.


Tapi sayang, meski Isyana suka, tapi kan Isyana perempuan, sensitif. Apalagi pernah trauma.


"Saya tidak mau menikah dengan orang yang tidak tulus mencintai saya, apalagi ada orang lain di hatinya," jawab Isyana lagi.


"Huuuuft," Binar malah menghela nafas dan mengusap rambutnya kasar, menanggapi Isyana.


Binar semakin geregetan, susah amat jawab pertanyaan Binar. Kenapa Isyana muter- muter padahal dari pertanyaan Isyana, Binar sudah tahu jawabanya kalau Binar beneran suka berarti mau. Binar kan beneran suka. Binar jadi gemas gimana jelasinya kalau Binar beneran cinta.


Binar harus rangkai kata yang pas dan tepat kalau begini. Binar pun diam sejenak sambil menatap perempuan manis dan kecil di depanya ini. Bikin geregetan dan ingin langsung bungkus aja.


Isyana sendiri masih jual mahal diam, duduk menghadap ke depan tanpa menoleh ke Binar.


"Sudah kubilang kan? Aku cinta ke kamu. Awalnya memang Tiara yang memintaku. Tapi jujur saat itu, permintaan Tiara membuatku sakit, sakit karena, kenapa harus ada orang sebaik dia bahkan dia ingin membagi suaminya pada orang lain."

"Aku menolaknya, aku tahu dia pasti meminta seperti itu karena dia putus asa dan berada dalam kesakitan batin yang sudah melewati batas normal,"


"Tapi Isyana, perasaanku murni, setiap berdekatan denganmu dan bertemu denganmu, kamu memang membuatku tertarik. Jujur saja aku lama memperhatikanmu. Aku jujur aku ingin kita hidup bersama,"


"Aku mengatakan itu pada Lana, karena aku tidak tahan dia terus menghinaku menghianati Tiara. Aku samasekali tidak melakukan itu. Padahal kalau memang aku tidak memikirkan perasaan Tiara, dan perasaanmu juga, kalau aku penuhi naafsuku, atau aku penuhi mau Tiara, aku bisa langsung lamar kamu sejak awal kita kenal!" lanjut Binar lagi.


"Bohong," jawab Isyana lagi.


"Haiiissshhh...," desis Binar.


"Aku sudah jelaskan semuanya. Dimana letak bohongku gimana caranya aku yakinin kamu?" tanya Binar gemas.


"Tuan Binar kan pandai berbohong, mana bisa aku percaya?" jawab Isyana lirih.


Tentu saja Binar langsung kaget dan terhina. Isyana benar- benar bawel ternyata. Disuruh panggil mas, Tuan terus lagi manggilnya. Ngatain Binar pandai bohong lagi. Padahal Binar susah payah merangkai kata.


"What..? Aku pandai berbohong?"


"Ya.... tadi saja di Puskesmas, Tuan mengarang cerita. Mas Lana kan bukan Kakak? Kalian juga kan bertengkar bukan jatuh," jawab Isyana.


"Haiissshh," Binar mendesis lagi,


Sesuatu yang merupakan prestasi brilian dan solutif untuk Binar tolong Lana malah jadi boomerang.


"Beda dong Isyana. Kalau aku jujur, bahaya untuk Lana. Bohongku demi kebaikan Mas Lana. Sekarang aja mereka belum pada ngeh siapa Mas Lana. Kalau mereka udah tahu siapa Mas Lana. Lalu orang tahu kita bertengkar, naik ke permukaan, waah. Om Wira bisa kalangkabut. Om Wira kan mau maju jadi cawapres? Nggak lucu dong anaknya kena skandal?" tutur Binar lagi.


Mendengar jawaban Binar, Isyana terdiam dan membuatnya berfikir. Iyah yah, mertuanya kan pejabat, apa itu sebabnya selama ini Isyana di rumah Lana seperti dikurung, semua tindak tanduknya dalam aturan dan kendali Mamah Wira.


"Kok diam?" tanya Binar melihat Isyana malah terbengong, sambil menggerakan tanganya.


"Ehm...," Isyana berdehem lagi.


"Jadi gimana? Kamu mau jadi istriku? Aku tidak pandai berbohong. Apa kau tidak lihat, Putri secerdas dan semanis itu, itu karena aku ayahnya. Percayalah padaku!" tutur Binar ngotot meyakinkan Isyana.


Pokoknya apa saja Binar akan tempuh, Binar yakin ibarat manciing, ikanya sudah mau makan umpanya tinggal tarik.


Mendengar Binar begitu narsis sebenarnya Isyana ingin tertawa. Tapi Isyana masih tetap jaga image.


"Saya masih belum percaya!" jawab Isyana.


