Istri yang terabaikan Bab 4

Hello moms kembali lagi admin akan memberikan novel gratis yang sangat seru,novel ini merupakan salah satu novel yang lagi viral di FB loh..Novel ini menceritakan tentang balas dendam seorang istri yang tak anggap.Novel ini sangat seru loh moms dan mempunyai banyak penggemar setia.

Novel yang Berjudul “ ISTRI YANG TERABAIKAN “ ini menceritakan kisah seorang istri yang diabaikan oleh suaminya yang ssuka marah dan tidak menghargainya sebagai istri,kisah yang membuat kita larut ke dalam alur ceritanya ini sangat patut untuk dibaca yuk simak Novel nya…cekidot 😘🥰

4. Hidup Baru.

“Shitttt! Annnnjing!!” umpat Lana keras membanting pintu mobil sampai semua orang yang ada di rest area itu menoleh ke Lana. 

Seusai membuang air besar di toilet umum itu, Lana kembali ke mobilnya dan mendapati mobilnya kosong. Lebih dari itu dia mencari ponselnya tidak ada, dompet dan tas mahalnya tergeletak di atas jok mobil padahal sebelumnya ada di dashboard. 

“Brenngggseeek!” umpat Lana lagi sangat kesal, bahkan wajahnya memerah, menyiratkan bahwa isi kepalanya mendidih. 

Lana sangat marah dan kebakaran jenggot. Lana merasa dibodohi dan dikelabuhi Isyana.

Lana berkeliling rest area berlarian dan menanyai setiap pengunjung tentang ciri- ciri Isyana. Semuanya menjawab tidak melihat Isyana. 

“Apa di sini ada cctv?” tanya Lana ke pegawai restoran rest area. 

“Ada Pak!” jawab resepsionist di rumah makan rest area itu. 

“Mana! Saya harus lihat!” teriak Lana ke pegawai rest area. 

Semua pegawai yang ada di situ terdiam, di dalam hati mereka semua mengumpat.

"Siapa orang ini? Ganteng doang, attitudenya kosong, nol plontong"

“Maaf, Pak. Pengunjung dilarang masuk ke area kantor, mohon tunggu atasan kami!” tutur pelayan merasa takut karena Lana sangat emosional. 

“Cepat, tunjukan dimana letak pemantauan cctv atau kuhancurkan restoran ini? Kalian tidak tahu siapa aku? Hah! Siapa atasan kalian?” jawab Lana lagi marah dan mengintimidasi dengan penuh emosi.

Pegawai rest area itu pun segera melapor ke atasanya.

Atasan pegawai restoran rest area keluar. Lana menunjukan kartu namanya. Semua kemudian patuh begitu mengetahui Lana putra Tuan Wira Hanggara. 

Semua orang tahu nama itu, seorang tokoh di Negeri Sejahtera itu.

Tuan Wira Hanggara pernah menjabat gubernur di provinsi tertinggal, karena keberhasilanya, naik menjadi menteri dan sekarang menjadi gubernur di ibukota negara Sejahtera.

“Brakk!” Lana kembali marah setelah melihat rekaman cctv, semua pegawai restoran rest area menunduk takut dan gemetaran. 

“Cctv bodohhh!” umpat Lana frustasi.

Dari rekaman cctv tidak menemukan petunjuk apapun tentang Isyana.

Isyana kan memang hanya berjalan satu langkah langsung berpindah mobil, berlindung di tumpukan sayuran, tentu saja tidak ada yang melihatnya, apalagi cctv yang batas pandangnya terbatas. 

Tanpa mengucapkan terima kasih. Lana pun berlenggang pergi menuju ke mobilnya. Semua pegawai pun saling mencibir. 

“Ish... anak bejabat kok kelakuanya kaya preman ya? Ganteng doang!” 

“Iya... padahal bapaknya baik banget!” 

“Apa mungkin bapaknya pencitraan?” 

“Hihihi entahlah yang penting bapaknya baik ke kita!

Karena sudah lelah, putus asa dan termakan emosi, Lana pun melajukan mobilnya menuju ke rumahnya. 

“Kemana dia? Berani- beraninya kabur dan mencuri barangku? Kamu pikir kamu siapa? Dasar sampah!” gumam Lana kesal. 

Perempuan kecil, dekil yang selama ini seperti boneka, bahkan Lana anggap sebagai budak, hari ini berani mengelabuhinya. Secara terang- terangan Isyana menggunakan air mata  sok polosnya, tanpa diduga berani kabur bahkan membawa ponsel dan uang Lana. 

******

 

“Huuuft” 

Isyana menghela nafasnya kemudian bangun dari tengkurapnya, di balik karungan kentang dan daun seledri di sebuah mobil bak. 

“Sepertinya aku sudah jauh berjalan?” gumam Isyana melihat arah jalan. Isyana sudah jauh meninggalkan Lana. 

Isyana kemudian duduk bersandar tak peduli bajunya kotor dan rambutnya berantakan.

Sejak ibunya meninggal Isyana memang sudah dihadapkan dengan kehidupan yang keras. Isyana diasingkan di kampung neneknya.

Setelah neneknya meninggal saat Isyana kembali ke rumah ayahnya, perlakuan Ibu tiri Isyana ke dia, sama seperti kuli. Isyana pergi ke ladang, menyiangi, memupuk, memanen dan tidak jarang ikut ke pasar.

Isyana diberi jatah belajar hanya malam hari setelah dia selesai melakukan pekerjaan rumah. Itulah sebabnya Isyana tak pernah sempat mengurus rambunya atau penampilanya. Baju yang Isyana punya hanya itu- itu saja. 

Setelah menikah dengan Putra Pejabat, harapan ayahnya, Isyana dimuliakan dan berubah, nyatanya Isyana semakin tak terurus.

Dia tidak berubah, dan tak ada beda, diperlakukan seperti budak dan tawanan, tak pernah diberi nafkah lahir apalagi batin. Isyana justru semakin memprihatinkan.

“Aku harus bebas, aku akan tentukan hidupku sendiri!” batin Isyana memegang benda kotak yang berhasil dia bawa dari mobil suaminya. 

Jika sebelum menikah, meski Isyana seperti kuli, dia bebas melakukan apapun. Isyana juga lebih menikmati peran sebagai petani bergelut dengan alam, merasakan angin semilir  dan bersahabat dengan daun hijau.

Setelah menikah, Isyana hanya dikurung bersama pembantu, sering mendapatkan hinaaan dan seperti tak bisa bernafas. Isyana kini ingin menjadi dirinya sendiri. 

“Gue nggak nyuri kan? Dia kan suamiku. Mas kawinku aja diambil lagi sama dia?” batin Isyana mengeluarkan segenggam uang ratusan ribu dari sakunya. 

“Ini hakku kan? Kata orang kan harta suami adalah harta istri, harta istri milik istri, nah aku apaan? Selama ini nggak pernah dikasih jatah, padahal semua orang mengira aku kaya, jadi nggak salah dong aku ambil sedikit? Hehe! Yang dzolim dia kan bukan aku? Malaikat catat aku mengambil jatahku ya, bukan mencuri, hihi” batin Isyana membenarkan perlakuanya.

Mas kawin Isyana yang bernilai puluhan juta disita paksa Lana dan diberikan ke Mika. Padahal kan itu hak ÃŒsyana.

Entahlah hanya malaikat dan Tuhan yang Tahu Isyana salah atau benar. Yang pasti Isyana hanya ingin mengakhiri hidupnya yang penuh sesak dan hinaan. Isyana akan menggantinya dengan hidup yang bahagia.

“Wuaah!” Isyana tersenyum, lalu menghitung lembaran demi lembaran uang di tanganya yang dia ambil dari domper Lana. 

“Banyak... ada 7 juta! Fiks, gue bisa buka usaha dan sewa kontrakan ini mah!” batin Isyana semakin berani, dan membulatkan tekadnya untuk bisa hidup sendiri. 

Isyana memasukan lagi uang dalam genggamanya ke kantong. Lalu bersandar mengikuti kemana arah mobil bak membawanya pergi.

Isyana masih berada di jalan tol sehingga tidak mungkin minta turun atau lari. 

Sampai tak terasa Isyana tertidur. 

****

“Hei siapa kamu! Bangun!” bentak pemilik mobil bak. 

Melihat rambut Isyana yang keriting kucel tak beraturan. Wajahnya kusam penuh jerawat dan berminyak tak ada yang mengira kalau Isyana seorang putri saudagar tanah dan menantu pejabat tinggi. 