Binar pun hampir menyerah dan hanya menggigit bibirnya.


"Kasih tahu cara kamu percay!"


"Saya kan hamil anak orang, kenapa anda tertarik. Saya juga bekas istri teman Tuan Binar?" jawab Isyana lagi.


"Justru itu. Aku ingin melindungimu, aku kasian ke kamu. Aku tidak tega kalau sampai Lana menyakitimu lagi. Aku sungguh mengkhawatirkanmu," tutur Binar.


Isyana hanya diam, sebenarnya hatinya mengembang. Tapi tetap saja, Isyana masih harus hati- hati.


"Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku," jawab Isyana singkat.


"Jadi bagaimana? Kalau benar aku mencintaimu, kamu menerimaku kan? Kamu juga suka kan sama aku?" tanya Binar lagi ngotot dan mendesak.


Isyana kemudian melirik Binar.


"Anda sangat ceroboh rupanya. Saya tidak bisa jawab sekarang," jawab Isyana.


"Ceroboh bagaimana?" tanya Binar tidak terima.


"Saya masih trauma dengan apa yang dilakukan mas Lana. Tidak mudah untuk saya memutuskan menikah atau menjalin hubungan. Saya kan juga hamil, kan tidak boleh menikah sebelum melahirkan," jawab Isyana dewasa.


Binar kali ini paham dan longgar tidak bernaafsu tanya. Binar mengerti.


"Oke aku bisa mengerti. Baiklah, tapi apa aku boleh tanya?" tanya Binar.


"Ya,"


"Jujur, setelah malam itu, aku selalu berdebar setiap kita ketemu. Aku juga merindukanmu. Apa kamu juga merasakan hal yang sama atau mungkin ada rasa yang mirip gitu?" tanya Binar lagi tidak puas dan tidak terima kalau cintanya bertepuk sebelah tangan.


Isyana didesak ya tetap jual mahal.


"Tidak ada. Biasa saja," jawab Isyana.


"Yakin?"


"Yakin!"


"Saat kita ciuman tadi apa kamu tidak merasakan apapun?" tanya Binar terus tidak terima


"Ehm...," Isyana jadi mendadak gemas. Ya jelas ada tapi masa harus diungkapkan.


"Tidak ada," jawab Isyana bohong.


"Masa, aku ragu dengan jawabanmu. Apa kita ulangi lagi untuk memastikan?" tanya Binar lagi.


"Hoh," pekik Isyana reflek langsung menutup mulutnya. Enak aja. "Nggak!" seru Isyana.


"Ya udah iya enggak," jawab Binar lemas.


Mereka terdiam sejenak.


"Apa artinya aku ditolak? Atau gimana nih?" tanya Binar lagi.


Isyana diam bingung juga. Mau nolak tapi suka, mau jawab ya, tapi ragu.


"Kita sudah terlalu lama di sini. Ayo kita pulang!" jawab Isyana mengalihkan.


"Aku tidak bisa fokus nyetir tanpa kejelasan. Jawab dulu pertanyaanku!"


"Apa jawaban saya kurang jelas? Saya tidak bisa memutuskan sebelum saya lahiran!" jawab Isyana.


"Bukan yang itu, kau menyukaiku tidak?"


"Cepat pulang atau saya naik ojek saja!" jawab Isyana berbelit. Isyana tak semudah Binar mengakui.


Binar pun menelan ludahnya.


"Oke kita pulang. Tapi sampai kamu lahiran, kamu jangan terima cinta dari orang lain ya. Please," ucap Binar memelas.


Isyana jadi tersenyum dan tersipu.


"Iyah," jawab Isyana lirih sambil berjalan dan tidak berani melihat Binar.


Meski jawab singkat dan lirih, tapi itu jawaban yang sangat menyenangkan untuk Binar. Secara tidak langsung kan, kalau Isyana menutup hati untuk orang lain berarti hatinya untuk Binar.


"Yes," batin Binar senang.


Binar pun menyusul Isyana. Mereka lalu berjalan berdua saling diam dan malu- malu. Ternyata sampai rumah teh Bila, sudah disiapkan oleh-oleh banyak.


Binar dan Isyana pulang bawa oleh- oleh. Sepanjang jalan Isyana tertidur.


"Apapun status kita sekarang, aku akan menjagamu. Meski kamu tak mengakuinya aku yakin kamu punya perasaan sama denganku. Aku akan buat kamu percaya perasaanku. Aku akan menunggu kamu mengakuinya Isyana," batin Binar tersenyum menatap Isyana yang tertidur pulas di sampingnya.


Tanpa Isyana tahu, Binar membelai kepala Isyana dan mengecup keningnya.


****

Bersambung


Klik ini Untuk Lanjut ke bab Berikutnya 


gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn







Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 142"