Mendengar bentakan Isyana mengerjapkan matanya dan terbangun. Isyana melihat sekeliling. Rupanya Isyana berada di sebuah pasar tradisioanal besar di pusat sebuah kota kabupaten Bunga. 

Kabuapaten Bunga, adalah sebuah kabupaten tetangga di pinggiran ibukota. Butuh 3 jam untuk sampai ke ibukota. Akan tetapi berlainan arah dengan kampung ayah Isyana.

“Maaf!” jawab Isyana sopan. 

“Turun... turunn... dasar gelandangan. Jangan kotori daganganku, nanti nggak laku lagi!” ejek pemilik mobil bak itu jengkel Isyana menumpang di baknya. 

“Maaf, Pak! Saya bukan gelandangan, saya hanya numpang di mobil bapak!” jawab Isyana sopan.
“Hasssh ssh sssh sana minggir!” usir bapak itu kasar. 

Isyana menelan ludahnya dan mengepalkan tanganya geram, kenapa semua orang seperti tak punya hati.

“Saya akan bayar berapa biaya saya menumpang mobil bapak? Saya naik mobil bapak dari kota sayur tepatnya di rumah makan Sini Enak!” ucap Isyana lagi sakit hati diperlakukan tidak baik oleh seseorang. Isyana berniat membayar biaya tumpangan.

Isyana bukan gelandangan. 

Bapak mobil bak itu menatap Isyana sinis, dan memperhatikan Isyana dari bawah sampai atas. 

“Memang kamu punya uang? Nggak usah gayalah! Udah simpan uangmu buat kamu makan!” jawab Bapak itu kembali menghina. 

Isyana mengeratkan rahangnya, kemudian mengambil 5 lembar uang ratusan ribu. 

“Terima kasih bapak sudah menyelamatkan saya, dan memberi saya tumpangan!” ucap Isyana geram meletakan uang itu di atas sayuran.

Kemudian Isyana pergi begitu saja. 

Pemilik mobil Bak jadi tersentak dan menelan ludahnya malu. “Siapa perempuan itu? Aneh sekali?” 

“Makanya, Om itu jangan suka menghina orang! Sana susul dan minta maaf Om! Balikin uangnya!” timpal karyawan kuli angkut sayuran di pasar itu.

“Enak aja, udahlah biarin! Emang dia numpang kok. Kan lumayan!” jawab bapak itu, dengan muka rakusnya mengambil uang dari Isyana.

Tempat yang pertama kali Isyana tuju adalah kounter hp. Isyana berniat merestart ponsel mahal suaminya, kemudian dia isi dengan nomor barunya. 

“Mbak, boleh minta nama Mbaknya atau kuitansi atau bungkus ponsel ini?” tanya tukang Konter hp. 

“Untuk apa ya Mbak?” tanya Isyana. 

“Ini ponsel mahal Mbak, ini punya Mbaknya atau gimana? Kok direset?” tanya tukang konter kembali meragukan Isyana. 

Ponsel itu harganga 10 juta lebih, tampang Isyana tidak pantas punya ponsel semahal itu.

Isyana pun gelagapan tidak bisa menjawab, pasti semua orang tidak akan percaya kalau Isyana adalah istri seorang direktur perusahaan otomotif anak cabang yang besar di negara Sejahtera itu. 

“Saya nggak punya. Ya udah nggak jadi, Mbak. Kembalikan ponsel saya!” ucap Isyana meminta kembali ponselnya. 

“Mbaknya nyuri ya? Atau nemu? Dibalikin Mbak!?” ucap Tukang konter kembali membuat Jingga terhina dan menuduh Isyana mencuri.

“Maaf, saya nggak mencuri dan saya juga nggak nemu!” jawab mengelak. Meski memang mencuri tapi kan punya suami sendiri. Mas kawin Isyana kan juga diambil suaminya.

“Ish... palingan nyuri!” cibir sesama pegawai konter. 

Jingga kemudian berjalan menjauh dari konter itu dan mengurungkan niatnya menjual ponsel dan meresetnya. 

“Kruyuuuk kruuyuuuk!” alarm tubuh Isyana berbunyi. 

“Aku harus cari makan dan tempat tinggal!” batin Isyana. 

Isyana kemudian berjalan mencari makan. Isyana memilih makan di warung angkringan di pojokan depan pasar tradisional itu. 

Isyana yang dulu tinggal di desa bersama neneknya rindu masakan sederhana, nasi dengan sambal hijau dan seiris ikan laut, lalu dibersamai dengan sate hati ayam yang dibumbu manis. Isyana memesan dua porsi dan memakannya dengan lahap. 

Saat Isyana hendak mengunyah suapan terakhir makanya, Isyana melihat pedagang anggrek keliling meringkuk di emperan toko dekat pedagang angkringan itu. 

“Bunganya cantik sekali?” gumam Isyana dalam hati. 

Saat tinggal di rumah nenek di desa, Isyana ikut bertani bunga dan bantu- bantu tetangga Isyana yang jualan bunga.

Isyana mengenal berbagai macam bunga mulai yang mahal dan murah. 

Setelah selesai makan Isyana mendekati penjual bunga anggrek itu. 

“Bunganya berapaan Pak?” tanya Isyana sopan. 

Pedagang anggrek itu segera membuka matanya dan menyiratkan tatapan mengharap. 

“Tolong Neng beli semua anggrek saya Neng... saya kasih murah deh!” tutur Tukang anggrek itu memohon. 

Isyana menelan ludahnya berfikir dan kasihan. Sepertinya bapak ini sudah sangat lelah dan jualanya tidak laku. 

“Memang berapa Pak?” 

“Terserah, Neng beraninya berapa? Ini ada 4 anggrek indukan, jenis dendronium. 4 ini, 2 phalaenopsis putih dan 2 ungu, dan yang 5 ini masih anakan dendrobium, ini 4 anggrek Catleya udah speik, saya butuh uang untuk bayar sekolah anak saya Neng!” tutur bapak itu lagi.

Isyana yang tahu harga bunga bisa menaksir harga semua anggrek itu lebih dari 500 ribu. Isyana memang suka bunga, tapi untuk apa Isyana membeli sebanyak itu. 

“Tolong, Non! Bantu saya!” ucap Pedagang anggrek itu lagi. 

Melihat keadaan bapak penjual anggrek itu, tanpa pikir panjang Isyana mengiyakan. 

“Berapa uang yang bapak butuhkan?” 

“300 ribu Non!” jawab Bapak itu. 

Gleg 

Isyana menjadi semakin terharu. Kenapa Bapaknya meminta harga murah sekali.

“Saya beli satu juta ya Pak! Tapi carikan saya tempat tinggal!” jawab Isyana berfikir cepat. 

Mendengar angka yang jauh dari kebutuhan. Bapak itu sangat bersyukur sampai matanya berbinar- binar dan menangis. 

Bapak itu pun kemudian bersedia membantu Isyana mendapatkan tempat tinggal. Kebetulan pedangan Angrek yang bernama Pak Diman itu punya pelanggan juragan kontrakan. Ada yang kosong di seberang perumahan elit.

Selama perjalanan ke kontrakan Isyana, Pak Diman bercerita kalau dirinya petani Bunga. 

Akan tetapi sudah satu bulan ini daganganya sepi. Uang perawatan habis untuk makan sehari- hari. Bapak itu juga ingin merantau karena anak- anaknya hendak masuk kuliah dan butuh uang banyak. 

“Bagaimana kalau tanaman bapak saya yang ambil alih Pak?” tanya Isyana kemudian. 

“Maksud, Non. Non mau jualan bunga juga?” 

“Saya beli tanaman bapak, dan ijinkan saya yang gantiin bapak!” tutur Isyana kemudian. 

“Boleh!” jawab Pak Diman bahagia.

Malam itu pun dalam waktu singkat Isyana mendapatkan ide membuka usaha berjualan tanaman hias.

Setelah sampai di kontrakanya, Isyana yakin akan menjadi florist yang sukses. Seberang kontrakan Isyana komplek perumahan elit.

Isyana juga sangat menyukai bunga dan dunia pertanian.

Bersambung. 🥰🥰 Lanjut bab 5

gimana moms serukan kisah ini mempunyai plot alur cerita yang susah di tebak,ini permulaan yah moment yang menegangkan ada di pertengahan cerita.yuk kita lanjut lagi gaskuennnn






Posting Komentar untuk "Istri yang terabaikan Bab 4"